SBSINews – Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan dirinya pernah dihubungi Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu yang kini menjadi tersangka kasus suap di KPU dalam penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
“Dia kontak saya pada 6 Januari (2020), tanya-tanya soal celah hukum supaya bisa mengganti anggota DPR terpilih (dengan) Harun Masiku,” ujar Titi saat dihubungi Tempo hari ini, Jumat, 10 Januari 2020.
Titi menerangkan dia tak memberikan pendapat hukum kepada Agustiani. Tito menilai secara prosedur dan aturan tidak ada celah untuk mengganti anggota DPR yang telah ditetapkan KPU.
Agustiani dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditangkap pada Rabu lalu, 8 Januari 2020, dan menjadi tersangka penerima suap dari Saeful dan Harun Masiku.
Agustiani juga calon legislatif dari PDIP dalam Pemilu 2019 untuk Daerah Pemilihan Jambi.
Adapun tersangka Saeful adalah staf Sekjen PDIP Hasti Kristiyanto. Sedangkan Harun calon legislatif dari PDIP (Dapil Sumsel I) pada Pemilu 2019.
Titi menerangkan bahwa dia mengenal Agustiani sebab mereka pernah aktif di Bawaslu Pusat.
Agustini pernah menjabat Komisioner Bawaslu (2008-2012), sedangkan Titi tergabung dalam tim asistensi Bawaslu pada 2009.
Kasus suap KPU tersebut bermula dari kursi warisan Nazarudin Kiemas, yang meninggal setelah Pemilu 2019, di Dapil Sumsel I.
Adik kandung Taufiq Kiemas, mendiang suami ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, tadi wafat pada 26 Maret 2019.
Meski begitu dia tetap menangguk suara dalam Pemilu 2019 pada 17 April karena fotonya masih terpampang dalam kertas suara. Bahkan, Nazarudin Kiemas mendapatkan suara terbanyak di Dapil Sumsel I.
PDIP ingin suara Nazarudin dilimpahkan kepada Harun sehingga bisa menjadi anggota DPR. Tapi KPU menetapkan Riezky Aprilia yang mendapatkan suara warisan itu sebab menangguk suara tertinggi setelah almarhum Nazarudin Kiemas.
PDIP menggugat ke Mahkamah Agung. Gugatan ini dikabulkan MA pada Juli 2019. Dalam putusannya, MA menetapkan partai menjadi penentu suara pada pergantian antar waktu.
KPU berkeras menetapkan Riezky. Pada 13 September 2019, PDIP mengajukan permohonan fatwa MA.
Partai itu pun mengirimkan surat penetapan caleg ke KPU pada 23 September 2019.
Untuk memuluskan Harun melenggang ke Senayan, kaat KPK, Agustiani turut melobi Wahyu Setiawan.
Agustiani mengirim dokumen dan fatwa MA kepada Wahyu. Wahyu lantas menjawab,” “Siap mainkan.”
Nah, untuk membantu penetapan Harun Masiku oleh KPU, Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta.
Pada Selasa, 7 Januari 2020, berdasarkan hasil rapat Pleno, KPU tetap menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Riezky di DPR.
Menurut Titi, langkah KPU menetapkan Riezky Aprilia sudah tepat. Dia menganggap janggal putusan MA yang memberikan kewenangan kepada partai sebagai penentu suara pada pergantian antarwaktu anggota parlemen.
“Isi putusan bertentangan dengan sistem pemilu proporsional terbuka yang kita anut berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata Titi.
Sebaliknya, Tiiti berpendapat, kalau KPU melaksanakan permintaan PDIP untuk menetapkan Harun, maka akan meruntuhkan sistem pemilu proporsional terbuka. (Tempo.co/DM)