Oleh: James Situmorang

Tanggapan Atas Tulisan Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH.,MA. Dengan Judul:

Saya Sebagai Dosen Hukum Perburuhan Sangat Kecewa Pembiaran Ousourcing Massive Melanggar Undang – Undang”

Saya bukan orang hukum, namun Saya melihat logika berpikir Prof MP (sapaan Muchtar Pakpahan) dalam artikel ini terlalu menganggap bahwa SBSI adalah organisasi buruh yg paling memikirkan nasib buruh, menganggap anggota SBSI yg paling cerdas atau sehat berpikirnya, menganggap seakan organisasi buruh lainnya didominasi pemberi kerja (yellow union), dan menganggap seakan pemerintah dan pengusaha sebagai lawan buruh.

Menurut Saya logika berpikir seperti ini sudah tertinggal di era demokratis sekarang ini yg saling menghargai sikap berbeda dan landasan berpikir berbeda.

Khusus poin 4 artikel ini, Saya ingin tanggapi seperti ini.

Pertama: Menganggap buruh yg menerima PP tersebut sedang sakit, sangat meremehkan sikap buruh yg memiliki logika berpikir berbeda. Seakan logika berpikir anggota SBSI satu – satunya yang paling baik dan benar. Kalaulah benar SBSI yang terbaik, mestinya buruh – buruh beramai – ramai akan menjadi anggota SBSI dan meninggalkan yg lain. Nyatanya ada banyak organisasi buruh besar lainnya selain SBSI.

Kedua: Mengelompokkan organisasi buruh yg menerima PP tersebut sebagai yellow union juga menunjukkan bahwa seakan SBSI yg terbaik dan meremehkan alasan organisasi buruh yg lain. Nyatanya organisasi buruh lain juga banyak anggotanya, berarti mereka disukai dengan mengurus buruh.

Ketiga: SBSI menganggap bahwa seakan pemerintah adalah lawan buruh. Pemberi kerja adalah lawan buruh. Menganggap bahwa pemerintah tidak memikirkan buruh. Padahal banyak pemerintah yang juga memikirkan buruh dan banyak pengusaha memikirkan buruh. Bahkan banyak perusahaan yang telah menerapkan teori Human Capital yang menempatkan tenaga kerja sebagai modal dan karenanya di manage secara baik.

Jadi, Saya menangkap kesan Prof MP mirip dgn Prof A. Rais yang lebih mengedepankan cara berpikir opposan, bukan sebagai akademisi. Padahal pada diri keduanya melekat gelar tertinggi Alademisi. Mungkin itulah bahayanya kalau Akademisi berpolitik praktis. Jalan berpikirnya lebih praktis saja dan kadang mereduksi logika berpikir Akademis yg kritis tapi konstruktif.

Mohon maaf Prof MP kalau Saya lantang. Saya berani mengkritisi hanya karena kita di dalam rumah bersama ini, rumah biru kita yg bernama GMKI.

Ut Omnes Unum Sint, Efesus 4:16.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here