Jenderal TNI AH Nasution

Selaku atasan Soeharto di Angkatan Darat, Nasution punya hubungan pasang-surut dengan juniornya itu. Konflik keduanya bermula ketika Nasution selaku KSAD mengetahui Soeharto (panglima TT VII Diponegoro) melakukan penyelundupan beberapa komoditas bersama pengusaha Liem Sioe Liong, Bob Hasan, dan Tek Kiong. Soeharto hampir dipecat Nasution sebelum ahkirnya ditolong Wa-KSAD Jenderal Gatot Soebroto.

Sikap anti-PKI membuat keduanya bersatu mulai paruh kedua Demokrasi Terpimpin. Nasution dan Soeharto bahu-membahu menumpas PKI usai Peristiwa G30S, menggulingkan Sukarno, dan mendudukkan Soeharto di kursi presiden.

Namun, duduknya Soeharto di kursi presiden justru membuat hubungannya dengan Nasution kembali memburuk. Soeharto membubarkan MPRS yang dipimpin Nasution pada 1972. Sewaktu Nasution membuat buku kesan-kesan selama di MPRS, Soeharto memerintahkan aparatnya untuk membakar buku-buku itu beserta gudangnya.

Gerak-gerik Nasution terus diawasi dan dibatasi aparat. Selain khotbah Jumat, Kopkamtib juga melarang Nasution pidato di kampus-kampus. “Menurut keterangan dari beberapa mahasiswa, mereka selalu dipersulit bilamana mengundang Pak Nas untuk berbicara,” tulis Bakri AG Tianlean dan Tatang Sumarsono dalam AH Nasution di Masa Orde Baru. Lebih jauh, Kopkamtib melarang media massa memuat tulisan-tulisan Pak Nas, sapaan Nasution.

Kesulitan Pak Nas bertambah setelah dia bergabung ke dalam kelompok Petisi 50, kelompok berisi politisi senior dan purnawirawan jenderal yang berupaya mengoreksi pemerintahan Orde Baru yang dianggap telah melenceng dengan tafsir sepihak atas Pancasila-nya. Kopkamtib langsung mencabut hak politik para anggota Petisi 50 dan mencekal (cegah dan tangkal) mereka.

Di rumah, Pak Nas harus membuat sumur akibat aliran air ledengnya diputus secara sepihak. Dia juga dilarang tampil di depan publik atau menghadiri acara-acara kenegaraan dan acara-acara yang dihadiri petinggi pemerintahan. “Saya dan istri tidak boleh diundang pada acara perkawinan anak-anak Bu Gatot Subroto, Bu Yani, Bu Suprapto, dan lain-lain,” kenang Nasution.

Saat melayat Adam Malik, Pak Nas langsung didorong anggota Paspampres ketika hendak menyolatkan jenazah dan diperintahkan keluar. Alasannya, saat itu Wapres Umar Wirahadikusuma, ajudan Nasution semasa revolusi, sudah akan masuk ke rumah duka.

Pak Nas pun menilai, tuduhan penguasa bahwa para penandatangan Petisi 50 berkomplot untuk merebut kekuasaan sama dengan tuduhan PKI terhadap dirinya dan pimpinan Angkatan Darat semasa Demokrasi Terpimpin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here