Dalam perayaan Ekaristi hari Minggu, 9 Agustus 2020, di gereja paroki Santo Yosep Palembang, dipimpin oleh Mgr. Aloysius Sudarso SCJ, umat mendoakan antara lain keprihatinan terhadap negara-negara miskin yang menjadi korban penjajahan ekonomi oleh negara-negara kaya. Umat pariko St. Yosep rupanya melihat dengan jelas kolonialisme baru dalam bidang ekonomi. Ada penjajahan ekonomi oleh negara-negara kaya terhadap negara-negara miskin!!! Umat paroki St. Yosep Palembang mengangkat isu ketidak-adilan dalam bentuk penjajahan ekonomi sebagai persoalan yang membutuhkan perhatian khusus. Doa umat itu menunjukkan kebutuhan penggalangan solidaritas global untuk melawan penjajahan ekonomi dan juga penjajahan dalam bentuk yang lain serta ketidak-adilan dalam tata ekonomi dunia ini.
Seperti juga orang-orang miskin, negara-negara miskin hanya mempunyai sedikit sekali pilihan. Sama seperti orang-orang terpinggirkan, negara-negara miskin pun dipinggirkan bahkan oleh sesama negara miskin atas ide negara kaya. Mereka “terpaksa” saling melawan diantara sesama saudara atas nama “ideologi” tertentu. Menjadi makin mengerikan saat diketahui bahwa semua faksi atau pihak yang saling bertikai itu ternyata mempunyai hubungan erat dengan pihak ketiga yang sama ialah pedagang senjata!!!
Penjajahan Ekonomi merupakan perkawinan ideal antara Kapitalisme dan Imperialisme yang memperanakkan generasi intoleran dengan “logika kekerasan”. Semakin kasar dalam bertindak, semakin besar “kewibawaan”. Semakin kasar berwacana, semakin tinggi perolehan suara. Semakin garang dalam berkiprah, semakin tinggi posisi tawar. Sampai pada akhirnya senjata lah yang memutuskan dan bertingak. Pedagang senjata kipas-kipas meraih keuntungan.
Logika kekerasan itulah yang meluluh-lantakkan negara-negara Replublik Kongo, Republik Demokratik Kongo, Mali, Somalia, Venezuela, Bolivia, dll, termasuk persoalan Palestina.
Dari laporan tahunan SIPRI (Stockholm International Peace Reseacrh Institute) dapat dilihat 10 besar eksportir senjata dunia:
1. USA menguasai 36% pasar senjata dunia
2. Rusia menguasai 21% pasar senjata dunia
3. Prancis menguasai 7.9%
4. Jerman menguasai 5.8%
5. Tiongkok menguasai 5,5%
6. Inggris menguasai 3.7%
7. Spanyol menguasai 3.1%
8. Israel menguasai 3.0%
9. Italia menguasai 2.1%
10. Korea Selatan menguasai 2.1%
Sementara 10 negara importir senjata terbesar:
1. Saudi Arabia 12% dari pasar senjata dunia
2. India 9.2%
3. Egypt 5.8%
4. Australia 4.9%
5. China 4.3%
6. Algeria 4.2%
7. South Korea 3.4%
8. UAE 3.4%
9. Iraq 3.4%
10. Qatar 3.4%
Nilai perdagangan senjata dunia selama tahun 2019 mencapai US$1917 Triliun, setara dengan 2.2% Pendapatan perkapita dunia, dengan kara lain setiap orang membelanjakan 249 dollar AS (senilai dengan 3.8 juta rupiah) untuk senjata(1).
Mohon dicatat dengan baik bahwa 5 anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB yang memiliki hak veto termasuk dalam 6 negara eksportir senjata terbesar yang menguasai 74.1% perdagangan senjata dunia, artinya 5 anggota tetap DK PBB mendapat US$1420 triliun (itung sendiri nilainya bila dikonversi ke rupian dengan kurs Rp. 15k/dollar…kalkulator ku gak sanggup ngitungnya…he he he). Jadi Anda pahamkan alasan DK PBB menjadi organisasi sumber bencana?!
