MEMBACA laporan keuangan Konsolidasi tahun 2017 BPJS Ketenagakerjaan yang dipublikasikan di Harian Kompas kemaren terlihat bahwa dana buruh yang diinvestasikan di tahun 2017 menunjukkan jumlah yang meningkat di empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) dibandingkan tahun 2016.

Per akhir 2017:

  • Dana kelolaan investasi dari JKK mencapai Rp. 23,78 triliun, dengan total aset JKK sebesar Rp. 24,11 triliun.Dana kelolaan investasi dari JKm sebesar Rp. 8,21 triliun, dengan total aset JKm sebesar Rp. 8,34 triliun.
  • Dana kelolaan investasi dari JHT mencapai Rp. 249,05 triliun, dengan total aset JHT sebesar Rp. 254,18 triliun.
  • Dana kelolaan investasi dari JP mencapai Rp. 25.28 triliun, dengan total aset JP sebesar Rp. 25,66 triliun.

Dari seluruh data yang ditampilkan dalam laporan keuangan tersebut, kita bisa menilai kinerja investasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan selama tahun 2017, tentunya dengan membandingkan kinerja investasi di tahun sebelumnya.

Untuk Program JKK, dana kelolaan investasi per 31 Desember 2017 sebesar Rp. 23,78 triliun naik sebesar Rp.5,1 triliun (27.28%) dari tahun 2016 yang jumlahnya sebesar Rp. 18,69 triliun. Kenaikan dana kelolaan tersebut dikontribusi secara dominan oleh pendapatan iuran selama 2017 yang nilainya mencapai Rp. 4,64 triliun.

Menarik untuk membandingkan pendapatan investasi antara tahun 2017 dan 2016, yang menurut penulis bisa dijadikan ukuran untuk menilai kinerja BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola dana buruh. Bila di 2016 jumlah dana kelolaan dari JKK sebesar Rp. 18,69 triliun berhasil menorehkan pendapatan investasi sebesar Rp. 2,01 triliun, kenapa di tahun 2017 yang dana kelolaannya sebesar Rp. 23,78 triliun hanya mampu membukukan pendapatan investasi sebesar Rp. 1,85 triliun.

Ini artinya, ada penurunan pendapatan investasi sebesar Rp. 16 milyar (turun 7.9%). Logika sederhananya, jumlah dana kelolaan di 2017 yang naik 5,1 triliun seharusnya bisa membukukan pendapatan investasi yang lebih tinggi dibandingkan 2016, tapi faktanya koq malah menurun pendapatan investasinya.

Penurunan pendapatan investasi ini disertai dgn peningkatan Beban Investasi di 2017 sebesar Rp. 58 milyar (29,14%). Di tahun 2016 Beban Investasi sebesar Rp. 199.36 miliar dan di 2017 menjadi Rp. 257,12 miliar. Kenaikan beban investasi yg sebesar 29.14% ini lebih besar bila dibandingkan dengan kenaikan dana investasi JKK yg sebesar 27.28%.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/kesadaran-politik-dan-berserikat-kaum-buruh-indonesia-masih-sangat-rendah/

Ada inefisiensi bila membaca beban investasi tersebut. Selain itu, penilaian juga didasari pada fakta bahwa Direksi BPJS Ketenagakerjaan per Maret 2017 telah mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan fee saham dari 0.2% menjadi 0.12%, menurunkan manajemen fee reksadana dari 2% menjadi 1%, dan fee obligasi dari 0,1% menjadi 0.05%.

Seharusnya dengan kebijakan penurunan fee ini beban investasi bisa diturunkan. Demikian juga dengan program JKm, dana kelolaan investasi per 31 Desember 2017 yang berjumlah Rp. 8,21 triliun hanya mampu membukukan pendapatan investasi sebesar Rp. 600,13 milyar, lebih rendah bila dibandingkan pendapatan investasi di 2016 yang mampu mencapai pendapatan investasi sebesar Rp. 670,87 milyar dari total dana investasi Rp. 6,25 triliun.

Rendahnya pendapat investasi ini juga disertai dengan peningkatan beban investasi sebesar Rp.21.3 miliar (32.6%) dari Rp.65.2 miliar (2016) menjadi Rp.86.5 miliar (2017). Seharusnya dengan kebijakan penurunan fee ini beban biaya investasi JKm juga bisa diturunkan.

Untuk JHT, kenaikan dana investasi sebesar 16.13% (Rp. 34.6 triliu) dari Rp. 214.4 triliun (2016) menjadi Rp. 249 triliun (2017) ternyata tidak diikuti kenaikan pendapatan investasi yg lebih signifikan (lebih tinggi dari kenaikan dana investasi). Kenaikan pendapatan investasi hanya 4% atau sekitarRp. 900 miliar, padahal kenaikan dana kelolaan investasi naik 16.13%. Pendapatan investasi di 2016 sebesar Rp. 22.61 triliun naik menjadi Rp. 23.5 triliun di 2017.

Sementara itu beban investasi untk dana JHT ini menunjukkan kenaikan yg cukup tinggi (bila dibandingkan dengan kenaikan dana investasi dan kenaikan pendapatan investasi) yaitu sebesar 18.9% atau Rp. 46.3 miliar. Beban investasi di 2016 sebesar Rp. 244.7 miliar naik menjadi Rp. 291 miliar di 2017. Seharusnya dengan kebijakan penurunan fee yg dilakukan Direksi BPJS Keatenagakerjaan, beban investasi bisa diefisienkan.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/menakar-materi-dalam-training-for-organizer-sbsi/

Dari ketiga program di atas, penulis menilai kinerja investasi direksi mengalai penurunan, sementara IHSG di 2017 menunjukan peningkatan dan BI Rate relatif stabil. Tentunya kinerja investasi ini harus dijelaskan ke para pekerja/buruh.

Atas penurunan kinerja ini saya mendorong Pemerintah melakukan audit kinerja Direksi BPJS Ketenagakerjaan, termasuk mengevaluasi para dewan pengawas yg juga tidak menunjukkan kinerja yg baik.

Dari kinerja yang kurang maksimal dari ketiga program tersebut, tentunya kita patut apresiasi kinerja kelolaan dana program JP, yang dalam waktu 2,5 tahun mampu mengelola dana sebesar Rp. 25.28 triliun. Walaupun demikian untuk JP ini tentunya ada juga yang perlu diperbaiki yaitu hasil pendapatan investasi yang hanya mencapai Rp. 1.9 triliun atau sekitar 7.5%.

Seharusnya pendapatan investasi ini bisa lebih tinggi lagi mengingat dana JP adalah dana jangka panjang yang klaimnya relatif rendah sementara IHSG di 2017 terus menujukkan kenaikan yang baik dan SBI relatif stabil.
Semoga kinerja investasi BPJS Ketenagakerjaan di 2018 semakin baik sehingga bisa memberikan manfaat yg lebih baik lagi kepada kesejahteraan buruh.

Ditulis Oleh: Timboel Siregar (Koordinator Advokasi BPJS Watch)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here