Oleh: Muchtar Pakpahan
Saat ini terjadi perdebatan serius tentang pilpres di internal SBSI. Bahkan sudah ada yang menyatakan keluar dari SBSI karena SBSI belum memutuskan pilpres ke Jokowi-Ma’ruf.
Pada 2014 SBSI habis – habisan mencalonkan dan memenangkan Jokowi.
Setelah Joko Widodo – jusuf Kalla dilantik jadi Presiden dan Wakil Presiden, hadiah yang diberikan kepada buruh adalah PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
PP ini memangkas peran pentingnya serikat buruh sejak yang sudah ada sejak dahulu kala yaitu ikut berperan memutuskan upah.
Sekarang hanya gubernur yang menentukan upah setelah komunikasi dengan pengusaha tentang angka inflasi.
Kalau ada orang SBSI yang bersyukur dengan kehadiran PP ini, menurut saya tentu tidak layak menjadi pengurus SBSI.
Mungkin dgn PP 78 inipun adalah momen kristalisasi unionis sejati yang ketiga kali.
Ada beberapa kali momen kristalisasi SBSI. 1994, banyak mengundurkan diri dari pengurus SBSI karena rasa takut.
Pada 2004 beberapa orang dapat menerima outsourcing karena besar cintanya pada Megawati, lalu memilih keluar dari SBSI.
Mungkin ini yang ketiga karena begitu besar kecintaannya kepada Jokowi.
Perbedaan pendapat sangat wajar. Tetapi orang Serikat yang dapat menerima pemangkasan peran serikat buruh dan menghambat buruh meningkatkan kesejahteraannya, tentu lebih baik meninggalkan serikat, murni jadi politisi atau jadi pengusaha.
Pindahlah posisi dari posisi kiri ke posisi kanan.
Salam solidaritas.
BESAR DAN KUATNYA SBSI ADALAH PADA ANGGOTA untuk itu sosialisasi dan konsolidasi total kita laksanakan dan bebaskan para pengurus (KSB) dari unsur pimpinan partai supaya tidak ada perpecahan krn perbedaan politik….!