oleh : Andi Naja FP Paraga
Kelompok-kelompok Separatis berideologi Khilafah di Timur Tengah semakin menggila laksana kelompok preman yang bisa mengeksekusi mati orang – orang yang dinilai melanggar syariat islam di sembarang tempat, termasuk di pinggir jalan dimana terdapat warga masyarakat yang tengah berlalu lalang melangsungkan aktivitas kesehariannya. Sungguh tiada lagi proses pradilan normal sebagaimana proses yang berlangsung di setiap Negara, karena yang menegakkan Syariat Islam bukanlah negara yang berdaulat atas rakyatnya tetapi Kelompok Separatis memerankan diri sebagai negara yang berhak mengadili siapapun sesuai ketentuan dan aturan yang mereka yakini.
Pemandangan seperti itu hampir terjadi disetiap wilayah yang diduduki Kelompok Separatis ISIS, Jabhat Al Nusra dan lain lain baik di Irak maupun di Suriah. Upaya serius pemerintahan kedua negara tersebut untuk menaklukan kelompok kelompok Radikal tidak pernah berhenti. Di Irak kelompok teroris ini menggila sudah cukup lama bahkan tidak lama berselang setelah Mantan Penguasa Saddam Hussein dieksekusi mati. Sementara di Suriah dimulai sejak upaya penumbangan Basyar Assad oleh kelompok oposisi dimulai sekitar 7 (tujuh) tahun silam hingga saat ini.
Peristiwa semacam ini cukuplah terjadi di Irak dan Suriah saja jangan sampai terjadi di Asia Tenggara apalagi terjadi di Indonesia. Jika kita lihat upaya keras Pemerintah Philipina memerangi kelompok separatis di negaranya, begitupula upaya pemerintah Kerajaan Malaysia membendung masuknya ajaran Salafi Wahaby yang mengusung ideologi khilafah dan upaya pemerintah Indonesia belasan tahun terakhir memerangi kelompok kelompok teroris berkedok penegakan syariat Islam kemungkinan-kemungkinan Ideologi Khilafah berbuat gila seperti di Irak dan Suriah sangat kecil namun tidak berarti tanpa peluang.
Saat Pertemuan antara Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdatul Ulama(NU) di Kantor Pusat PP Muhammadiyah Rabu,31 Oktober 2018 yang lalu, Ketua Umum Tandfiziyah PB NU KH Said Agil Siroj mengatakan ada sesuatu yang datangnya dari luar dan membuat umat islam indonesia menjadi radikal dan beringas, menurutnya hal itu bukan jati diri masyarakat Indonesia. Beliau menambahkan, belakangan ini kita rasakan ada sesuatu yang aneh. Ada sesuatu yang asing. Ada sesuatu dari luar ini rasanya, diantara saudara kita jadi beringas, jadi radikal, jadi keras. Sayangnya Beliau tidak merinci apa yang membuat umat islam indonesia menjadi radikal, Beliau hanya menekankan jati diri umat islam indonesia adalah ramah, toleran, santun dan berakhlak.
Dalam pertemuan Silaturrahmi tersebut KH Said Agil Siraj mengaku mendapatkan informasi bahwa ada yang bertekad mendirikan negara islam di Asia Tenggara pada 2024 mendatang. :” Saya baca kalau ngak salah tahun 2024 ada yang merencanakan harus ada Khilafah di Asia Tenggara ini, termasuk Indonesia.” Sayangnya Beliau tidak merinci, namun beliau meyakini bahwa Hizbut Tahrir Indonesia adalah organisasi yang bertujuan membentuk Khilafah. Dia hanya yakin hal itu tidak terjadi lantaran NU dan Muhammadiyah masih ada. Beliau mengatakan kedua organisasi islam itu selalu menjaga yang sudah diwariskan pendiri bangsa sejak dahulu. NU dan Muhammadiyah selalu menjaga empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, tetap menjadi landasan utama indonesia.
Khilafah memang menjadi ancaman serius Pancasila dan UUD 1945 dan harus diantisipasi setiap saat. Untuk itu Pemerintah telah dengan tegas melarang dan membubarkan HTI namun belum disusul dengan langkah-langkah lebih serius. Juru Bicara HTI sebelum dibubarkan masih mengaku Juru Bicara HTI ketika ia memberikan pandangan tentang bendera bertuliskan kalimat tauhid ‘ La Ilaha Illallah’ dibakar ketika peringatan Hari Santri tanggal 22 Oktobet 2018 yang lalu, bahkan kader-kader HTI ditengarahi berpencar dan memperkuat gerakan gerakan demonstrasi pembakaran bendera yang ditengarahi sebagai ” Bendera Tauhid dan Bendera Nabi Muhammad ” itu.
Andi Naja FP Paraga: Mantan Sekjend SBSI