SBSINews – Sofian Basir dirut PLN dijadikan tersangka. Kasusnya diduga mendapatkan janji komisi dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Bersama Sofian juga kena Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Bayangkan dirut PLN, Anggota DPR, Menteri, dan Pengusaha digelandang ke penjara berjaket orange. Hancurlah mereka.
Mungkin anda semua menduga bahwa kasus ini menyangkut kerugian negara yang besar. Sebetulnya tidak ada uang APBN yang dimakan. Tidak ada uang PLN yang keluar untuk proyek ini. Pembiayaan proyek Listrik ini semua berasal dari Swasta. PLN bahkan dapat saham dalam proyek ini walau tidak setor modal cash ( Share loan). Kalau proyek ini terlaksana maka, akan menambah portfolio PLN dan sumber income serta sumber daya bagi PLN. Kalau perusahaan ini untung, negara akan dapat pajak.
Lantas mengapa ini jadi kasus? karena persaingan bisnis. Pemrakarsa proyek ( Blackgold Natural Resources Limited) berusaha dapatkan izin konsesi pembangun listrik dimulut tambang batubara. Yang inginkan proyek ini bukan hanya Blackgold tetapi ada juga pihak lain yang berminat. Disinilah pertarungan mendapatkan peluang. Lobi kepada DPR tidak bisa dihindari. Karena DPR punya akses kepada BUMN dan Menteri untuk meloloskan pemrakarsa proyek yang didukungannya. Tentu ada uang yang ditebar dan ada pula janji fee. Secara hukum anggota DPR jelas salah. Karena menerima suap. Dirut PLN juga salah, karena dapat janji fee.
Saya tidak mempermasalahkan hukum atas suap dan janji fee. Saya mempermasalahkan mengapa yang jelas merugikan APBN seperti 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak sejak 2007 lalu dengan total mencapai 627,8 Megawatt (MW), sampai sekarang saya belum dengar ada pihak yang kena tangkap KPK karena proyek mangkrak itu. Sehingga tidak ada kerugian negara yang bisa diselamatkan. Sementara proyek yang engga ada uang negara dirugikan, cepat sekali tangkapnya. Apakah karena pesanan dari kompetitor bisnis yang kalah bersaing?
Kalau dibuat daftar lebih panjang. Akan nampak hal yang patut dipertanyakan keseriusan KPK memberantas Korupsi. Ada 18 kasus besar yang digantung engga jelas. Nilainya ratusan triliun kerugian negara. Contoh sederhana kasus kerugian negara terhadap Petral ( Trading arm Pertamina untuk Minyak ). Yang dijadikan tersangka hanya Bambang Irianto, Managing Director Pertamina Energy Service (PES) periode 2009-2013 yang juga mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral). Padahal publik semua tahu bahwa Petral itu dikuasai oleh Mafia Migas yang melibatkan elite politik dan pengusaha rente. Saya yakin dari Bambang Irianto, KPK tidak akan dapat recovery asset atas mega skandal migas yang merugikan negara puluhan triliun. Karena Bambang Irianto hanya boneka dan bukan real player yang kaya raya dari adanya Petral.
Sepertinya sama dengan kasus Nazaruddin yang mengangkangi begitu banyak proyek dan menguntungkan banyak pihak tetapi Nazaruddin hanya kena kasus Wisma Atlet. Tidak banyak uang negara yang bisa diselamatkan dari kasus Nazaruddin itu. Begitu juga kasus pelanggaran Freeport sesuai laporan pemeriksaan BPK nomor 6/LHP/XVII/2017 tanggal 21 April 2017 periode 2009-2015. KPK tidak bergerak. Padahal kerugian negara sangat besar. Menurut KPK kasus besar itu tidak gampang mengusutnya. Yang gampang itu duduk santai depan komputer sadap orang telp, kemudian tangkap. Panggil media TV untuk meliput. Citra didapat, pahlawan kebenaran disematkan.
(EJB/ANFPP)