Sumber Foto: Intisari Online

oleh : Andi Naja FP Paraga

Ketika kita temukan anak kita untuk pertams kalinya berbohong maka selaku orang tua jangan menilai hal tersebut perbuatan sepele melainkan  segera mengupayakan untuk tidak terulang, tentu dengan cara menginsiprasi si anak untuk selalu jujur.

Berikan teguran yang dapat mengkristal dalam jiwanya bahwa berkata yang benar itu adalah perbuatan yang paling disukai oleh Tuhan dan oleh manusia, sedangkan berkata bohong itu perbuatan yang  tidak disukai Tuhan dan manusia serta sangat berbahaya. Jadikan kebohongan pertama anak menjadi persoalan serius yang harus diperhatikan orang tuanya.

Mengapa harus khawatir ?

Kebohonan pertama akan disusul dengan kebohongan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya karena kebohongan pertama butuh dukungan kebohongan kedua, butuh pembelaan dengan kebohongan ketiga bahkan sangat membutuhkan penegakan dengan kebohongan keempat dan kebohongan-kebohongan selanjutnya.

Namun kebohongan-kebohongan kedua dan selanjutnya ibarat memasok garam ke laut.Semua pasti tak berguna dan sia-sia karena hingga kapanpun kebohongan tidak akan berubah jadi kebenaran. Jika itu terjadi pada anak kita hingga kebohongan menjadi kepribadiannya maka itulah kesalahan fatal kita selaku orang tuanya.

Pengakuan kebohongan seseorang tidak mungkin mengembalikan kehidupan yang sudah dirusak oleh kebohongannya, apalagi kebohongan itu menjadi pemicu keriuhan ditengah masyarakat. Lebih celaka lagi orang yang menerima kondisi kebohongan itu menganggap si pembohong itu orang baik, semua yang dibicarakan tidak perlu dipastikan benar atau tidaknya.

Jadilah kebohongan itu berpindah dari seorang tokoh ke tokoh yang lain, dari komunitas satu kepada komunitas lain yang pada akhirnya semua ikut melakukan pembohongan. Media ikut berbohonh karena menyebarkan berita bohong, masyarakat pun membagikan berita bohong dari media kepada masyarakat lainnya seolah kebohongan itu adalah kebenaran.

Sikap reaktif terhadap berita bohong dari orang yang dianggap benar membuat seseorang menjadi reaksioner. Sikap reaktif sesungguhnya dipicu oleh rendahnya  kemampuan mengelola emosi sehingga gagal pula mengelola informasi yang diperoleh dari hasil kerja indrawi atau penginderaan. Proses pengindraan yang ada dalam kendali emosi hanya berfungsi sebatas menangkap bahan keterangan yang menjadi informasi awal untuk langsung digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk bertindak.

Inilah yang mendorong orang menjadi reaksioner dan bersikap reaktif seperti yang dipertontonkan oleh bebetapa tokoh belakangan ini. Seorang yang reaksioner yang reaktif emosinya seringkali dengan mudah dikendalikan hal-hal yang bersifat indrawi sehingga mudah pula untuk dimanipulasi kesadarannya oleh berbagai ilusi yang sengaja diciptakan untuk mengaburkan realita yang sesungguhnya.

Disitulah letak perbedaan sikap reaktif dan responsif. Sikap responsif muncul karena suatu kesadaran yang obyektif ,logis, realistis dan rasional tanpa diganggu oleh permainan emosi sehingga dengan jernih mampu mengelola informasi yang diperolehnya. Sikap responsif tidak hanya didasari oleh kemampuan penginderaan untuk memperoleh bahan keterangan berupa berbagai informasi, tetapi juga mampu diproses melalui tahapan – tahapan sesuai prosedur yang telah teruji sehingga menghasilkan pertimbangan alternatif yang direkomendasikan untuk dipilih sebagai keputusan final.

Maka berhati hatilah dengan kebohongan pertama yang sangat mungkin tetjadi pada keluarga yang kita cintai. Kebohongan itu bisa datang dari anak, istri bahkan suami. Jika kebohongan datang dari anak harus segera direspon dengan memberikan berita yang benar. Lingkungan disekitar anak apakah lingkungan teman sepermainannya berpotensi menjadi tempat teredarnya informasi atau berita bohong sementara anak – anak tidak mampu mencernah apalagi membedakan berita itu benar atau bohong (04/09/18)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here