Jacob Ereste.(ist)

PENGHIANATAN dalam organisasi itu bukan tidak pernah terjadi. Pengkhianatan itu bisa saja sebatas organisasi hingga semua orang yang ada di dalamnya merasa dirugikan. Ada juga pengkhianatan yang cuma sebatas kepada atasan, ketua atau pimpinan semata yang lebih pribadi sifatnya.

Indikasi pengkhiatan pribadi ini meski dilakukan seseorang terhadap ketua atau pemimpin dari organisasi yang bersangkutan tapi akibatnya hanya dirasakan atau cuma merugikan pribadi yang bersangkutan saja, tidak memiliki dampak langsung terhadap organisasi.

Itulah sebabnya dalam membangun organisasi yang sehat diperlukan cara yang sehat. Karena biasanya suatu organisasi yang dibangun dengan cara serampangan atau tidak sehat akan menghasilkan produk keluaran yang tidak sehat juga. Oleh karena itu, kaderisasi selayaknya dilakukan secara berurut atau berjenjang.

Kaderisasi tidak bisa dilakukan dengan cara akrobatik atau sim-salabim. Karena hasilnya sulit diprediksi bagaimana dan seperti apa hasil yang dikerjakan oleh seorang kader organisasi yang dilahirkan dengan sungsang itu.

Dalam tradisi Jawa, orang yang lahir sungsang itu memang terkadang mempunyai keajaiban atau kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Masalahnya kalau kelebihan itu memang bukan suatu masalah yang dianggap menyimpang, memang tidak perlu dirisaukan. Masalahnya, apa yang sering terjadi terkait dengan orang yang dilahirkan dengan sungsang itu acap tidak pernah terduga sebelumnya, akibatnya sering membuat orang disekelilingnya menderita penyakit jantungan.

Cerita organisasi yang sehat ini sejujurnya ada tekanan dan desakan keterpaksaan dari kawan-kawan yang ada diberbagai level, termasuk dari Komunitas Buruh Indonesia dan Gonas (Gerarakan Iposisi Nasional) maupun aktivis SBSI di Lampung yang sempat berjumpa dalam acara Kemah Budaya Aktivis ProDem di Yogyakarta pertengahan Agustus 2015.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/kesadaran-politik-dan-berserikat-kaum-buruh-indonesia-masih-sangat-rendah/

Maka dari itu cara menguraikannya pun dipilih model yang santai, tidak terlalu serius. Disamping itu, masalah organisasi juga ada baiknya dilihat dengan cara yang tidak selalu serius, sebab yang terpenting adalah apa yang dibicarakan adalah masalah yang serius, atau semacam inti persoalan dalam organsiasi.

Agaknya, masalah khianat dalam organsiasi menjadi sangat serius manakala dihubungakan dengan komitmen organsasi yang mensyaratkan agar kuatnya ikatan solidaritas, kebersamaan, atau sikap gotong royong, terutama dalam organsiasi masyarakat yang diorientasikan pada kepedulian sosial serta aksi sosial.

Jadi wajar-wajar saja tatkala kawan-kawan buruh dari beberapa organsasi menyerukan aksi untuk menekan pemerintah yang semakin abai terhadap masalah kaum buruh di Indonesia, normal sekali bila mendapat sambutan dari organisasi buruh yang lain untuk mengambil bagian dan ikut turun ke jalanan.

Soalnya, bukan saja motto serikat buruh internasional sudah sepakati dalam satu tarikan nafas kebersamaan adalah solidarity for ever, tetapi lebih dari itu untuk membangun kesadaran bersama secara eksternal pun kepedulian serupa harus disambut untuk menjaga ikatan solidaritas dan rasa kebersamaan, baik dalam skala internal organisasi maupun pada skala eksternal organisasi.

Itulah sebabnya menjadi terasa aneh ketika rasa kebersamaan di dalam suatu organisasi menjadi meranggas akibat ambisi atau semacam nafsu seseorang untuk tampil sendiri dengan cara menguasai semua bagian yang ada, padahal sesungguhnya itu semua merupakan gejala awal dari pertumbuhan yang tidak sehat.

