Oleh Efendy Naibaho[1]
Sudah pernah ke Lontung ? Kalau menyeberang dari Ajibata (Kota Prapat) ke Tomok, Lontung belok ke arah kiri. Berlawanan dengan arah ke Pangururan.
Kawasan Lontung ini boleh disebut jalur yang sepi dan agak tertinggal di Samosir. Kemajuan-kemajuan lebih cepat terlihat di jalur Tomok – Pangururan.
Menurut amangboru Manihuruk, yang menemani saya menyusuri kawasan Lontung, dari dulu jalan ke arah Lontung ini jelek. Baru sekarang diperbaiki. Tak heran kalau warna pembangunan tampak tertinggal dengan wilayah Samosir yang lain. Bangunan-bangunan bagus terlihat sangat sedikit. Objek dan fasilitas wisata nyaris tak ada, meski sebenarnya panorama di kawasan inI tak kalah indah dari objek wisata daerah lain.
Meluncur dari arah Tomok, terlihat pemandangan khas yang sama. Sebelah kanan memanjang tebing batu yang curam. Di atas tebing itu ada jalan lingkar Samosir yang kabarnya sekarang sangat bagus. Di bawah tebing gunung itu, tampak perkampungan – perkampungan di tengah – tengah pohon kemiri yang rimbun.
Daerah Lontung ke arah tebing gunung adalah daerah berbatu-batu. Tapi di tanah-tanah berbatu itu pohon kemiri, durian, kelapa, dan tanaman keras lain, seperti kayu ungil tampak tumbuh subur. Ungil atau ingul adalah kayu bernilai, karena bagus dijadikan bahan bangunan dan bahan untuk membuat kapal.
Di bagian bawah atau kiri jalan tampak hamparan persawahan dan pemukiman-pemukiman. Pemandangan tampak cantik ke arah danau dan tebing danau Toba di wilayah Toba di seberang sana.
Lontung berseberangan dengan wilayah Motung, Sigapiton, Sirungkungon, Panamean di Toba Uluan. Ujung dari jalan ini adalah Onan Runggu, bertemu dengan jalan dari arah Pangururan – Nainggolan. Sangat cantik pemandangannya.
Tapi itulah, aktifitas masyarakat tampak sepi. “Kalau nggak kerja, orang paling duduk-duduk di lapo, minum kopi atau tuak,” tutur amangboru Manihuruk. Satu lagi, danau di kawasan lontung dipenuhi keramba jaring apung milik perusahaan-perusahaan besar.
Dari sudut historis, Lontung daerah yang memiliki wibawa khusus dalam sejarah Perang Batak. Dalam buku “Ahu Si Sisingamangaraja” yang ditulis Prof. DR. W.B. Sidjabat disebut dalam masa panjang peperangan, Raja Sisingamangaraja XII banyak mendapat dukungan dari masyarakat Lotung, karena salah satu istrinya, Boru Situmorang berasal dari daerah ini.
Saya hanya menyusuri sampai di Silimalombu. Di sini ito Ratna Gultom dan suami yang berkebangsaan Jerman membuka homestay bernuansa eco-tourism. Menurut Ito Ratna, 7 kamar homestay-nya sudah penuh jadwal pesanan tamu sampai tahun 2019.
Sedikit lewat Silimalombu, Tuktuk Baringin. Ingin saya melangkahkan kaki sekedar melihat kampung itu. Tapi sisi sendu dari kisah masa lalu yang saya dapat dari boru saya ini, membuat saya memutuskan lebih baik tidak. Sisi sendu itu telah menjadi puisi yang pernah kuberikan padanya. Saya berbalik arah..
[1] Pemimpin Pusukbuhit.com