Belum Ada Tersangka, Jaksa Kembali Masih Periksa 5 Saksi di Kasus Korupsi Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi BPJS Ketenagakerjaan

Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) kembali telah memeriksa 5 saksi untuk perkara dugaan korupsi pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pemeriksaan telah dilakukan pada Senin 15 Februari 2021 di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan, kelima saksi yang diperiksa itu adalah MS selaku PIC PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, ACW selaku Direktur PT Ashmore Asset Management, LS selaku Direktur PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PBK selaku Direktur PT BNI Sekuritas, dan RM selaku Dealer Pasar Utang BPJS Ketenagakerjaan.

“Pemeriksaan dilakukan masih dalam rangka mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti,” ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Selasa (16/02/2021).

Sementara itu, buruh sudah mulai geram dengan proses pengusutan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan yang belum jua menetapkan tersangkanya.

Untuk itu, buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar unjuk rasa dua hari berturut-turut.

Pertama adalah aksi di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan pada hari Rabu 17 Februari 2021. Kemudian dilanjutkan ke Kejaksaan Agung pada hari Kamis 18 Februari 2021. Selain aksi lapangan, KSPI juga melakukan aksi virtual di media sosial.

Presiden KPSI Said Iqbal menyampaikan, aksi akan dilakukan selama 2 jam, dari pukul 10.00-12.00 WIB.

Tidak hanya di Jakarta, aksi juga dilakukan serentak di 10 Provinsi lain, seperti Jawa Barat dipusatkan di Bandung, Jawa Tengah dipusatkan di Semarang, Banten dipusatkan di Serang, Jawa Timur dipusatkan di Surabaya, Kalimantan Selatan dipusatkan di Banjarmasin, Kepulauan Riau dipusatkan di Batam, Aceh dipusatkan di Banda Aceh, Makassar, hingga Gorontalo, bertempat di Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan.

“Dalam aksi nanti, kami meminta Kejaksaan Agung untuk terus melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Sekecil apa pun kalau ada temuan, harus dibawa ke persidangan,” kata Said Iqbal.

Menurut Said Iqbal, korupsi itu tidak bisa dimaafkan hanya dengan alasan salah kelola atau risiko bisnis.

“Jangan hentikan penyidikan hanya dengan kalimat ini adalah resiko bisnis,” tegasnya.

Apalagi, kerugian di BPJS Ketenagakerjaan terjadi selama 3 tahun. Ini bukan sekedar salah kelola, karena mana mungkin selama tiga tahun berurut-turut kesalahan dibiarkan?

Untuk itu, KSPI sudah mengirimkan surat ke Kejaksaan Agung agar sungguh-sungguh dalam menangani kasus ini. Surat juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo.

“Kami percaya Presiden Jokowi akan memperhatikan dan mengambil tindakan terhadap indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan,” kata Said Iqbal.

Selain itu, KSPI meminta pihak terkait memanggil para direksi dan lembaga investasi untuk menggali keterangan. Termasuk mencekal para Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk tidak bepergian ke luar negeri.

“Supaya tidak menjadi polemik yang semakin berkepanjangan,” lanjutnya.

Dia mengatakan, ada Rp 500 Triliun dana di BPJS. Dan itu semua harus dipastikan keselamatan dan penggunaannya.

“Kalau disebutkan dana buruh aman, pasti aman. Karena dana yang dikelola BPJS cukup besar. Karena setiap bulan dana buruh masuk. Sehingga kalau ada dugaan korupsi sebesar Rp 20 Triliun memang kecil jika dibandingkan dengan dana BPJS yang mencapai Rp 500 Triliun. Sehingga tidak akan mengganggu keuangan secara keseluruhan,” katanya.

Karena itu, KSPI mendesak, agar keringat buruh dan dana buruh di BPJS Ketenagakerjaan tidak dikorupsi.

“Tetapi yang kita persoalkan adalah adanya potensi kerugian sebesar Rp 20 Triliun di BPJS Ketenagakerjaan. Buruh pasti akan bereaksi, karena ada uang mereka di sana,” pungkasnya.(ANFPP-JRS160221)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here