Negara-negara eksportir senjata pun tidak membatasi diri dalam transaksinya, intinya hanya “ada duit, ada barang”. Bagaimana soal kelompok atau negara pelanggar HAM, apakah tetap bisa mendapat senjata? Bisa banget(3), asal ada duit.
Nilai fantastis perdagangan senjata di atas belum termasuk nilai di pasar gelap. Pada dasarnya para pemain perdagangan senjata illegal sama dengan pemain di pasar legal(4). Nilai transaksi pasar gelap sangat sulit untuk diketahui dengan pasti, tetapi jelas amat jauh di atas nilai transaksi legal. Keuntungan yang diperoleh dari transaksi illegal pun jauh lebih menggiurkan. Dan selama perang masih terus berkecamung dimana-mana, sehingga membuat semakin bayak orang merasa terancam keselamatan dan keamanannya, maka industri senjata masih akan terus tumbuh dan menghasilkan keuntungan yang menggiurkan. Sebagai contoh perusahaan senjata Prancis, Naval Group, bisa beromset US$4.1 triliyun pertahun dari perdagangan senjata, padahal Naval termasuk perusahaan “imut2” dalam dunia persenjataan (hanya diperingkat 19 dari 25 perusahaan senjata terbesar dunia)(5).
Untuk terus memperbesar keuntungan dari penjualan senjata, maka logika kekerasan harus terus dipupuk dengan pelbagai pemikiran illogical-irrasional. Ancaman keamanan harus terus didengungkan, pertikaian antar negara harus terus dipelihara, konflik sipil antar kelompok masyarakat harus terus dipertajam. Bagaimana illogikalitas dan irrasionalitas bisa terus bertumbuh? Di sini lah kapitalis bidang lain berkolaborasi. Media Massa, memainkan peran untuk melakukan pembodohan dengan memainkan berita dengan judul menyesatkan. Misalnya saja berita dengan judul “Bentrok Tentara AS dan Suriah, 1 tewas”(6). Ada beberapa hal yang bisa dicermati dengan judul itu karena cukup membodohi pembacanya, antara lain:
1. Pada judul itu “AS” diletakkan di depan “Suriah” padahal TKP nya di Suriah
2. Kata “Bentrok” mengaburkan masalah sebenarnya, yaitu kehadiran illegal tentara AS di Suriah
3. Dengan menggunakan kata hubung “dan” seolah AS dan Suriah berada pada level yang sejajar, padahal dalam hal ini As melakukan pelanggaran hukum internasional berat dengan ikut-campur urusan dalam negeri Suriah sekaligus melanggar teritorial. AS telah menginjak-injak kedaulatan Suriah
Contoh lain. Judul “Balas Serangan Roket, Tank Israel Gempur HAMAS di Gaza”(7). Dengan membaca judul berita itu, pembaca sudah diberi konsep bahwa Israel hanya sekedar “membalas” artinya Israel hanya “membela diri”, seolah HAMAS lah persoalan pokoknya, lupa bahwa persoalan pokok justru ada pada keberadaan Zionis-Israel itu sendiri.
Dengan membuat judul semacam itu pihak pembuat berita sudah menempatkan diri pada pihak imperialis, khususnya dengan aktif berperan serta dalam melanggengkan logika kekerasan hukum rimba: siapa kuat, dia yang berkuasa. “Kalah cerdas, senjata bicara!”.
Logika Senjata, menciptakan kemiskinan structural. Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya dari industry senjata yang diacungkan ke si miskin!
Benar yang dikatakan almarhum Gus Dus: Perdamaian tanpa keadilan merupakan illusi!!!(8). Perdamaian tanpa keadilan tak lebih dari slogan kosong demi melanggengkan kekerasan!!!.
Salam. GBU
Penulis : Felix Irianto Winarto (Pengamat Sosial Politik)