Jakarta, SBSINews – Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar mengingatkan agar Mentri Ketenagakerjaan harus segera mewujudkan program pendanaan pengembangan keterampilan dan tunjangan pengangguran karena hal tersebut merupakan ide lama yang telah lama mangkrak.
“Menaker harus segera mewujudkan dua program itu dan jangan berwacana lagi karena Bank Dunia pernah mengusulkan program ini sejak 2012,” kata Timboel di kutib dari Hukumonline.com, Kamis (19/4/2018).
Timboel yang juga merupakan Sekjend OPSI mengatakan program tersebut sangat penting dan harus segera digulirkan. Keterampilan dan pengetahuan SDM perlu ditingkatkan karena kondisi angkatan kerja saat ini kebanyakan lulusan SD dan SMP, padahal tuntutan industri di era digital semakin tinggi.
Lebih lanjut timboel mengatakan bahwa rencana alokasi anggaran 20 persen dari APBN yang diharapkan memenuhi anggaran pelatihan vokasi tak kunjung ada.
Tunjangan pengangguran merupakan kebutuhan mendesak bagi buruh yang mengalami PHK.
Menurut Timboel, buruh akan kesulitan mencari pekerjaan baru jika tidak memiliki keterampilan yang sesuai. Apalagi biaya pelatihan tergolong mahal. Kemudian proses PHK yang butuh waktu lama dan kebiasaan perusahaan yang sering melanggar Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.
“Sudah saatnya bagi pemerintah menerbitkan kebijakan tunjangan pengangguran,” ujarnya di Jakarta, Selasa (17/4).
Terkait pembiayaan untuk penerapan dua program tersebut, Timboel mengungkapkan bahwa idealnya dari APBN, dan iuran yang dibayar pengusaha serta dana pengembangan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, skema pembiayaan itu diprediksi akan sulit terwujud karena keberpihakan politik anggaran pemerintah masih rendah dan pihak pengusaha berpeluang menolak untuk dibebani iuran.
Skema pembiayaan yang memungkinkan untuk digunakan menurut Timboel berasal dari dana investasi program JKK dan JKM BPJS Ketenagakerjaan.
Terhitung dana yang dikelola untuk program JKK sekarang mencapai Rp23 triliun dengan imbal hasil Rp1,7 triliun, dan JKM Rp8 triliun dengan imbal hasil Rp500 miliar. Totalnya dana perolehan imbal hasil dari dua program asuransi sosial itu sekitar Rp2,2 triliun.
Timboel melihat iuran JKK dan JKM BPJS Ketenagakerjaan terus meningkat sedangkan rasio klaimnya terus turun. Dari imbal hasil sebesar Rp2,2 triliun diperkirakan ada 100 ribu pekerja yang mengalami PHK. Bila mendapat santunan Rp2 juta per bulan setiap orang selama 6 bulan maka anggarannya Rp1,2 triliun.
Sebagai landasan hukum untuk menggunakan dana imbal hasil JKK dan JKM itu, Timboel mengusulkan pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Sama seperti Permenaker No.35 Tahun 2016 yang mengatur penggunaan dana JHT untuk manfaat layanan tambahan perumahan bagi peserta JHT BPJS Ketenagakerjaan.
Ditempat terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan bahwa dua program tersebut masih dalam tahap kajian di lintas kementrian dan lembaga pemerintah.
Menurut Hanif untuk mewujudkan program tersebut ada lima tantangan yang perlu didalami terlebih dahulu. Lima tantangan persoalan itu adalah pentingnya lapangan kerja berkualitas yakni pekerjaannya layak. Pendidikan harus diarahkan sesuai kebutuhan industri sehingga memastikan proses pendidikan sesuai permintaan. Kesempatan meningkatkan dan memperbarui keterampilan dan butuh bantuan sosial untuk pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Serta informasi pasar kerja yang saat ini belum bisa diandalkan.
Terkait pembiayaan untuk menjalankan dua program tersebut Hanif dalam keterangan persnya mengatakan bahwa tak bisa bergantung pada APBN. Kendati demikian ia mengatakan bahwa alokasi dana dari APBN dibutuhkan pada tahap awal agar program berjalan.
“Selanjutnya, perlu diarahkan sesuai peta jalan yang dibuat, termasuk mengembangkan asuransi sosial yang sekarang berjalan. Program ini merupakan bentuk investasi di bidang SDM, diharapkan semua pemangku kepentingan aktif berpartisipasi dan memberikan dukungan.
Tahun 2019 diharapkan dua program itu bisa dimulai sesuai kemampuan fiskal yang ada. Menurut Hanif bisa di mulai dari sektor, profesi dan jabatan tertentu yang dianggap paling rentan dan membutuhkan kebijakan tersebut,” ungkapnya.
Ketua Apindo, Anton J Supit, mengatakan tugas pokok pemerintah menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengerjakan tugas itu secara efektif, pemerintah perlu mendorong terciptanya lapangan pekerjaan. “Lapangan kerja akan ada kalau iklim investasi baik sehingga investor bisa masuk,” ujarnya.
Sumber: Andi Naja FP. Paraga