SBSINews – Kelompok separatis the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengklaim telah menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang untuk menuntut referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Ketua Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet.

“Hari ini adalah hari bersejarah bagi saya dan rakyat saya. Saya telah menyerahkan apa yang saya anggap sebagai tulang rangka rakyat Papua Barat, karena telah banyak orang yang mati terbunuh,” ucap Pemimpin ULMWP, Benny Wenda, di Genewa, Swiss, seperti dikutip Reuters pada Senin (28/1).

Benny mengatakan bahwa di bawah pemerintahan Indonesia, warga Papua tak memiliki kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul.

Dia menganggap satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan itu adalah melalui petisi ini yang ditandatangani oleh hampir tiga perempat orang dari total 2,5 juta rakyat Papua.

“(Petisi) ini beratnya 40 kilogram, seperti buku terbesar di dunia,” kata Benny.

Dalam pertemuannya dengan Bachelet, WNI yang tengah mengasingkan diri di Inggris itu juga mengatakan keduanya sempat membicarakan situasi di wilayah Nduga, ketika 11 orang tewas saat melarikan diri dari TNI beberapa waktu lalu.

Benny juga mengklaim setidaknya 22 ribu rakyat Papua terlantar.

Sementara itu, juru bicara komando militer di Provinsi Papua, Mohammad Aidi, membantah tuduhan Benny yang dianggap tidak berdasar.

“Dia (Benny) tidak dapat menunjukkan bukti dari apa yang telah ia tuduhkan terhadap pemerintah Indonesia dan militer. Justru, Gerakan Pembebasan Papua (OPM) lah yang telah membunuh rakyat-rakyat sipil tidak bersalah,” ucap Aidi.

Sejak saat itu, militer terus mengerahkan operasi penangkapan para anggota KKB. Namun, Gubernur Papua, Lukas Enembe, meminta pemerintah menarik mundur pasukan TNI dan Polri dari Nduga karena operasi militer membuat penduduk trauma.

Meski begitu, militer menolak permintaan pemerintah daerah tersebut dengan terus menggencarkan perburuan ke wilayah-wilayah pedalaman di kabupaten itu hingga hutan-hutan di dekat perbatasan dengan Papua Nugini.

Menanggapi hal ini Muchtar Pakpahan yang sedang berobat di Penang menyampaikan bahwa Dia sudah sering mengingatkan pemerintah agar tidak melakukan pedekatan keamanan (stop security approach) tetapi pemerintah harus menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Papua (human and welfare approach)

Sumber: CNNIndonesia. co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here