SBSINews – Prabowo Subianto secara tegas menyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019 dengan suara 62 %, tapi ini dibantah oleh kuasa hukumnya, Bambang Widjojanto, dan tim dalam sidang di MK.
Permohonan gugatan yang dibacakan Kuasa hukum Paslon 02 Bambang Widjojanto pada sidang perdana dengan sendirinya membantah pernyataan Capres 02 Prabowo Subianto.
Seperti diketahui, Prabowo Subianto pada 17 April 2019 menyatakan dirinya sebagai pemenang Pilpres 2019 dengan meraih 62 persen dan menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan kecurangan.
Tetapi, dalam permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU Pilpres 2019 sama sekali tidak menyebut pernyataan kemenangan Prabowo Subianto dan bukti-bukti kecurangan KPU.
“Pemohon sejak awal tidak mengajukan bukti yang menguraikan kecurangan di tingkat TPS sampai tingkat nasional.
Fakta itu bantah pernyataan Capres Prabowo Subianto pada 17 April 2019 yang mengklaim menang dengan 62 persen,” ujar kuasa hukum KPU Ali Nurdin dalam sidang sengketa Pilpres 2019, Selasa (18/6/2019).
Dalam sidang tersebut, Ali Nurdin juga mempersoalkan barang bukti yang diajukan atau disusulkan kemudian oleh kuasa hukum paslon 02 Bambang Widjojanto dan tim pengacara Prabowo Subianto lainnya.
• Ini Jawaban KPU Soal Jabatan Maruf Amin di Dua Anak Perusahaan BUMN yang Dipermasalahkan Kubu 02
• 7 DAFTAR KECURANGAN Paslon 01 Dibongkar Pengacara Prabowo, dari Harta Jokowi sampai Buzzer Polisi
KPU Minta MK Tegas terhadap Paslon 02
Tolak Kuasa Hukum KPU meminta MK menolak bukti yang diajukan tim Prabowo-Sandi pada 10 Juni 2019 karena bertentangan dengan PMK.
Sidang sengketa Pilpres 2019 kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (18/6/2019) ini.
Sidang dibuka oleh Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Anwar Usman pukul 09:00 WIB.
Agenda sidang kedua sengketa Pilpres 2019 adalah tanggapan termohon dan pihak terkait atas gugatan yang diajukan pemohon yang diwakili kuasa hukum Paslon 02 Bambang Widjojanto dan tim.
KPU diwakili oleh kuasa hukum KPU Ali Nurdin yang memaparkan jawaban atas gugatan yang diajukan pemohon.
Ali Nurdin juga mempersoalkan prosedur beracara dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang itu, Ali Nurdin juga menyebut Capres 02 Prabowo Subianto yang pada 17 April 2019 mengklaim dirinya menang dan menyebut Pilpres 2019 curang sudah terbantahkan
“Pemohon sejak awal tidak mengajukan bukti yang menguraikan kecurangan di tingkat TPS sampai tingkat nasional. Fakta itu bantah pernyataan Capres Prabowo Subianto pada 17 April 2019 yang mengklaim menang dengan 62 persen,” ujar Ali Nurdin.
Pemohon menyebut kecurangan/kesalahan hasil penghitungan hanya di tingkat provinsi, padahal penghitungan dimulai dari tingkat TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
“Dalam permohonan yang diajukan pemohon pada 24 Mei 2019, tidak disebutkan adanya kecurangan masih. Artinya termohon sudah bekerja dengan benar,” ujar Ali Nurdin.
Ali Nurdin juga menjelaskan tentang difinisi TSM atau terstruktur sistematis dan masih.
TSM adalah pelanggaran yang dilakukan banyak orang, dirancang, dan melibatkan pejabat/penyelenggara Pemilu.
“Tapi yang diajukan pemohon hanya terjadi di beberapa TPS yang lokasinya juga tidak jelas,” ujar Ali Nurdin.
Kesalahan hitung dalam Situng KPU juga disebutkan hanya terjadi di 21 TPS padahal, kata Ali Nurdin, jumlah TPS pada Pilpres 2019 adalah 813336 TPS.
“Jumlah yang tak signifikan. Apalagi kesalahan itu sudah dilakukan perbaikan dan koreksi dalam rapat pleno terbuka yang dihadiri saksi pemohon,” katanya.
