Oleh: Rafiqjauhary

Lebih kurang selama 2 tahun saya mendapat kesempatan belajar di Kota Makkah dari 2009 hingga 2011. Sekalipun disana saya lebih banyak mengisi waktu untuk hadir mulazamah/talaqqi bersama para masyaikh, alhamdulillah saya bersama teman-teman pelajar dari Indonesia juga memiliki kesempatan setiap dua pekan sekali untuk diskusi, ngobrol santai dan makan malam bersama para masyaikh dan aktivis dakwah di Markaz Jaliyat District Syarai’.

Dalam kegiatan itu para masyaikh memberi banyak kesempatan bagi kami untuk berbincang tentang beberapa hal yang kami jumpai. Dan di antara tema menarik yang kami bincangkan saat itu adalah tentang masuknya pekerja China dalam proyek pembangunan kereta api dari Arafah-Muzdalifah-Mina dan kelak akan dilanjutkan ke pusat kota Makkah.

Perlu diketahui, pada saat kepemimpinan Islam berpusat di Turki, Arab Saudi pernah memiliki kereta api yang menghubungkan antara Kota Madinah ke negeri Syam. Namun sayang, sebelum kereta ini beroperasi pasukan asyraf haramain merusak jalur perlintasannya dengan bom sehingga tidak bisa dioperasikan hingga saat ini.

Pada tahun sekitar 2005, seiring dengan semakin banyaknya jemaah haji dan mendesaknya transportasi massal yang menghubungkan antara Arafah-Muzdalifah-Mina, Kerajaan Arab Saudi pun membuka tender pembangunan jalur kereta api untuk menghubungkan tiga tempat itu agar para jemaah haji lebih nyaman dan aman dalam berkendara.

Singkat cerita, sebuah perusahaan dari China lah yang memenangkannya.

Dikarenakan ketiga tempat ini sebagiannya masuk di area Tanah Suci, dan sebagiannya di luar Tanah Suci maka pihak Arab Saudi pun menetapkan aturan bahwa hanya pekerja muslim yang boleh mengerjakan jalur kereta api di wilayah Tanah Suci, adapun untuk wilayah di luar Tanah Suci diperbolehkan pekerja nonmuslim untuk mengerjakannya.

Waktu pun terus berjalan, para pekerja nampaknya mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik. Hingga di tahun 2010 jalur kereta api ini mulai dioperasikan untuk mengangkut jamaah haji.

Begitu bahagianya kami mendengarnya; dan lebih membahagiakan lagi seiring dengan kabar pengoperasian jalur kereta api ini ternyata tersiar kabar bahwa sepanjang tahun pengerjaan jalur kereta api lebih kurang 500 pekerja china yang semula belum beragama Islam ini memutuskan untuk memeluk Islam, dan jumlah itu pun terus bertambah.

Menindaklanjuti kabar baik ini para ulama di Kota Makkah yang mendapati kesulitan dalam mengajarkan pokok ajaran Islam karena keterbatasan bahasa pun berdiskusi dan memutuskan untuk mendatangkan para ustadz dari China. Beberapa buku keagamaan pun diupayakan untuk diterjemah ke dalam bahasa China.

Salah satu di antara kami para pelajar pun bertanya, bagaimana ceritanya hingga mereka sejumlah ratusan pekerja itu bisa memeluk Islam?

Syaikh Dr. Sitr Juaid yang hadir dalam majelis itu pun menjelaskan, “Tentu saja dengan dakwah dan akhlak yang baik”

Ya. Para pekerja nonmuslim itu melihat mulianya akhlak seorang muslim, semangat mereka dalam beribadah, penghormatan mereka pada agama dan simbol-simbol keagamaan. Juga dipadukan dengan dakwah dan doa yang tiada henti, membuat hidayah Allah begitu mudah diterima olehnya. Itulah kuncinya.

Nah sahabat, memang kita tidak bisa menyamakan cerita di atas dengan kondisi di Indonesia saat ini. Namun setidaknya sedikit cerita ini dapat menjadi inspirasi kita, bahwa serbuan pekerja China ke negeri ini adalah lahan dakwah baru yang juga harus kita garap bersama.

Kita boleh marah dengan kedatangan mereka di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan saat ini, kita boleh jengkel dengan sikap pemerintah yang terkesan menutup-nutupi atau bahkan melindungi.

Tapi jangan habiskan energi kita untuk hanya mengumpat, menyalahkan, atau malah melakukan hal-hal yang tidak produktif. Namun ingatlah, mungkin saja Allah mengizinkan mereka masuk ke negeri ini untuk dipertemukan dengan kita dan menerima indahnya Islam melalui lisan-lisan kita.

Rafiqjauhary, pembimbing ibadah haji dan umrah

(ANFPP)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here