Kuping Presiden Jokowi lebih peka mendengar saran elit pengusaha ketika harus memutuskan penanganan Covid-19. Penetapan PPKM Darurat, alih-alih lockdown sesuai dengan UU Kekarantinaan Kesehatan, dilakukan setelah ia mendengar saran Rosan Roeslani.

Pembicaraan penentuan kebijakan penanganan Covid-19 dilakukan setelah Presiden Jokowi menggelar pertemuan melalui Zoom dengan asosiasi pelaku bisnis di Indonesia pada 30 Juni 2020. Rosan Roeslani angkat bicara, lockdown akan akan menghambat pemulihan ekonomi dan memaksa PHK besar-besaran.

Kala itu Rosan masih duduk sebagai perwakilan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

Di hari yang sama, para menteri dan pejabat kesehatan mengunjungi Istana Kepresidenan memberikan

peringatan lonjakan kasus Covid-19. Pemerintah harus melakukan pencegahan dengan memberlakukan pembatasan. Saran lockdown pun dikesampingkan.

Angka penularan Covid-19 pada 29 Juni mulai merangkak naik, yakni 20.467 kasus. Hari berikutnya penularan menjadi 21.807 kasus. Hari-hari berikutnya kasus penularan harian terus berada di atas 20 ribu bahkan mencapai 50 ribu.

Bloomberg.com menuliskan proses lobi pengusaha ke Jokowi ini. Sumber Bloomberg menyebutkan asosiasi bisnis menolak rekomendasi menteri dan pejabat kesehatan. Hingga pada 1 Juli 2021, presiden mengumumkan penanganan sebatas PPKM Darurat dan menghindari lockdown.

Hingga berita ini diturunkan Rosan Roeslani yang tengah menjalani pemeriksaan untuk menjadi calon duta besar Amerika Serikat, belum menanggapi dan menjawab panggilan dari tim hakasasi.id.

Namun pembatasan ini harus mengecap kegagalan mengerem tingkat penularan Covid-19 di Indonesia. Lonjakan angka kasus dan kematian yang berlipat ganda sejak pertengahan Juni 2021.

Situasi COVID 22 Juli 2021

Pada 29 Juni 2021, Palang Merah Indonesia mengeluarkan seruan darurat dan melaporkan bahwa salah satu rumah sakit milik mereka “kebanjiran” pasien kasus varian Delta. Varian baru ini membuat Indonesia berada di puncak pandemi yang mungkin berujung malapetaka.

Kasus kenaikan yang tinggi diduga berasal dari dua peristiwa yang terjadi, yaitu menyebarnya varian baru virus delta yang berasal dari India dan momen idul fitri atau mudik lebaran. Hingga 22 Juli 2021, kasus terkonfirmasi Covid di Indonesia terus naik dengan jumlah kasus aktif sebanyak 2.983.830.

Setelah pengumuman Presiden di awal Juli, Indonesia langsung menjadi pusat virus baru di Asia. Infeksi harian meningkat lebih dari dua kali lipat melampaui kasus Covid-19 varian delta di India. Laporan WHO mengatakan, saat ini Indonesia melaporkan angka kematian yang melebihi negara lain di dunia.

Indonesia tengah bersiap untuk menghadapi hal paling buruk. Saat ini rumah sakit semakin kewalahan, banyak pasien yang terpaksa ditolak dan hanya 7,81 persen dari 270 juta jiwa penduduk yang telah divaksinasi penuh.

Presiden Jokowi saat ini berada di dua pilihan: tetap memberlakukan pembatasan aktivitas atau melakukan pelonggaran kebijakan demi melindungi mata pencaharian jutaan orang penduduknya.

Kebijakan Indonesia saat ini tidak diambil melalui pertimbangan berdasarkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat tetapi lebih kepada kelangsungan ekonomi, dan kebijakan ini berasal dari orang-orang di sekitar Presiden. Banyak di antara mereka yang memiliki bisnis atau tengah terikat dengan bisnis.

Semua kebijakan seakan mengabaikan Peraturan Perundang-Undangan No. 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan “Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.”

Dalam situasi pandemi yang telah berlangsung lebih dari 1 tahun dan kasus kematian penduduk yang mencapai  73.582 kasus, pemerintah dinilai belum melakukan pemerataan karantina mandiri (lockdown) dan penanggulangan yang maksimal.

Manager Program Lokataru, Mirza Fahmi mengatakan jika sejak awal pandemi Indonesia tidak sungguh-sungguh dalam membuat kebijakan dan terus mendengarkan pendapat dari instansi lain seperti KADIN.

Padahal satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh negara adalah fokus melakukan lockdown dan menghentikan beberapa proyek pembangunan juga pariwisata untuk fokus ke dalam sektor kesehatan.

“Bukan cuma Indonesia yang mengalami hal ini, ada beberapa negara lain yang mengalami hal serupa. Tetapi mereka akhirnya membuat skala prioritas dan akhirnya berangsur-angsur pulih. Mereka sadar, tidak akan ada aktivitas dan perubahan ekonomi jika kasus kematian terus meningkat.” tutup dia

 

SUMBER : HAK ASASI.ID

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here