Oleh: Muchtar Pakpahan

Headline Harian Kompas Sabtu (20/10) memuat liputan empat tahun pemerintahan Jokowi-Jk. Empat tahun pemerintahan Joko Widodo menjadikan pembangunan optimisme, kepercayaan dan daya saing masyarakat sebagai fokus utama. Akan dilanjutkan satu tahun lagi.

Indonesia tetap masuk perebutan kepentingan idiologi kapitalis/neolib/pasar vs sosialis/welfarestate. Saat ini kembali kapitalis/neolib yang diageni IMF dan WB memenangkan Indonesia seperti tahun 1967 tetapi dengan cara yang berbeda.

Saya mau memberi respon terhadap hal ini. Serikat Buruh dan Masyarakat buruh mengalami pesimisme atau tidak optimisme karena kehadiran PP 78 tahun 2015 dan ketiadaan komitmen menegakkan hukum perburuhan.

PP 78 mengamputasi satu kaki serikat buruh dan pengusaha amat sering melakukan union busting dengan melakukan PHK pengurus serikat tanpa ada usaha menegakkan pasal 43 jo 28 UU no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/serikat buruh.

Angka kemunduran yang dialami serikat buruh? Sanagat Fantastis. Selama pemerintahan Jokowi-Jk serikat buruh berkurang dari 4,3 jt menjadi 2,7 jt dan jumlah serikat buruh di tingkat perusahaan dari 14.000 menjadi 7000. Kenaikan upah dibatasi hanya pada angka inflasi.

Presiden Joko Widodo tidak pernah perduli atas keadaan ini atau mungkin itu bagian optimismenya. Tapi tanpa eksistensi Serikat Buruh, ketidakadilan dan penindasan terhadap buruh akan terjadi dimana-mana.

Saya selalu mengharapkan ada orang yang menyampaikan ini kepada presiden Joko Widodo. Sesungguhnya di pemerintahan Joko Widodo buruh mengalami kemunduran mutu kemanusiaan.

Mudah-mudahan ada yang menyampaikan, dan mudah-mudahan prediden Joko Widodo mendengarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here