JAKARTA SBSINews – Pernyataan Surya Paloh kata Arsula Gulton seperti menggedor langit Indonesia yang adem ayem menerima realitas kapitalisme liberal sebagai paham yang terkesan jelas telah mengangkangi Indonesia sekarang. Karena memang ukuran keberhasilan bagi seseorang pun sudah dominan ditakar dengan materi dan birahi kebebasan dalam berkompetisi pada semua hal, tidak kecuali untuk merebut atau mendapatkan kekuasaan.
Sekretaris Wilayah Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (Sekwil DPP SBSI) untuk wilayah Sumatra ini mengaku baru sadar usai diskusi publik di Gedung Biru Jalan Tanah Tinggi Jakarta, 4 September 2019 yang digagas Prof. Dr. Muchtar Pakpahan SH, MA, ternyata target dari Presiden Joko Widodo hendak segera merampungkan revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan itu erat kaitannya dengan rencana memasang karpet merah untuk para investor secara besar – besaran ke Indonesia.
Rencana Joko Widodo untuk memuluskan investasi masuk ke Indonesia itu terekam dalam wawancara berbahasa Inggris dan Indonesia yang dilakukan pewarta dari Malaysia. Dalam dokumen yang berduradi sekitar tiga menit ini jelas rencana merevisi UU No. 13 Tahun 2003 itu dengan rencana untuk memuluskan jalan bagi investor masuk dengan rentangan karpet merah sedang dipersiapkan oleh Presiden dengan membereska batu sandung yang ada di dalam UU Ketenagajerjaan itu terlebih dahulu dengan target paling lambat pada akhir tahun 2019 ini.
Sementara kaum buruh Indonesia yang merasa terancam dengan rencana pemerintah untuk merevisi UU Ketenagakerjaan itu, terus turun ke jalan secara bergelombang di berbagai tempat dan daerah. Kondisi krisis ekonomi yang tengah melantak Indonesia pun bisa memicu kemarahan kaum yang merasa makin diabaikan oleh banyak pihak.
Program Jokowi merentang karvet merah untuk investor ini jelas dengan apa yang juga diresahksn oleh Ketua Partai Nasdem, Surya Paloh. Pemilik stadiun tivi terkenal ini kata Arsula Gultom lantang dan keras mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara Kapitalis Liberal (CNN Indonesia, 14 Agustus 2019). Namun anehnya, para pengelola negara ini malu mengakuinya.
Yang runyam, dari pihak pemerintah sendiri, kata Surya Paloh, selalu mendeklarasikan diri sebagai negara Pancasila lantaran malu-malu kucing untuk mengakui bahwa sistem yang dianut sesungguhnya adalah kapitalis liberal. Kecaman Surya Paloh ini diungkapkan dalam diskusi bertajuk Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, (14 Agustus 2019).
Surya Paloh yang telah berhasil menghantar Jaksa Agung melalui Partai Nasdem, juga khawatir jika tidak lagi bisa dilakukan oleh Parpol, kata Surya Paloh. Karena sekarang tampaknya sudah tergantung pada birahi ” wani puro”. Jadi terserah pada sistem negara kapitalis liberalis ini saja, sergahnya. Karena menurut Surya Paloh sangat jelas terlihat saat ada kompetisi politik dalam negara ini, semua diukukur oleh “wani piro”. Sebab masalah pertama yang pasti ditanyakan saat komprtisi adalah istilah ‘wani piro’. Artinya, soal berapa banyaknya uang yang dimiliki dan mau kita persembahkan kepada yang bersangkutan.
“Yang jelas, saat ini yang berkuasa bukan lagi pengetahuan tetapi uang”, tandas Surya Paloh. Istilah “wani piro” itu sendiri katanya tidak pernah bisa dua paham asal muasslnya, tapi praktiknya yang dia tahu adalah money is power, bukan akhlak, bukan kepribadian, dan juga bukan ilmu pengetahuan. Above all, money is power, kata Surya.
Ketua Umum Partai Nasdem ini juga menggoda para akademisi di Universitas Indonesia dimana dia melontarkan sergahannya yang menohok banyak pihak itu, terutama bagi rezim penguasa di negeri ini yang dikatakannya tidak Pancasilais, tetapi penganut berat paham kapitalis liberal.
Atas dasar itu pula Surya Paloh seakan menonjok para akademisi, tokoh politik dan elit penguasa di Indonesi mengapa hingga saat ini tidak ada satu pun lembaga peneliti, lembaga ilmiah hingga pengamat yang memperhatikan sistem kapitalis liberal yang tengah terjadi di Indonesia sekarang. Sentilan Surya Paloh pada banyak pihak – utamanya para pejabat publik – yang terus menerus bicara soal Pancasila tetapi justru membiarkan negeri ini terpuruk dalam sistem negara kapitalis liberal. Bukan lagi Pancasila, tandasnya.
Upaya Jokowi memuluskan jalan masuk bagi para pemilik duit ke Indonesia, ungkup Arsula Gultom jelas dengan terget merevisi UU Nomor 13 tahun 2003 paling lambat hingga akhir tahun 2019, jelas sangat kapitalistik liberal, karena mengabaikan nasib ribuan nasib Indonesia yang kelak tidak dapat lagi dijamin kepastian hukumnya oleh UU yang hendak direvisi itu.
Sebagai aktivis buruh, Arsula Gultom mengamini pernyataan Surya Paloh yang berani dan menantang itu. Sebab menurut Arsula Gultom, pernyataan Surya Paloh seakan menjawab sikap Jokowi yang ngotot mau merevisi UU Nomor: 13 tahun 2003 dan merentang karpet merah untuk kapitalis menanamkan modalnya di negeri ini. Sementara UU Ketenagakerjaan hendak digunduli guna memuluskan sepak terjang usaha pemiliki duit yang juga cukup paham dengan istilah “wani piro” itu.
“…….eh, you tahu enggak bangsa kita ini adalah bangsa kita ini bangsa yang kapitalis hari ini, you tau enggak bangsa kita ini bangsa yang sangat liberal hari ini,” kata Surya Paloh seperti menyerang dan menantang semua orang untuk menjawab keresahan hatinya itu. (Jacob Ereste)