Ikhwal ambisi pribadi dalam organisasi memang tetap diperlukan sejauh ambisi itu dapat dikendalikan dan senantiasa mampu diarahkan untuk kebersamaan guna membangun organisasi yang kuat. Pemahaman organisasi yang kuat pun tetap harus dalam kondisi yang sehat.

Mulai dari daya tahan terhadap gerusan lingkungan maupun hambatan yang menghadang secara terang-terangan bisa dijadikan ukuran kuat dan sehatnya sebuah organisasi. Agaknya yang paling gampang dipahami bisalah dibayangkan suatu organsiasi yang sehat dan kuat itu seperti tubuh manusia saja. Organisasi bisa kuat, tapi tidak sehat, atau sebaliknya. Namun yang ideal adalah organisasi harus kuat dan sehat dalam pengertian yang luas.

Organisasi yang sehat misalnya, tidak bisa dikelola dengan selera sendiri, tetapi harus mengindahkan selera bersama, misalnya dalam menentukan suatu keputusan saja tidak boleh dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan anggota pengurus organisasi lainnya.

Sebab kalau keputusan itu dilakukan, maka mulai dari rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan maupun akibat yang terjadi berikutnya, tidak akan dirasakan menjadi bagian dari tanggang jawab bersama bagi setiap fungsionas organisasi, dimana setiap orang yang ada dalam organsiasi itu akan ikut merasakan dampak buruknya juga.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/membangun-menjaga-keseimbangan-tatanan-hidup-yang-harmonis/

Indikator dari tidak sehatnya sebuah organsiasi misalnya, ada pekerjaan yang menjadi terbengkelai akibat ulah seseorang baik disengaja maupun tidak disengaja, sehingga banyak pekerjaan berikutnya yang tidak dapat dilakukan.

Yang ideal tentu saja untuk orgnaisasi yang kaut dan sehat diperlukan syarat-syarat minimal. Mulai dari tata kelola administrasi yang bagus sampai pola kaderisasi yang kontiniu berkesinambungan dan lancar perlu dibina dan dipelihara terus menerus, sebagaimana membangun rumah yang kokoh dan sehat untuk keluarga kita. Ringkasnya, membangun organisasi yang kuat dan sehat itu sama dengan membangun rumah yang kuat dan sehat. Sebuah rumah bisa saja kuat dan kokoh, tapi tidak sehat. Sebaliknya, rumah bisa sehat, tetapi tidak kuat sehingga sangat rapuh tatkala dihajar badai atau angin puting beliung.

Jika pada awal tulisan ini tadi diawali dengan sikap pengkhianatan dalam organisasi itu terkesan menjadi sangat penting, karena memang begitu-lah adanya. Semacam kodrat dan iradatnya, sebab sikap dan ketegaran prinsip dalam organisasi itu sangat diperlukan untuk menentukan arah agar jalan yang dituju tidak salah sasaran. Kecuali itu, sikap khianat itu sendiri sangat rawan dan riskan lantaran telah menjadi gejala umum organisasi yang ada di Indonesia, seperti penyakit yang ada di mana-mana.

Biasanya keretakan atau bahkan perpecahan dalam organsiasi itu termasuk dalam partai politik dan rumah tangga biasanya tidak sedikit yang diawali oleh pengkhianatan atau yang satu merasa ditikung oleh yang lain. Sikap khianat ini tidak boleh terjadi dalam menjalankan komitmen berorganisasi seperti yang telah menjadi kesepakatan.

Agaknya, dalam kegaduhan di rumah tangga pun begitu umumnya bermula. Yang satu merasa telah dikhianati oleh yang lain. Karenanya sangat dianjurkan untuk saling menjaga agar tidak sampai yang satu merasa dikhianati oleh yang lain. Begitu juga sebaliknya, pengkhianatan jangan sekali-kali dilakukan dalam organsiasi baik organisasi formal maupun organisasi non-formal seperti rumah tangga.

Karena biasanya kesalahan ini merupakan dosa yang tidak bisa diampuni dalam khazanah politik, ekonomi dan apalagi dalam dimensi budaya serta agama kita.

Ditulis Oleh: Jacob Ereste, (Ketua Dewan Pengarah Atlantika Institut Nusantara)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here