KPU Minta MK Tolak Permohonan Prabowo-Sandi
Dalam sidang tersebut, KPU minta MK tolak permohonan Prabowo-Sandi khususnya untuk bukti-bukti yang disampaikan tanggal 10 Juni 2019.
Permohonan yang bisa diterima hanya yang disampaikan 24 Mei 2019 sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No 4/2018 Tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
“Termohon minta ketegasan mahkamah terhadap perbaikan permohonan yang diajukan pemohon yang diajukan di luar tenggang waktu yang sudah ditentukan yang ada sebagaimana diatur dalam peraturan MK,” ujar kuasa hukum KPU.
Argumen permohon bahwa PHPU Pilpres mengacu pada PHPU tahun 2014 tidak memiliki dasar hukum sama sekali
“PMK no 4/2014 memang mengatur adanya perbaikan permohonan, tapi PMK 4/2014 sudah dinyatakan tidak berlaku oleh PMK 4/2018,” katanya.
Khusus PHPU untuk pilpres dilarang untuk diperbaiki, kecuali yang bersifat redaksional.
“Keterangan jubir MK bukan dasar hukum dan tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan,” katanya.
PMK No 4/2018 sama sekali tak mengatur perbaikan permohonan.
Begitu juga PMK No 2 tahun 2019 telah memuat tahapan pengajukan permohonan gugatan PHPU Pilpres dijawalkan 21-24 Mei 2019.
“Berdasarkan ketentuan itu, maka berkas bundel yang bertulisan kuasa hukum Prabowo-Sandi permohonan sengketa hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tidak bisa dikualifikasikan sebagai bukti dalam permohonan yang menjadi dasar persidangan PHPU pilpres 2019 di MK,” ujarnya.
Ali Nurdin menambahkan, “Demi menjaga tegaknya hukum dan keadilan dan serta tertibnya tata beracara dalam MK, penegakkan hukum beracara harus ditegakkan oleh MK dengan menolak bundel permohonan oleh pemohon yang diajukan tgl 10 juni2019 pukul 16.00 WIB.”
Berdasarkan penelusuran Wartakotalive.com, PMK No 4/2018 mengatur tentang Tata Beracara PHPU di MK, termasuk di dalamnya mengatur waktu pengajukan gugatan
Pasal 6 PMK No 4 tahun 2018 berbunyi:
(1) Permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh Termohon.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh pemohon.
(3) Dalam hal pengajuan permohonan dikuasakan kepada kuasa hukum, permohonan ditantangatangani oleh kuasa hukum.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan sebanyak 12 (dua belas) rangkap yang salah satu rangkapnya asli.
PMK No 2 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan MK No 5 tahun 2018 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penangan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum.
Dalam PMK No 2/2019 itu disebutkan, jadwal pengajuan permohonan PHPU Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan tanggal 21-24 Mei 2019.
Permohonan diajukan kepada Mahkamah dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kalender setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
Daftar Kecurangan dan Pelanggaran Paslon 01
Tim kuasa hukum Paslon 02 membongkar 7 kecurangan dan penyalahgunaan jabatan yang diduga dilakukan paslon 01, mulai dari harta Jokowi sampai THR dan gaji ke-13.
Sidang sengketa Pilpres 2019 digelar untuk pertama kalinya di Mahkamah Konstitusi Jumat (14/6/2019).
Kuasa hukum Paslon 02 Bambang Widjojanto dan tim memaparkan gugatan sebagai pemohon di hadapan 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan para termohon, pihak terkait, dan Bawaslu.
Bambang Widjojanto, Denny Indrayana dan tim mewakili Pasangan Calon atau Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi).
Tim pengacara Prabowo-Sandi mengungkapkan sejumlah fakta kecurangan dan berharap mahkamah mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin atau menggelar Pilpres ulang.
Pada sidang yang berlangsung 4 jam itu, kuasa hukum 02 membongkar satu per satu kecurangan, kejanggalan, pelanggaran, penyimpangan, atau penyalahgunaan jabatan yang telah dilakukan Paslon 01 selama Pilpres 2019.
Berikut daftar pelanggaran, kejanggalan, atau kecurangan sistematis Pilpres 2019 yang dibongkar kuasa hukum Paslon 02 pada sidang sengketa Pilpres 2019 yang pertama kali digelar.
