SBSINews — Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) bersepakat merumuskan ulang sistem manajemen sumber daya manusia aparatur sipil negara (ASN). Manajemen ASN akan disesuaikan dengan tatanan kenormalan baru.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengaku, salah satu hal yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan formasi kebutuhan kompetensi ASN. Ini mengacu catatan BKN, kelompok produktif dalam masa work from home menjadi berlebihan atau overload sehingga harus mengerjakan pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan kelompok yang tidak produktif.

“Jadi, kita kelebihan banyak tenaga yang tidak diperlukan, tapi kekurangan tenaga yang dibutuhkan. Too many, but not enough. Perlu perubahan drastis dalam format kebutuhan kompetensi untuk rekrutmen ke depan,” ujar Tjahjo melalui pesan singkatnya, Jumat (19/6).

Kita kelebihan banyak tenaga yang tidak diperlukan, tapi kekurangan tenaga yang dibutuhkan.

Tjahjo juga menilai perlunya strategi untuk mengurangi ASN yang tidak produktif secara bermartabat. Ia menerangkan, jika komposisi dan kompetensi sudah akurat dan jumlah total ASN sudah tepat, remunerasinya juga akan bisa meningkat signifikan. Saat ini, sistem rekrutmen ASN sudah menggunakan sistem digital sampai pada tatanan baru pemerintahan sekarang dan masa depan.

Ia meyakini, dengan sistem rekruitmen secara terbuka dan profesional, pemerintah akan mendapatkan SDM terpilih yang merupakan ‘Smart ASN’. Yakni meliputi integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai IT dan bahasa asing, serta berjiwa hospitality, entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas. Tjahjo melanjutkan, Smart ASN yang tidak gagap teknologi atau gaptek akan menggiring sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi 4.0 yang beriringan dengan revolusi industri 4.0.

Dengan demikian, semua jenis layanan publik akan berbasis digital dan terintegrasi. Menpan-RB menjelaskan, digitalisasi birokrasi tak bisa disanggah. Sebab, Indonesia saat ini berada di peringkat ke-77 dari 119 negara dalam Global Talent Competitiveness Index, dengan nilai 38,04. BKN berharap pemerintah mencarikan solusi untuk mengatasi kelebihan pegawai ASN yang tidak dibutuhkan saat ini.

Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja sama BKN Paryono mengakui, adanya pandemi Covid-19 memang menyebabkan terjadinya perubahan terhadap pegawai yang dibutuhkan. Ia menerangkan, kondisi pandemi membuat kuantitas pegawai menjadi tidak diperlukan saat ini.

“Ini yang perlu dicarikan solusi oleh pemerintah jika memang terjadi kelebihan pegawai yang tidak memiliki kompetensi diperlukan. Mungkin bisa dialihkan ke jabatan lain agar lebih optimal,” ujar Paryono melalui pesan singkatnya, Jumat (19/6).

Ia menilai, saat ini bisa diawali dengan tiap instansi menghitung kebutuhan pegawai dengan analisis beban kerja, bukan jumlah pegawai yang ada. Dengan begitu, nantinya diketahui kebutuhan pegawai seperti apa yang dibutuhkan, berikut jumlahnya. “Prediksi awal kami, dengan adanya Pandemi Covid-19 dan cara kerja yang berubah ini terjadi perubahan terhadap pegawai yang dibutuhkan,” kata Paryono.

Pengurangan

Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) menunggu penjelasan detail pemerintah terkait wacana pengurangan ASN yang tidak diperlukan dengan cara bermartabat. Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Zudan Arif Fakrullah mengatakan, yang terpenting kebijakan tersebut harus melalui kajian dan simulasi matang dan diumumkan secara terbuka.

Zudan menilai, pengurangan ASN dengan cara bermartabat itu bisa saja dengan memberi penawaran kompensasi pemberhentian bagi ASN yang dinilai tidak diperlukan. “Apakah bermartabat diberi uang saku berapa gitu, berapa puluh kali dari penghasilan atau berapa puluh kali dari tunjangan kinerja, ditawarkan saja. Silakan pemerintah menawarkan siapa yang mau berhenti sebagai ASN dapat tunjangan sekian,” ujar Zudan.

Namun, Zudan menyarankan opsi pengurangan menjadi pilihan terakhir setelah lembaga mengoptimalkan ASN yang tidak produktif. Lembaga sebaiknya lebih dahulu melakukan pemetaan terhadap kebutuhan dan potensi ASN di lingkungannya. Karena, kata Zudan, bisa jadi ASN yang tidak diperlukan bisa saja masih bisa dioptimalkan pada jenis pekerjaan lain.

“Jangan sampai kita salah menilai, dia kemampuannya terbang, tapi dia disuruh berenang, pasti dia dianggap tidak akan mampu,” ujar Zudan.

Ia mencontohkan, ASN yang tidak memiliki kemampuan teknologi bisa saja diberikan pembinaan atau ditempatkan di lingkungan kerja lain, yang masih luas. “Kalau hanya sekadar memotong, memberhentikan itu mudah, tapi ini kan nasib orang. Kecuali kalau sudah tidak bisa dioptimalkan, ya berhentikan,” ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri itu. (Republika.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here