Oleh; Muchtar B. Pakpahan, SH., MA.

JAKARTA SBSINews – Terlebih dahulu saya perkenalkan secara singkat tentang saya, supaya tidak ada lagi yang bertanya. saya lahir 21 Desember 1953 di desa Bahjambi, kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumut. Nikah dengan Rosintan Marpaung. Saya S1 Hukum USU 1981, S2 FISIP UI 1989. dan S3 Hukum UI 1993. Professor 2014 dari negara yang ditandatangani Muh. Nuh selaku Menteri Pendidikan Nasional, sekarang Saya Guru Besar Di Universitas 17 Agustus 1945.

Aktif membela buruh dan menegakkan keadilan sejak tahun 1978 hingga sekarang. lebih detail dan lengkap bisa buka goggle.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab reaksi Jokower dan Relawan Jokowi terhadap tulisan – tulisan saya di sbsinews berupa himbauan, bully dan semi ancaman. Dan juga dimaksudkan agar buruh jangan demo 30 April 2020. Walaupun menghadapi berbagai ancaman atau bahaya, buruh jangan takut karena bila buruh diam dan RUU Omnibus Law menjadi UU, hidup buruh (penerima upah swasta) akan semakin menderita.

Saya berkisah dulu. Setelah beberapa kali menyurati Presiden Suharto agar stop upah murah (model perbudakan) berlakukan upah hidup layak sesuai Pasal 27 (2) UUD 1945, Januari 1994 DPP SBSI mengultimatum, buruh akan mogok nasional bila tidak mewujudkan Pasal 27(2) UUD 1945. Reaksi terhadap ultimatum itu dari Suhartois, dari Famili Marga Pakpahan, dari sahabat waktu mahasiswa, dan beberapa teman advokat ada yang menghimbau, mengancam bahkan ada yang mau membunuh Saya agar hentikan mogok nasional, karena Indonesia baru tinggal landas dan baru mendapat gelar Macan Asia, dan dipuji – puja oleh IMF dan Bank Dunia. Bahkan ada dari petinggi istana yang mendekati saya mengaku disuruh Presiden Suharto, menjadi Menteri asal gabungkan SBSI ke SPSI. Bahkan ada Bapauda saya berpangkat Letkol TNI-AD pernah meletakkan pistol di meja dan mengancam menembak Saya bila terus menggganggu pemerintah.

Tetapi setelah Suharto lengser Bapauda Saya itu mengacungkan jempolnya, dan dia bilang Saya adalah anak yang diberkati Tuhan. Presiden Suharto di media pers menjawab, apa yang dituntut oleh Sdr Muchtar Pakpahan, adalah benar, tetapi caranya itu tidak cocok dengan budaya Pancasila.

Beberapa hari kemudian Saya ditangkap Polresta Semarang dan Pangdam Jateng, ditahan satu bulan di Polresta Semarang.
Buruh tetap mogok. Lanjutan dari mogok tersebut demo buruh di Medan dan akibatnya dipenjarakan sebanyak 289 orang. Berhentikah aksi buruh memperjuangkan perbaikan hidupnya? oh tidak. Terus berjuang ahirnya meningkat ke tuntutan revolusi dengan nama reformasi. Suharto lengser.

Sekarang apa masalah dengan RUU Omnibus Law ? Secara umum materi RUU Omnibus Law sekarang dengan ke – 9 klaster bertentangan dengan UUD NRI 1945, dampaknya Indonesia telah dijual ke kapitalis-neolib yang dulu sangat dibenci Sukarno, kelaster ketenagakerjaan membuat masa depan buruh suram (penderitaan), dan dengan Pasal 170 bakal merubuhkan Indonesia.

Oleh karena itu buruh bergerak melawan RUU Omnibus Law. Ada pademi corona, ada kebijakan PSBB menghadapinya. Secara licik pemerintah dengan DPR mau membahasnya diam-diam, dengan ancaman bila demo, akan menggunakan PSBB, menerapkan hukum. Saya yakin jauh lebih kuat dan lebih solid pemerintahan Suharto dibandingkan Pemerintahan Jokowi. Dan menghentikan RUU Omnibus Law ini, menghentikan Indonesia melanggar UUD.

Buruh harus bersatu maju melawan RUU Cipta Kerja (omnibus Law). Solusinya, Saya menghimbau para Jokower dan Relawan Jokowi, ikut memohon kepada Presiden Jokowi, untuk hentikan sementara membahas Omnibus Law agar fokus melawan corona.

Muchtar B. Pakpahan, SH., MA., Ketua Umum DPP (K)SBSI, Guru Besar UTA45.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here