Dalam sidang pendahuluan sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jumat (14/6/2019), Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno,menuding paslon 01 melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif (TSM).
Dalam sidang pendahuluan sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jumat (14/6/2019), Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno,menuding paslon 01 melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif (TSM). (kompas.com)
• Ini Analisa Pengamat Militer Kenapa Panglima TNI Tidak Jadi Target Pembunuhannya
• Demi Sepatu Rp2,7 Juta Warga Jakarta Rela Antre di Plaza Indonesia
1. Bongkar Kejanggalan Harta Jokowi
Bambang Widjojanto mempermasalahkan asal dana kampanye pasangan calon 01, yakni pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin (Jokowi-Amin).
“Ada juga informasi mengenai terkait sumbangan dana kampanye, kami memeriksa laporan LHKPN Ir Joko Widodo yang diumumkan KPU 12 April 2019,” kata Bambang Widjojanto.
Bambang menjelaskan, dari laporan LHKPN milik Joko Widodo (Jokowi) yang didapatkannya jumlah kekayaan Jokowi mencapai sekitar Rp 50 miliar.
Harta Jokowi dalam bentuk kasnya hanya sekitar Rp 6 miliar.
Namun, kata Bambang, pada tanggal 25 April 2019, KPU mengumumkan jika sumbangan pribadi Jokowi mencapai Rp19,5 miliar.
Kejanggalan dana kampanye Jokowi itu diungkap Bambang Widjojanto, dari dana kas pribadi Jokowi yang dimiliki hanya Rp 6 miliar, tetapi sumbangannya mencapai Rp 19,5 miliar.
“Dalam waktu 13 hari ketika diumumkan jumlah setara kas Capres Joko Widodo beradasarkan LHKPN ternyata tanggal 25 April sudah keluarkan uang Rp19 miliar,” ujar mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
2. Sumbangan Dana Kampanye Jokowi-Amin
Selain mempermasalahkan sumbangan pribadi, Bambang juga mempermasalahkan sumbangan kelompok dari Paslon Capres Cawapres 01.
Bambang menjelaskan, ada 2 indikasi yang menunjukkan adanya pelanggaran dalam pemberian dana sumbangan kelompok.
Dana sumbangan kelompok itu kata Bambang berasal dari 2 kelompok Golf yakni Golfer TRG dan Golfer TBIG.
“Sumbangan kelompok Golfer tersebut diduga mengakomadasi penyumbang yang melebihi batas kampanye dan teknik penyamaran sumber asli dana kampanye yang diduga umum dalam pemilu,” jelas Bambang.
Tuduhan Bambang ini berdasarkan hasil investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW).
Menurut Bambang, ketika diselediki dana sumbangan Rp33 Miliyar berasal dari satu sumber yang sama.
Hal itu dapat dilihat dari NPWP yang sama dari laporan dana kampanye.
Namun jelas Bambang NIK dari penyumbang berbeda.
Ia menduga ada penyamaran dari kejanggalan identitas tersebut.
“Ada sumbangan Rp33 Miliyar yang terdiri dari kelompok tertentu, begitu dilacak memiliki NPWP kelompok identitas sama, bukankah ini penyamaran?” tegas Bambang.
Jika hal tersebut benar adanya kata Bambang, maka Paslon 01 melanggar kententuan UU Pemilu yang hanya membatasi sumbangan kelompok sebesar Rp 25 miliar.
“Ada NIK berbeda dari NPWP sama, patut diduga ada ketidakjelasan dana kampanye dari ketiga sumbangan dana tersebut,” tandasnya.
3. Penyalahgunaan APBN
Bambang Widjojanto menyebut jika ada indikasi money politik dalam Pilpres 2019 yang dirancang secara sistematis.
Ia menyebut gaji ke-13 dan kenaikan gaji PNS yang diusulkan petahana merupakan bentuk nyata dari kecurangan Pilpres 2019 yang dilakukan petahana.
“Jika gaji bukanlah kebijakan jangka panjang pemerintahan tapi jangka pendek pragmatis dari Capres Joko Widodo sebagai petahana untuk pengaruhi penerima manfaat dari penerima gaji tersebut yaitu para pemilih Pilpres dan keluarganya,” kata Bambang dalam sidang.
4. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN
Poin kedua dari kecurangan TSM yang ditujukan pada Paslon 02 ialah adanya penyalahgunaan birokrasi dan BUMN.
Bambang menyebut, beberapa kabinet Presiden sekaligus petahana Jokowi aktif dalam mengkampanyekan Capres 01.
Misalnya saja saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta ASN untuk masif menginfokan program-program petahana.
Ketua Tim Pengacara Pasangan Calon Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Bambang Widjojanto, memperkenalkan anggota tim pengacara pada sidang perdana Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019).
Ketua Tim Pengacara Pasangan Calon Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Bambang Widjojanto, memperkenalkan anggota tim pengacara pada sidang perdana Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019). (repro kompas tv)
• Ditanya Soal Rekonsiliasi, Jokowi Ajak Prabowo Berkuda
• Kemenhub Sebut, Justru Harga Tiket Pesawat saat Mudik Lebaran lebih Murah dari Tahun Lalu
• KRONOLOGI Penggerebekan Mafia Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan di Pontianak
5. Ketidaknetralan Aparat
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, menyebut, Polri membentuk tim buzzer di media sosial yang mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.
Denny menyebut hal tersebut terlihat dari bocoran informasi yang diungkap oleh akun twitter @Opposite6890.
Dia menyebut akun tersebut mengunggah beberapa video dengan narasi ‘Polisi membentuk tim buzzer 100 orang per Polres di seluruh Indonesia yang terorganisir dari Polres hingga Mabes’.
Untuk akun induk buzzer Polisi bernama ‘Alumni Shambar’, Denny mengatakan beralamat di Mabes Polri.
Selain itu, akun Instagram @AlumniShambar juga hanya memfollow akun Instagram milik Presiden Jokowi.
• Pengerukan Waduk Pluit Bakal Sampai November
• Lokasinya Strategis, SMPN 252 Jakarta Paling Diminati Warga Daftarkan Anak Sekolah di Momen PPDB
• Sudah Dapat Lampu Hijau Untuk Menikah Lagi, Ini Kriteria Calon Suami Rossa dari Putranya
6. Pembatasan Media dan Pers
Tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019) menyebut media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan.
Nasrullah mengatakan, pada kenyataannya, dalam Pilpres 2019 akses kepada media tidak seimbang antara paslon 01 dengan paslon 02.
“Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak 3 bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan paslon 01, yaitu Surya Paloh yang membawahi Media Group, Hary Tanoe pemilik group MNC dan Erick Thohir pemilik Mahaka Group,” kata Nasrullah.
7. Diskriminasi dan penyalahgunaan hukum
BPN merasa ada diskriminasi dalam perlakuan para penegak hukum terhadap kedua paslon. Penegak hukum disebut bersikap tebang pilih dengan tegas kepada pihak Prabowo – Sandi dan tumpul ke Jokowi – Maruf Amin.
“Perbedaan perlakuan penegakan hukum yang demikian di samping merusak prinsip dasar hukum yang berkeadilan tetapi juga melanggar HAM, tindakan sewenang-wenang,” isi gugatan itu.
Ada beberapa bukti yang diajukan BPN dalam poin tuduhan ini. Misalnya ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpose dua jari dalam acara Partai Gerindra.
• Bongkar Kejanggalan Kekayaan Jokowi, Lihat Jomplangnya Kekayaan Bambang Widjojanto Vs Hotman Paris
• Soal TWK CPNS 2019 Akan Sangat Sulit, Ini Jenis Soal yang Akan Banyak Keluar, Lengkap Kisi-Kisinya
• Pakai Jenis HOTS, Soal SKD & SKB CPNS 2019 Akan Lebih Sulit, Begini Penjelasan Lengkapnya
Tindakan Anies dinilai melanggar UU Pemilu dan menguntungkan salah satu paslon.
Namun sebelumnya terjadi kasus dua menteri Jokowi, Luhut Binsar Panjaitan dan Sri Mulyani, berpose satu jari. Bawaslu memutuskan kejadian itu bukan termasuk pelanggaran pemilu.
BPN menulis contoh diskriminasi lain terjadi dalam bentuk kriminalisasi kepada pendukung paslon 02 dari mulai ulama hingga artis. (Sumber: wartakotalive.id)