Tiga generasi: Muchtar Pakpahan, Binsar Pakpahan, Reinhold Pakpahan

Pdt. Dr. Binsar Pakpahan, Putra Muchtar Pakpahan yang mengisahkan anaknya Reinhold.

Please read carefully, sadar kesehatan mata anak bukan melulu soal gadget…

Kamis 2/82018 seperti halnya hari – hari sebelumnya,  di mana Saya bermain dengan anak  Reinhold di rumah Kami, entah entah mengapa siang itu saya ingin bermain menebak huruf dan judul buku. Saya mengajaknya berdiri dari jarak 2,5 meter dan membaca judul. Jantung saya berdegup kencang ketika dia bilang, “I can’t see ayah, the letters are too small,” sementara saya berdiri di belakangnya dan dapat membaca judul tersebut dengan jelas. “Please try saying,” saya bilang kepadanya.

Dia kemudian maju ke depan kira-kira satu meter, setelah itu dia baru bisa membaca huruf tersebut.

Saya mencoba dengan tulisan lain, mungkin font tulisan itu agak sulit dibaca. Hasilnya sama, Reinhold tidak dapat membaca dari jarak tertentu. Seketika itu juga air mata Saya keluar tak dapat kubendung.

Banyak hal berputar dalam pikiran saya, yang paling utama, ini adalah salah Saya yang membiarkannya menonton tablet.

Reinhold senang menonton tablet, tapi kami membatasi apa yang bisa dia tonton dan kapan waktu menontonnya. Karena kami tidak menggunakan nanny atau asisten rumah tangga full time. Kadang-kadang Saya membiarkannya menonton ketika Saya sedang bekerja, meski setiap setengah jam Saya selalu memberinya waktu untuk  break atau Saya minta dia untuk bermain yang lain. Tetapi tetap saja Saya merasa apakah mungkin Saya tidak melakukan pengawasan yang cukup, sehingga  Saya merasa bahwa Saya telah merusak mata anak Saya. sementara Saya sendiri sampai saat ini belum menggunakan kacamata. Saya kembali teringat mengenai materi “pengaruh gadget pada anak” yang Saya sampaikan empat hari sebelumnya di salah satu gereja. Ternyata Saya hanya bisa bicara tapi tidak bisa menerapkannya pada anak sendiri. Tak terasa sekarang Saya sudah menangis. “Ampuni Saya Tuhan,” doa Saya dalam hati.

Ketika melihat Saya menangis, Reinhold berkata, “I’m sorry I cannot see the letters ayah, it’s my fault.”

“No sayang, it’s not your fault. It’s ayah’s fault. Maybe I’ve let you watched the tablet too much.” Saya peluk dia dan dia memeluk saya. Setelah itu, kami berdua tertidur.

Saya kemudian melaporkan hal ini kepada mamanya yang sedang dinas ke luar kota. Kami mengatur waktu agar Jumat siang kami bisa membawa Reinhold untuk diperiksa di Jakarta Eye Center. Mamanya masih berkata, “Kamu sih membuka password tablet makanya dia sekarang suka menonton sendiri.”

Memang dalam dua bulan terakhir, Reinhold memang suka sekali merekam video dirinya sendiri sambil menyanyi atau menggerakkan tangannya di depan kamera kemudian menontonnya sendiri.

Kembali Saya merasa bersalah karena Saya pikir mungkin ruang tengah di rumah kurang terang sehingga mata Reinhold tidak mendapatkan cahaya yang cukup. Saya merasa betul-betul sedih pada hari itu. Kemudian malamnya kami pergi membeli wortel untuk dijuce dan diminum. Saya sendiri sering diberi jus wortel waktu kecil, mungkin itu juga alasan mengapa Saya belum memakai kacamata. Dalam hati Saya, juice wortel ini mungkin sudah terlambat Saya berikan.

Keesokan harinya, Saya mengantar Reinhold ke sekolah. Pagi itu dia masih mengatakan “I’m sorry ayah,” mungkin karena dia belum pernah melihat Saya menangis. Saya kembali memeluk dia, “No Reinhold, it’s not your fault, don’t worry ya, we will go to the doctor to check your eyes.” Reinhold sempat menolak karena pengalaman buruknya ketika ditangani dokter. Ada dua bagian di wajah Reinhold yang sudah dijahit dalam dua peristiwa yang berbeda karena benturan disaat jatuh. Karena itu, dia sering menolak untuk pergi ke dokter, meski untuk pemeriksaan biaya atau imunisasi biasa. seolah dia mengerti bahwa penting baginya untuk pergi ke dokter, akhirnya dia menerima ajakan Saya.

Reinhold dijemput oleh ompung borunya (oma) dari sekolah, mamanya tiba dari luar kota, dan Saya tiba dari pelayanan di sebuah kantor di Jakarta. Kami bertemu di rumah dan bersiap-siap ke rumah sakit. Saya belum memberitahu ompungnya mengenai apa yang terjadi sehari sebelumnya. Saya ajak ompungnya untuk ikut ke Jakarta (JEC) sambil menjelaskan mengenai mata Reinhold. Mama Saya langsung ikut sedih dan berharap semoga Saya salah menyimpulkan mengenai mata Reinhold.

Di JEC Reinhold diperiksa dua kali. Pertama dengan laser, lalu dia diminta melihat huruf dan angka oleh pemeriksaan awal. Lalu di ruang dokter dia diperiksa lagi menggunakan metode yang sama. Pemeriksaan pertama, sang petugas menulis silinder 3. Saya dan mama Reinhold saling lihat tak bersuara. Pemeriksaan kedua dengan membaca huruf dan angka, hasilnya silinder 1,5 dan silinder 2.

Ketika bertemu dokter, pemeriksaan akhir menyatakan mata Reinhold silinder 3 untuk kiri dan silinder 3,5 untuk mata kanan Astigmatisasi. Kami sangat terkejut, tidak ada kata yang bisa menjelaskan keterkejutan kami. Mama Reinhold juga memiliki silinder 1, tetapi tidak sebanyak Reinhold.

Sang dokter dengan baik dan ramah menjelaskan bahwa kondisi Reinhold ternyata adalah bawaan sejak lahir dan tidak ada yang bisa kami lakukan untuk mencegahnya. Kami beruntung bahwa kami bisa dengan cepat mengetahui keadaannya, sehingga Reinhold bisa segera ditangani. Kondisi mata Reinhold membuat dia tidak bisa melihat dengan jelas (pandangan mata kabur seperti melihat 3D di bioskop tanpa kacamata), suka pusing jika terlalu terang, dan akibatnya dia akan malas membaca atau belajar jika tidak ditangani Reinhold harus menggunakan kacamata. Bersambung …….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here