Beberapa bulan lalu, para petani mengeluh karena jatuhnya harga komoditas pertanian. Dan hari-hari ini, giliran konsumen mengeluh karena naiknya harga cabe, tomat dan telur.
Dari ekstrim ke ekstrim. Begitu setiap tahun. Mengapa bisa begitu?
Menurutku, itu karena sistem logistik dan distribusi yang buruk: hubungan yang terlalu random antara produsen dan konsumen.
Di sisi lain, kedua pihak (baik konsumen maupun produsen) sebenarnya tidak punya kontrol terhadap sebagian besar faktor lain yang lebih dominan: rantai distribusi panjang, dari tengkulak desa, pedagang kecil, pedagang besar, grosir dan eceran.
Selama ini pemerintah fokus membangun megaproyek infrastruktur fisik khususnya jalan tol, bandara dan pelabuhan. Serta bangga karenanya. Pemerintah berdalih itu akan memangkas biaya logistik dan distribusi yang mahal.
Tak hanya kini pemerintah harus menumpuk utang besar untuk membangunnya, megaproyek fisik itu tidak banyak manfaatnya untuk menyelesaikan problem rutin tahunan keluhan petani vs konsumen di atas.
Problem logistik pertama-tama adalah problem manajemen, bukan sarana fisiknya. Koneksi langsung antara produsen dan konsumen, sudah akan memangkas biaya logistik dan distribusi bahkan jika sarana jalannya kurang baik.
Tentu kita masih perlu membangun jalan-jalan pedesaan dan pelosok yang belum terjangkau, tapi bukan jalan tol (yang justru menambah ongkos logistik, karena tetap bayar).
Manajemen pelabuhan juga perlu diperbaiki: biaya angkutan laut Jakarta-Surabaya lebih murah jika dibanding memakai angkutan darat.
Manjemen stasiun pun perlu diperbaiki. Kereta api harus diperbesar kapasitasnya untuk mengangkut barang. Kereta api adalah salah satu transportasi publik yang paling efisien. Selama ini kereta api cuma cenderung menjadi pengangkut penumpang, itupun makin elitis. Orang miskin kini naik bis (dan bis antar kota kini dipaksa masuk jalan tol).
Jika manajemen stasiun diperbaiki, petani Wonosobo, misalnya, hanya perlu membawa hasil komoditi mereka ke Stasiun Purwokerto, dan dari situ dibawa ke Jakarta atau Bandung. Mereka tak harus membawa sendiri-sendiri hasil taninya dengan kendaraan yang memadati jalan tol.
Sekali lagi, problem logistik pertama-tama adalah problem manajemen. Aspek itulah yang pertama-tama harus dibenahi, bukan memperbanyak jalan tol atau bandara yang akhirnya mangkrak atau berbiaya mahal.
Salah satu aspek manajemen yang juga perlu dibenahi adalah membangun koperasi-koperasi produksi dan konsumsi yang genuine, serta mempertemukan mereka dalam hubungan yang saling menguntungkan.
Perlu kerja keras Kementerian Koperasi untuk mengubah cara berpikir salah tentang koperasi, yang pada akhirnya merusak reputasi koperasi sendiri. Selama ini pemerintah cenderung membesar koperasi simpan-pinjam yang dalam banyak hal sudah meninggalkan prinsip-prinsip perkoperasian, bahkan mengkhianati kaidah koperasi. Publik kini melihat koperasi tak ubahnya sama dengan rentenir.
(ANFPPM)