Oleh: Muchtar Pakpahan
Tulisan ini sebagai urun rembug yang dipicu Capres Jokowi dalam debat Capres yang kemudian ditangkap banyak orang bahwa Capres Prabowo penguasa lahan terluas. Berikut saya paparkan masalah ketidakadilan sosial dalam hal distribusi tanah kita.
Dalam rangkaian MayDay 2016 lalu yang bertemakan tuntutan untuk cabut PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, ada satu seminar keadilan sosial yang dikordinir sdr Sunarti Ketua Umum DPP SBSI92 yang bertempat di gedung Juang Menteng.
Pembicara dari buruh adalah Saya dan Sunarti, ada dari Serikat Tani, Komnas HAM Natalius Pigai, dan Mabespolri diwakili Kadiv. Humas.
Berkaitan dengan pembicaraan di medsos tentang tanah, saya memulai dengan ungkapan menohok dari Natalius Pigai. Dia kemukakan, 74% Tanah Indonesia dikuasai oleh 0,2% penduduk. Dan satu di antara penduduk tersebut adalah Sinar Mas memiliki atau menguasai lahan 5 jt Ha. Mereka pengusaha yang terdaftar di bursa efek.
Komnas HAM meminta pemerintah/presiden melakukan tindakan ambil alih dan sebagian dibagikan ke petani miskin.
Di google bisa diunduh bahwa ada 29 taipan sawit yang menguasai lahan hampir seluas setengah dari luas Pulau Jawa. Mereka antara lain: 1. Martua Sitorus. 2. Sinar Mas. 3. Raja Garuda Mas. 4. Batu Kawan Malaysia 5. Salim grup 6. Jardin Matheson Skotlandia, 7. Lim Kak Thay Malaysia, 8. Rokok Ssmpurna, 9. Surya Dumai 10, Provicent Agro, 11. Sandiaga Uno dst. Dalam daftar 29 tersebut belum termasuk Prabowo.
Sedangkan di perkotaan dikuasai beberapa taipan antara lain: 1. Ciputra 2. Agung Podomoro, 3. Sinar Mas 4. Lippo dll.
Kemudian muncul data sebaliknya yaitu waktu ada lokakarya pembangunan berkesinambungan di UI, KPA (konsorsium Pembaruan Agraria) mengemukakan ada 28 jt ber-KTP petani tetapi tidak memiliki lahan. Dan mereka hampir semua Bumi Putera.
Indonedia layak meniru langkah Malaysia yang sedang kembali dikuatkan PM Mahatir memberi jaminan hak Melayu.
Menurut saya ini problem serius yang dihadapi bangsa. Presiden Jokowi tidak mengerjakannya, karena taipan – taipan ini berada di sekeliling Jokowi. Ini pernah dilontarkan Ahok atau BTP. Kelihatannya perjalanan reformasi balik arah, pesimis ada arah keadilan sosial hasil pemilu 2019.
Jokowi melontarkannya tidak dalam rangka visi, tetapi dalam rangka memojokkan lawan. Itu sebabnya selalu saya lontarkan solusinya revolusi, bumi putera Maju merebut hak.
penulis adalah Guru Besar Hukum UKI dan aktivis pembela buruh dan petani sejak 1978.