Catatan Siang
SBSINews – Saat ini ada dua program yang mendapat sorotan serius KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yaitu program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan program Kartu PraKerja. Kedua program ini strategis untuk rakyat mengingat langsung bersentuhan dengan kebutuhan dasar rakyat. KPK menilai pelaksanaan kedua program ini memiliki masalah sehingga harus diperbaiki agar tidak merugikan negara dan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat dengan lebih baik lagi.
Berdasarkan hasil kajian KPK tentang JKN, KPK memberikan enam rekomendasi melalui surat tertanggal 30 Maret 2020 untuk perbaikan Program JKN kepada Presiden, lebih terkhusus untuk mengatasi defisit JKN. Atas surat tersebut Presiden, melalui Pak Mensegneg, meminta tiga kementerian yaitu Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri menidaklanjkuti keenam rekomendasi tersebut.
Sebenarnya keenam rekomendasi tersebut adalah persoalan lama yang selama ini juga sering didiskusikan oleh para akademisi, praktisi jaminan sosial dan publik lainnya, namun Presiden tidak merespon usulan-usulan yang dilontarkan oleh para pemangku kepentingan JKN tersebut. Saya tidak tahu apakah DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) juga melakukan kajian-kajian seperti yang dilakukan KPK sehingga bisa merekomendasikan seperti yang dilakukan KPK.
Seharusnya, mengacu pada Pasal 7 UU SJSN, tugas membuat kajian jaminan sosial termasuk program JKN adalah fungsi dan tugas DJSN. Pasal 7 ayat (2) menyatakan DJSN berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN, lalu Pasal 7 ayat (3a) nya menyatakan DJSN bertugas melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial; dan Pasal 7 ayat (4) nya menyatakan DJSN berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.
Bila DJSN sudah pernah melakukan kajian tentang defisit JKN dan persoalan JKN lainnya, lalu merekomendasikannya ke Presiden, kenapa Presiden tidak meresponnya? Kenapa ketika KPK melakukan kajian dan merekomendasikannya Presiden langsung bereaksi serius dan cepat. Sepertinya DJSN tidak dianggap penting oleh Presiden sehingga hasil kajian dan monitoring dan evaluasi yang dilakukan DJSN setiap tahun yang dibiayai APBN dianggap hanya sebagai pekerjaan administartif sesuai Pasal 7 UU SJSN.
Seharusnya hasil kajian dan penelitian yang dilakukan DJSN bisa dipublikasi sehingga publik mengetahui apa hasil kajian dan temuan DJSN tersebut dan publik bisa mendesak Pemerintah untuk menindaklanjutinya. Ke depan DJSN bisa mencontoh KPK yang mau terbuka ke public atas hasil kajian-kajiannya, termasuk hasil monitoring evaluasi jamina sosial.
Semoga ketiga kementerian yang ditugaskan Pak Presiden segera menindaklanjuti rekomendasi KPK tersebut sehingga persoalan defisit JKN dan persoalan pelayanan JKN lainnya benar-benar dapat diselesaiakan, dan JKN bisa lebih baik lagi ke depan.
Terkait dengan Program Kartu PraKerja, KPK pun melakukan kajian terhadap program ini dan memberikan 7 rekomendasi atas evaluasi pelaksanaan kartu Prakerja di gelombang 1 sampai 3 lalu, seperti antara lain proses pendaftaran, kerjasama dengan delapan perusahaan platform digital, dan materi pelatihan.
Sebenarnya hal-yang yang direkomendasi KPK tersebut juga sudah menjadi guncingan public ketika kartu PraKerja ini digulirkan tetapi Kemenko Perekonomian tidak mendengar dan membantah terus apa yang menjadi masukan dari publik tersebut. Saya menilai kehadiran KPK sangat tepat, dan seharusnya KPK tidak sekadar melakukan kajian dan merekomendasikan 7 hal tersebut tetapi lebih lanjut menyelidiki dugaan adanya kerugian negara dan konflik kepentingan platform digital dalam pelaksanaan Kartu PraKerja ini.
Terkait dengan rekomendasi penundaan kelanjutan pelaksanaan kartu PraKerja ini, sebenarnya Pemerintah telah menghentikan sementara Kartu PraKerja ini untuk gelombang keempat dan selanjutnya, tanpa ada kepastian kapan membuka pelaksanaan gemlombang keempat dan selanjutnya. Nah dengan adanya rekomendasi KPK maka seharusnya Pemerintah sudah lebih mudah memperbaiki pelaksanaan kartu PraKerja.
Mengingat kartu PraKerja ini sangat bermanfaat untuk membantu pekerja yang terPHK maka seharusnya Pemerintah mensegerakan perbaikan sesuai dengan rekomendasi KPK sehingga pelaksanaan kartu PraKerja gelombang keempat dan seterusnya ini bisa dilanjutkan. Pekerja yang terPHK semakin banyak dan mereka butuh bantuan dari Pemerintah.
Terkait pendaftaran, Pemerintah bisa menghubungi perusahaan-perusahaan yang memang melakukan PHK. Dengan data pekerja terPHK (seperti KTP, KK, kartu perusahaan, hingga nomor kontak pekerja) yang disediakan perusahaan maka peserta Kartu PraKerja nantinya lebih tepat sasaran, dan membuka akses kepada pekerja ter-PHK yang memang tidak memiliki akses mendaftar via online.
Pemerintah bisa lebih menseleksi pekerja yang ter-PHK, bila pekerja tersebut mendapatkan kompensasi PHK cukup besar misalnya 50 juta ke atas maka pekerja tersebut tidak menjadi prioritas mendapatkan kartu PraKerja. Tentunya bagi pekerja yang terPHK bisa juga mendaftar via online dan nanti Pemerintah bisa mengkonfirmasi kepada perusahaan yang memPHK.
Lalu pelatihan yang disediakan delapan perusahaan platform digital ditunda dulu seluruhnya hingga pelatihan offline (atau tatap muka) bisa dilaksanakan. Saya kira dengan masa transisi new normal ini, khusus untuk di zona hijau, pelatihan offline sudah bisa dilakukan dengan tetap mematuhi protokol Kesehatan yang dikeluarkan Pemerintah. Dengan pelatihan offline berarti peserta memiliki kesempatan untuk memilih pelatihan yang langsung bisa dikerjakan di tempat pelatihan seperti mengelas, meperbaiki HP, dsb, dsb.
Semoga seluruh rekomendasai KPK untuk Program JKN dan Progran Kartu PraKerja bisa segera diselesaikan oleh Pemerintah sehingga JKN bisa terhindar dari defisit tahun ini dan JKN bisa memberikan pelayanan lebih baik lagi bagi rakyat kita, dan Kartu PraKerja bisa segera membantu pekerja yang terPHK di masa pandemi Covid19 ini.
Pinang Ranti, 21 Juni 2020
Tabik
Timboel Siregar