Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan,SH., MA.
Pada tahun 1993, saya menulis disertasi dan kemudian menjadi sebuah buku, dengan judul DPR RI Semasa Orde Baru. Buku saya mempunyai dua kesimpulan:
Terlalu banyak kelemahan-kelemahan yang ada di Undang-undang Dasar yang asli, sehingga tidak memiliki kepastian hukum, tidak demokratis, dan tidak memberikan keadilan sosial.
Dari hasil penelitan saya, Pemerintahan Soeharto melakukan kebijakan yang menyimpang dari Pancasila dan cita-cita Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Walaupun Presiden Soeharto selalu mengatakan, menjalankan Pancasila dan UUD45 secara murni dan konsekwen tapi dia secara murni dan konsekwen juga melakukan penyimpangan dari Pancasila dan UUD45.
Lanjutan dari Disertasi saya, saya menulis buku dengan judul, Potret Negara Indonesia.
Semakin saya detailkan dari Disertasi itu, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada tingkat Undang – undang, dalam Peraturan Pemerintah, dan dalam Kebijakan. Oleh karena itu saya usulkan, supaya ditempuh langkah reformasi agar tidak terjadi revolusi. Apabila terjadi revolusi, Soeharto dapat mengalami konsekwensi seperti Nicolae Ceaușescu atau Ferdinand Marcos.
Karena kedua buku saya itu, pemerintah menjadi anti terhadap saya, dan akhirnya saya dipenjarakan, akibat kata-kata reformasi. Begitu buku itu terbit dan terjadi reformasi, maka UUD45 kita amandemen. Itu adalah bukan pemikiran Liberalis, tapi itu adalah pemikiran Unionis, Sosial Demokrat – Kiri Tengah. Bahwa kemudian pemerintahan di atas undang – undang yang baru tersebut menimbulkan Kapitalis Liberalis, atau kami menyatakan Neo Liberalis, itulah kenyataannya. Itulah problem kita sekarang.
Bangsa Indonesia sampai saat ini belum menemuikan pemimpin yang sungguh-sungguh Pancasilais, yang memperhatikan kehidupan rakyat, dan yang sungguh-sungguh menjalankan cita-cita UUD45, sebagaiman yang digariskan pada alinea ke – 4 Pembukaan UUD45.
Dengan kata lain, Indonesia belum menemukan pemimpin seperti Lee Kuan Yew, Tun Abdul Razak, Kim Dae Jung, atau Lech Wałęnsa.
Berdasarkan pertimbangan di atas, suara yang mengusulkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, berarti akan membuat Indonesia kembali memasuki zaman kegelapan. Artinya, sekali seseorang menjadi Presiden, maka sepanjang waktu yang dia mau, dia akan tetap menjadi Presiden. Karena anggota MPR terdiri dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Utusan Golongan dan Utusan Daerah diatur di dalam Undang-Undang, yang dibuat oleh Presiden yang sedang berkuasa. Dan kemudian, akan diangkatlah Utusan Golongan dan Utusan Daerah yang akan memilih dia kembali sebagai Presiden. Sehingga bahkan sebelum pemilihan Presiden (PEMILU), dia pun sudah menang. (SM)