Debat Soal Energi, Pangan dan Infrastruktur
Oleh: Natalius Pigai
Barangkali Debat ke-2 Pilpres kali ini menjadi momentum penting agar Joko Widodo harus meyakinkan kepada rakyat Indonesia bahwa janji-jani yang pernah diucapkan telah dilaksanakan.
Khususnya janji – janji penting terkait debat hari ini seperti: 1. Pembangunan listrik 35 ribu MW. 2. Komitmen Tidak Import Pangan dan membuka lahan. 3. Dan Sekelumit problematika tentang Infrastruktur.
Rakyat sebenarnya mengharapkan Pak Joko Widodo harus sampaikan seberapa jauh realisasi janji pengembangan listrik 35 Ribu MW, Tarif Dasar Listrik yang tinggi dan mencekik leher rakyat khususnya emak-emak di rumah tangga yang tiap bulan emak-emak menjerit.
Demikian pula pembangunan instrastruktur yang terbengkalai, membebani rakyat dan membebani anggaran negara karena dibangun dengan utang luar negeri.
Contoh nyata terkait pembangunan LRT di Palembang yang dibangun dengan nilai 10 T melalui utang luar negeri. Setelah selesai, saat ini ternyata pendapatan dari LRT Perbulan hanya 1 miliar, sedangkan biaya operasional tiap bulan mencapai 10 miliar.
Jadi mulai saat ini bukannya untung tetapi justru pemerintah subsidi ke pihak LRT 9 miliar. Apalagi subsidinya membebani APBD Sumsel yang hanya 10 T. Dilihat dari asas utilitas maka pembangunan Infrastruktur yang dibangun oleh Joko Widodo baik jalan Toll maupun LRT dan MRT bersifat berbayar sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat kecil, sehingga lebih cenderung demi kepentingan sekelompok oligarki ekonomi.
Persoalan paling serius dan krusial yang gagal dari Joko Widodo adalah Soal Pangan. Pada tahun 2014, Janji Joko Widodo untuk tidak akan Impor beras, jagung, kedelei, gula dan garam tetapi ternyata berbohong dan Impor lebih menguntungkan negara lain atau petani dari negara lain dibandingkan petani sendiri.
Pengakuan Joko Widodo pada debat pertama bahwa dirinya sebagai pengambil keputusan atas Impor adalah contoh nyata Joko Widodo kejam kepada rakyat Indonesia. Soal pangan Joko Widodo juga belum punya prospek keberlanjutan pangan pada masa yang akan datang, apalagi belum terlaksananya janji untuk membuka 5 juta Ha tanah di Luar Jawa , ternyata juga adalah bohong. Apalagi saat ini ancaman serius dengan adanya penyusutan lahan di pulau Jawa dari 7’juta (50%) Ha lahan pangan dari 15 juta Ha di Indonesia, tiap tahun mengalami penyusutan sebesar 200 Ribu Ha.
Akibatnya, tahun 2018, FAO memberi nilai Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki indek keberlanjutan pangan terburuk (food Sustainability indeks). Oleh karena itu malam ini jangan berharap banyak kepada Joko Widodo.
Rakyat Indonesia justru menaruh perhatian kepada Prabowo Subianto untuk memastikan adanya jaminan komitmen kuat untuk memperbaiki terpenuhinya kebutuhan atas pangan, energi dan Infrastuktur serta melestarikan lingkungan dan menjaga ekosistem dari ancaman perubahan iklim (climat change).
(Natalius Pigai, Kritikus dan Aktivis)