Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi tidak sembunyi saat serangan soal rencana impor beras dan garam datang bertubi-tubi. Dia tampil ksatria, berani pasang badan, dan tak mau menyalahkan orang lain. Dia yakin, kebijakan ini diambil untuk kebaikan. Karena, impor perlu dilakukan untuk menjaga stok beras dan garam.
Wacana pemerintah mengimpor beras 1 juta ton dan garam 3 juta ton menuai kontroversi. Hampir setiap hari, Lutfi jadi sasaran kritik. Kritikan tak hanya menyasar Lutfi, tapi juga merembet ke Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto sampai ke Presiden Jokowi.
Melihat situasi makin memanas, Lutfi buru-buru meggelar keterangan pers secara virtual, kemarin. Kepada wartawan, Lutfi menceritakan, soal stok beras dan garam dan alasan kenapa harus membuka keran impor.
Ia memastikan, pemerintah tidak akan mengimpor beras bila stok petani dalam negeri mencukupi kebutuhan pangan nasional. Menurut dia, keran impor baru dibuka ketika cadangan di gudang Bulog menipis.
“Saya jamin tidak ada impor beras saat panen raya. Hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan petani, karena memang belum ada impor,” kata Lutfi.
Lutfi menjelaskan, sesuai aturan, Bulog harus memiliki pasokan 1-1,5 juta ton per tahun. Pengadaannya bisa berasal dari dalam negeri maupun impor. Sementara dari data terakhir yang dipegangnya, sisa stok beras di gudang Bulog tercatat 800 ribu ton.
Sebanyak 300 ribu ton di antaranya merupakan stok 2018 yang sudah mengalami penurunan kualitas mutu. Artinya stok Bulog mungkin tidak mencapai 500 ribu. “Ini stok paling rendah yang ada dalam sejarah Bulog,” kata Lutfi.
Di sisi lain, penyerapan Bulog masih rendah. Hingga Februari, pengadaan baru mencapai 85 ribu ton. Padahal mestinya Bulog sudah menyerap hasil panen petani mendekati 450-500 ribu ton. Menurut dia, kalau pengadaan Bulog pada musim panen ini berjalan baik, tak akan ada impor. Asal iron stock-nya tidak kurang dari 1 juta ton.
Melihat kondisi itu, Lutfi meminta, rapat koordinasi untuk membahas impor beras. Rapat ini melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga Kementerian Pertanian (Kementan).
Ia menegaskan, tidak pernah ada perbedaan data antara Kemendag, Kementan, dan Bulog. Dalam rapat itu dijelaskan, Bulog mesti mempunyai cadangan 1,5 juta ton.
“Pokoknya kami tidak pernah bilang bahwa kita ini lebih atau kurang stok. Kalau ada perbedaan tanya saya, jangan salahkan yang lain,” katanya.
Setelah itu, Lutfi bicara soal rencana impor garam 3 juta ton. Kuota ini lebih tinggi dari impor garam pada 2020 yang sebanyak 2,9 juta ton.
Soal ini, Lutfi menegaskan, garam yang diimpor adalah garam yang akan dipakai untuk industri. Menurut dia, garam hasil para petani garam di Tanah Air belum bisa menyamai kualitas garam industri.
Lalu, Lutfi menjelaskan latar belakang impor garam ini berasal dari kebutuhan standar industri. Jika garam tidak sesuai standar akan menghancurkan harga atau produk itu sendiri.
Sebagai contoh, dalam sebungkus mie instan yang harganya Rp 2.500 ada ongkos garam sekitar Rp 2. Tetapi kalau garamnya tidak sesuai spesifikasi, harga Rp 2 itu bisa menghancurkan mie instan yang Rp 2.500 itu. “Inilah yang sekarang menjadi permasalahannya,” ungkapnya.
Ke depan, ia berharap pelaku industri harus bisa meningkatkan kualitas dari garamnya. Bukan hanya jumlahnya, tapi juga soal kualitasnya. “Ini yang mustinya industri nasional bisa lihat peluang untuk memperbaiki industri nasional,” cetusnya.
Bagaimana tanggapan Bulog? Sekretaris Perum Bulog, Awaluddin Iqbal mengatakan, kebijakan importasi beras merupakan ranah pemerintah. Pihaknya hanya operator yang melaksanakan penugasan dari pemerintah.
Dia memastikan, saat ini Bulog sedang fokus pada penyerapan beras dalam negeri. “Biarlah soal impor itu di pemerintah saja,” kata Awaluddin, kemarin.
Dirut PT Garam, Achmad Ardianto mengatakan, kalau melihat kebutuhan garam nasional saat ini, impor garam tak bisa dihindarkan. Menurutnya, kebutuhan garam secara nasional tahun ini mencapai 4,6 juta ton.
SUMBER : RM.ID