Oleh: Muchtar Pakpahan.
Kenangan Dengan Jokowi bagian Keempat
SBSI kurang diterima kehadiran Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri, maka faktanya SBSI atau Saya tidak diterima untuk bertemu Hanif Dhakiri, bahkan undangan saya waktu pengukuhan Guru Besar di UKI Hanif tidak hadir. Padahal pidato saya adalah….
Ini saya singgung ada hubungannya dengan judul ini. Saya tidak mengetahui proses lahirnya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor: 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, padahal peraturan ini sebegitu penting sebagai pelaksanaan dari UU no 13 tahun 2003, yang draft aslinya dari 4 RUU menjadi UU no 13 tahun 2003 adalah dari tangan Saya.
Kehadiran PP 78 tahun 2015 yang diundangkan 23 Oktober 2015 ini adalah bagaikan badai yang tiba-tiba datang tanpa diprediksi para ahli geologi, lalu badaipun memporakporandakan pemukiman dan kehidupan.
Pasal 89 ayat (3) UU No. 13 tahun 2003 berbunyi “ upah minimum (baca provinsi) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi ”. Menurut aturan ini adalah sangat penting peranan Serikat Buruh dalam lembaga tripartite khusus pengupahan yang bernama Dewan Pengupahan Provinsi.
Tentu Serikat Buruh yang lebih mengetahui kebutuhan buruh dan Serikat Buruh yang mempunyai hak dan kewajiban membicarakan kebutuhan buruh. Sangat jelas, bahwa karena kehendak reformasi maka lahirlah undang-undang tersebut sebagai perjuangan gigih dari SBSI.
Selanjutnya Pasal 44 ayat 1 dan 2 PP 78 tahun 2015 yang berbunyi ” penetapan upah minimum dihitung dengan menggunakan formula Umn=Umt + {Umt x (inflasit + % PDB)}”. Intinya adalah tidak lagi berpegang pada rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi, melainkan berpegang pada inflasi dan PDB. Artinya, peran dan fungsi Serikat Buruh ditiadakan pada masalah terpenting bagi yakni upah.
Dampak dari pasal ini di lapangan adalah; Pertama: Melemahkan serikat buruh, dengan memangkas salah satu peran penting Serikat Buruh untuk mensejahterakan anggotanya yakni dengan ikut menentukan upah, sedangkan PP 78 tahun 2015 mendisfungsionalisasi serikat buruh di lembaga tripartit pengupahan.
Kedua: Sangat merugikan buruh dan menguntungkan pengusaha. Keberadaan dunia usaha dengan keadaan sekitar dan tahun tertentu dapat diklasiifikasi ke tiga tipe. Tipe A sektor usaha yang keuntungannya sedang tinggi. Umumnya eksportir yang mata uang rupiah sedang melemah seperti sekarang.Tipe B Sektor usaha yang keuntungannya sedang – sedang saja, yang tidak terkait langsung dengan valas seperti transportasi. Tipe C Sektor usaha yang mengalami kerugian , umumnya bahan bakunya diimport yang ada hubungannya dengan mata uang rupiah sedang melemah.
Bila dengan melihat ketiga tipe tersebut, buruh serba dirugikan. Bila perusahaan sedang berada dalam Tipe A, upah yang dibayarkan sama dengan upah di perusahaan dengan Tipe B yang sesuai dengan keputusan Gubernur. Tetapi ketika perusahaan masuk dalam kategori tipe C, pengusaha dapat meminta menangguhkan atau menunda pembayaran sesuai keputusan Gubernur berdasarkan Pasal 90 ayat 2 UU no 13 tahun 2003 tersebut.
Presiden tidak pernah menjelaskan apa latar belakang, apa visinya dan apa yang hendak diraih dengan PP 78 tahun 2015 ini. Tiap tahun May Day, serikat Buruh aksi memprotes kehadiran PP ini.