Catatan Siang
Ketika kemarin (jumat, 8/2/19) saya menyampaikan materi tentang jaminan sosial di Kabupaten Siak, Riau dan berkesempatan bertanya kepada seorang PNS daerah termasuk para mediator di sana tentang Program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKm (Jaminan Kematian) yang dikelola PT. Taspen, ternyata masih banyak peserta seminar dari unsur PNS yang belum tahu kalau PNS itu sudah mendapatkan program JKK JKm dari PT. Taspen.
Ketidaktahuan mereka karena mereka belum mendapatkan kartu JKK JKm dari PT. Taspen. Untunglah ada seorang PNS yang sudah dapat kartu tersebut sehingga Saya dapat menunjukkan contoh kartu JKK JKm bagi PNS dari PT. Taspen.
Lalu ketika Saya tanya lagi, jadi kalau selama ini ada PNS yang mengalami kecelakaan kerja siapa yang mengobati si PNS tersebut ? Dijawab dgn polos oleh PNS tersebut, ya BPJS Kesehatan Pak.
Kejadian ini bukan baru kali ini saja saya temui. Dari pengalaman saya mengunjungi beberapa kabupaten kota, ketika menghadiri acara tentang jaminan sosial dan bertemu dengan PNS, kerap kali Saya bertanya tentang program JKK JKm bagi PNS yang diselenggarakan PT. Taspen. Hasilnya tidak berbeda dengan kejadian di Siak kemarin.
Hhhmmmmm…….sejak hadirnya PP No. 70 tahun 2015 yg menunjuk PT. Taspen utuk mengelola JKK JKm bagi PNS, hingga saat ini atau hampir 4 tahun, ternyata PT. Taspen belum serius mengelola program JKK JKm bagi PNS.
Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya PNS yang belum memiliki kartu JKK JKm dari Taspen, yang berakibat masih banyaknya PNS yang belum tahu kalau mereka memiliki JKK JKm.
Ketidakseriusan PT. Taspen ini juga berkontribusi pada defisit pembiayaan program JKN yang semakin besar. Faktanya PNS hanya mengetahui kalau mereka sakit termasuk akibat kecelakaan kerja maka yang menjamin pengobatan mereka adalah BPJS Kesehatan.
PT. Taspen yang menerima iuran JKK tapi BPJS Kesehatan yang membiayai ketika PNS mengalami kecelakaan kerja. Ini ketidakadilan bagi BPJS Kesehatan yang dilakukan PT. Taspen.
PP No. 49 Tahun 2018 sudah terbit. PP tersebut mengatur penjaminan program JKK JKm bagi PPPK (Pegawai Pemerintah dgn Perjanjian Kerja) dan non ASN lainnya (seperti honorer) ke PT. Taspen.
Kehadiran PP No. 49 yang menyerahkan pengelolaan JKK JKm bagi PPPK kepada PT. Taspen adalah tidak tepat.
Kenapa tidak tepat ? karena UU ASN menyatakan bahwa pengelolaan JKK JKm dan JHT bagi PPPK berdasarkan SJSN. Demikian juga Pasal 50 PP No. 49 ini pun menyatakan pengelolaan JKK JKm dan JHT bagi PPPK berdasarkan SJSN.
Kalau dinyatakan penyelenggaraan JKK JKm dan JHT berdasarkan SJSN maka seharusnya penyelenggaraan tersebut harus mengacu pada UU No. 40 tahun 2004 yang memiliki 9 prinsip jaminan sosial yang salah satunya menyatakan pengelolanya adalah lembaga Nirlaba, seperti BPJS Ketenagakerjaan.
Faktanya PT. Taspen adalah perseroan terbatas yang mencari keuntungan. Ini sudah tidak sesuai prinsip SJSN.
Lalu di salah satu prinsip lainnnya dinyatakan bahwa hasil investasi dikembalikan untuk kesejahteraan peserta. Nah kalau hasil investasi di PT. Taspen digunakan untuk deviden dan tantiem direksi. Ini juga sudah tidak sesuai prinsip SJSN.
Kemudian prinsip gotong royong tidah terjadi di program JKK JKm kerena pengelolaan JKK JKm bagi PNS diserahkan ke PT. Taspen. Kalau seluruh ASN (PNS dan PPPK) dan pekerja swasta dan seluruh rakyat bergotongroyong membiayaai JKN, kenapa program JKK JKm harus dicerai beraikan seperti saat ini. Bila saja seluruh pekerja ASN dan swasta bergotongroyong membiayai JKK JKm di BPJS Ketenagakerjaan maka manfaat JKK JKm akan semakin lebih besar lagi diterima ASN dan pekerja swasta.
Lalu dari sisi biaya iuran, berdasarkan PP No. 66 Tahun 2017 jo. PP No. 70 tahun 2015 iuran JKm yang dikelola PT. Taspen sebesar 0.72%, jauh lebih besar (dua kali lipat lebih) dari biaya iuran JKm yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan yaitu sebesar 0.3%.
Saya nilai sudah terjadi kelebihan bayar dari APBN selama ini untuk iuran JKm bagi PNS yg nilainya mencapai Rp. 1.2 Triliun per tahun (= 6 juta PNS x 12 bulan x 0.42% x rata2 upah 4 juta).
Di tengah defisit APBN yang terjadi tiap tahun, Pemerintah malah mengeluarkan biaya lebih dari APBN sebesar Rp. 1.2 Triliun tiap tahun untuk membayar program JKm bagi PNS. Tentunya angka ini akan lebih besar lagi bila program JKm bagi PPPK dan non ASN lainnya diserahkan ke PT. Taspen.
Padahal kalau mau jujur, justru BPJS ketenagakerjaan lah yang selama ini membantu defisit APBN dgn mengalokasikan sekitar 58% dana pengelolaannya (sekitar 214.59 Triliun) utk membeli SBN (Surat Berharga Negara), sementara PT. Taspen hanya mengalokasikan 30% dana kelolalaannya untuk membeli SBN.
Saya kira dengan ketidakseriusan PT. Taspen selama ini mengelola JKK JKm bagi PNS, terjadinya defisit JKN krn PNS menggunakan JKN ketika mengalami kecelakaan kerja, dan adanya kelebihan bayar dalam pembiayaan JKm maka sudah saatnya Pemerintah meninjau ulang seluruh PP yg mengatur pengelolaan JKK JKm bagi PNS dan PPPK serta Non ASN lainnya kepada PT. Taspen.
Saya menduga Presiden Jokowi sudah dipermainkan oleh pembantunya di Kemenkeu, Bappenas, Kemenpan RB, dan Kemeneg BUMN yang memang selama ini terus menginginkan JKK JKm bagi ASN dikelola PT. Taspen, sehingga jaminan sosial bagi ASN tidak berjalan dgn baik dan terjadi inefisiensi pembiayaan dari APBN. KPK harus turun tangan terkait masalah inefisiensi APBN ini.
Sudah saatnya JKK JKm ASN dikelola BPJS Ketenagakerjaan sehingga seluruh program jaminan sosial sesuai dgn UU SJSN dan memberikan manfaat yang lebih baik lagi kepada seluruh pekerja kita baik ASN maupun pekerja swasta.
Pinang Ranti, 9 Februari 2019
Tabik
Timboel Siregar
Koordinator Advokasi BPJS Watch
081281394939