Korupsi itu jelas dilakukan oleh para pejabat yang menduduki posisi penting dilakukan mengelola negeri kita.

Para koruptor itu pun jelas orang yang tak miskin, pintar, tetapi memang sangat kemaruk, tak punya rasa malu dan tidak percaya semua hasil yang diperolehnya itu tidak menjadi darah dan daging dalam arti keberkahan yang akan mendapat azab untuk semua anggota jeluarganya yang ikut menikmati hasil dari jarahan yang tidak halal itu.

Para koruptor yang terbilang pintar itu ketika tertangkap hanya beranggapan lagi sial saja. Semua perbuatan jahat yang tertangkap oleh hukum itu pun tidak mampu dipahaminya sebagai awal dari azab yang terus menerus diterima olehnya bersama keluarga yang ikut menikmati hasil jarahannya.

Karena memang para koruptor itu bukan orang miskin, maka perilakukanya yang tega mengembat duit rakyat ini jelas karena rakus dan tamak untuk lebih kaya lagi hingga bisa membeli lagi kekuasaan agar dapat kembali diperpanjang. Dalam konteks inilah dia jadi masuk katagori kemaruk, lebih dari sekedar tamak dan rakus.

Akibatnya tentu jadi menghalalkan berbagai cara guna menumpuk kekayaan untuk membeli jabatan atau kedudukan yang lebih baik atau lebih strategis guna memperoleh posisi yang lebih enak untuk kemudian dapat meneruskan cara mengumpulkan harta benda agar bisa memperkaya diri melebihi dari apa yang ada sebelum.

Karena itu perilaku koruptor hanya mungkin mampu dicegah oleh mereka yang masih memiliki etika dan moral dalam tatanan ahlak mulia yang senantiasa terjaga. Maka itu mereka yang mau berbuat korupsi itu desungguhnya hanya dilakukan oleh meteka yang sesungguhnya tak bermoral dan tak memiliki etika dalam tatanan akhlak mulia yang senantiasa harus terpelihara dan terjaga.

Jadi budaya korupsi di Indonesia yang makin marak ini berbanding lurus dengan merosot nilai moral serta etika dalam satu ikatan akhlak mulia yang telah merapuh, atau ambruk.

Oleh sebab itu, jika ancaman pada koruptor hanya omong kosong dan gertak sambel belaka, maka kebangkrutan negeri ini hanya tinggal menunggu ajalnya saja.

Persis seperti longgarnya perlakuan kita kepada para pengedar narkoba yang justru semakin lebih banyak dilakukan oleh para pengedar karena banyak pihak pun ikut memanfaatkan untuk mencari kekayaan pula dari peredaran sejumlah obat terlarang itu.

Itu sebabnya mereka yang semakin banyak terlibat adalah aparat dan pejabat yang memiliki kedudukan serta posisi serta harta berlebihan, karena mau juga menikmati kepuasan dalam bentul lain yang sudah berada di luar batas. Maka itu ganjarannya pun harus ekstra ordinary.

Artinya, koruptor dan bandar narkoba itu tidak patut dimaafkan. Sebab perbuatan mereka telah membunuh rakyat secara perlahan-lahan. Karena itu tempat mereka sepantas pantasnya hanya di neraka.

Penulis : Jacob Ereste

Editor : SBSINews

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here