SBSINews – Komisi Pemberantasan Korups (KPK) memastikan telah menetapkan pengusaha Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan ‎Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Penetapan tersangka itu berdasarkan hasil gelar perkara atau hasil pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Status tersangka terhadap Sjamsul Nursalim ini dikatakan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

“Ya sudah (tersangka),” kata Alex saat dikonfirmasi awak media ‎di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

KPK tak mempersoalkan status Sjamsul yang kini telah menetap di Singapura. Alex memastikan mekanisme peradilannya tidak ada kendala. KPK bakal menempuh pengadilan in absentia jika Sjamsul terus menerus mangkir dari panggilan pemeriksaan. Pengadilan in absentia merupakan upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdakwa tersebut. KPK pun telah meminta pendapat sejumlah ahli mengenai upaya pengadilan in absentia terhadap Sjamsul ini. “Kalau yang bersangkutan dipanggil enggak hadir entah karena kesehatan, karena usia dan itu kan dimungkinkan dalam hukum acara pidana disidangkan dengan cara in absentia,” kata Alexander Marwata.

Pengadilan in absentia ini dilakukan untuk mengejar dan menyita aset Sjamsul yang diperoleh dari korupsi SKL BLBI. Apalagi dalam putusan Syafruddin Arsyad Temenggung disebutkan keuangan negara dirugikan hingga sebesar Rp 4,58 triliun atas penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI. Alex mengatakan, saat ini, KPK melalui Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) sedang menelusuri aset-aset Sjamsul. “Sedang dilakukan pelacakan oleh Unit Labuksi. itu kan di KPK untuk pelacakan aset dalam rangka pengembalian negara itu kan Labuksi, saya rasa itu sudah berjalan juga,” ungkap Alexander Marwata.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 13 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp 700 juta subsidair tiga bulan kurungan terhadap mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Majelis Hakim menyatakan Syafruddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI. Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham BDNI tahun 2004. Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden M‎egawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut.

Dalam analisis yuridis, Majelis Hakim menyatakan Syafruddin telah menandatangani surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak. Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun.

Di tingkat banding, Majelis Hakim PT DKI memperberat hukuman Syafruddin. Hukuman Syafruddin yang semula 13 tahun pidana penjara menjadi 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. (Sumber: beritasatu.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here