Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) masih mengkaji dan meneliti dokumen atau berkas pendaftaran Kongres Luar Biasa (KLB) yang diajukan kepengurusan Partai Demokrat (PD) kubu Moeldoko. Kemenkum HAM sempat meminta kubu KLB melengkapi dokumen dan berkas sebelum diputuskan pemerintah.

Kuasa Hukum PD kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Abdul Fickar Hadjar, menganggap tidak sah KLB di Sibolangit sehingga tak berwenang kubu Moeldoko mengajukan pendaftaran ke Kemenkum HAM.

“Karena tindakan KLB-nya itu merupakan brutalitas dalam berdemokrasi sepertinya dilakukan oleh orang-orang di jalan,” katanya saat dihubungi, Rabu (24/3/2021).

Fickar menganggap, jika pendaftaran kepengurusan KLB kubu Moeldoko ini diterima bahkan sampai disahkan pemeritah maka akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan kepartaian.

“Karena sama saja dengan tindakan melegalkan sikap brutal dalam berdemokrasi,” ujar pria yang juga pakar hukum pidana Universitas Trisakti itu.

Lebih jauh, Fickar juga menganggap partai-partai politik yang ada juga tidak setuju dengan tindakan paksa mengambil alih kepemimpinan partai karena yang dirusak itu bukan hanya Partai Demokrat, tetapi dunia kepartaian dan demokrasi pada umumnya.

“Jika Menkum HAM berani mengesahkan, kita tinggal menunggu saja hancurnya partai-partai lain direbut oleh orang yang berduit dengan cara KLB. Mengerikan,” ucapnya.

Adapun, hingga saat ini Kemenkum HAMbelum mengesahkan pengurus Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) kepemimpinan Moeldoko. Jika nantinya Kemenkum HAM ternyata mengesahkan pengurus Partai Demokrat hasil KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, maka itu dinilai merupakan karma bagi keluarga Cikeas terutama SBY.

Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab mengatakan karma itu selalu berlaku, terlebih dalam politik.

“Akumulasi kekecewaan kader Partai Demokrat (PD) yang kemudian melahirkan KLB adalah bentuk karma yang secara langsung dirasakan keluarga Cikeas. Kalau dulu banyak kader yang merasa disingkirkan SBY, dikhianati atau bahkan dijebloskan, tentu menganggap konflik di tubuh PD adalah karma,” ujar Fadhli Harahab.

Fadhli menambahkan, bisa disebut juga hukum sebab akibat sedang berlaku di Partai Demokrat. Meskipun, kata dia, sebab tidak mesti melahirkan akibat yang bersifat pasti dan tunggal.

“Pengesahan KLB adalah karma yang dipelopori oleh kader-kader yang kecewa. Pengesahannya KLB adalah rangkaian dari kekecewaan itu, bisa saja setelah ini berlanjut ke ranah pengadilan atau bahkan muncul peristiwa lainnya, itu rangkaiannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Puisi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjudul Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Terlambat, Tapi Pasti mendapat tandingannya.

Puisi tandingan yang dibuat oleh Divisi Komunikasi Publik Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Bobby Triadi, itu berjudul Renungan Karma Buat SBY. Puisi Bobby itu diunggah di kanal YouTube KOMATKAMIT dan di komat-kamit.id.

“Ku yakin, inilah karma. Karma yang datang tak harus segera. Karma yang datang dengan kepastian. Satu yang harus kau lakukan untuk menyingkirkan karma, meminta maaf dan dimaafkan. datangi mereka-mereka yang kau sakiti dengan brutal,” demikian potongan puisi Bobby Triadi tersebut.

SUMBER : KOMPAS.COM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here