Oleh : Andi Naja FP Paraga
HALAL BIHALAL menjadi Istimewa ketika Presiden Pertama dan Proklamator Kemerdekaan Indonesia Ir. H. Sukarno menggelarnya di Istana Negara sebagai upaya mempertemukan tokoh-tokoh bangsa pasca gelombang pemberontakan dan disintegrasi Tahun 1965.
Tentu kita masih mengingat dan punya catatan potensi disintegrasi hingga catatan pemberontakan saat itu. Syeikh KH Hawab Abdullah salah satu tokoh Nahdatul Ulama menyodorkan kepada Bung Karno Konsep HALAL BIHALAL dan memang faktanya Potensi disintegrasi dan pemberontakan bisa diperkecil.
HALAL BIHALAL starting di Istana Negara dan secara perlahan menjadi kegiatan yang ditradisikan disetiap lembaga legara, lembaga pemerintahan, lembaga non pemerintah/swasta hingga masyarakat sampai saat ini.
Momentum halal bihalal tidak hanya momentum kumpul – kumpul pasca Lebaran namun sudah menjadi momentum yang baik untuk kegiatan rekonsolidasi internal yang sangat efektif dan positif.
Namun kita digelitik oleh sekelompok massa yang memasukkan permohonan izin menyelenggarakan acara halal bihalal di depan Gedung Mahkamah Konstitusi justru pada saat rencana pembacaan putusan hasil sidang Sengketa Pemilihan Presiden 2019.
Rencana ormas tersebut spontan direspon dengan penolakan oleh Pihak Kepolisian Republik Indonesia(POLRI) bahkan Polda Metro Jaya tidak menerbitkan ijin penyelenggaraan kegiatan tersebut. Alasan penolakan sangat rasional bahkan masyarakat awampun bisa memahami penolakan itu.
Tapi ormas yang kini digerakkan Novel Bamukmin itu sangat ngotot. Loh halal bihalal kok ngotot.
Novel Bamukmin dan kawan – kawan gagal memahami dan memaknai halal bihalal sebagai sebuah momentum rekonsiliasi berbangsa dan bernegara ditengah mulai terlihat sejuknya suasana berbangsa pasca bulan puasa.
Banyak Politisi yang telah melakukan rekonsiliasi pasca Pemilu 2019 demi terciptanya kesejukan bahkan rekonsiliasi itu secara perlahan telah menghilangkan dikotomi antar Partai Pendukung Paslon Presiden dan Wakil Presiden. Ditingkat Grassroot bahkan sudah jarang ditemukan kubu – kubuan politik karena puasa ramadhan satu bulan penuh telah memusnahkan egoisme politik dan semakin indah ketika ber-Idul Fitri.
Momentum Ramadhan dan Lebaran terbukti efektif melembutkan sikap keras para pendukung paslon.
Saya berpendapat, jika Novel Bamukmin dan kawan-kawan memaksakan keinginannya untuk berhalal bihalal didepan gedung Mahkamah Konstitusi itu bukanlah halal bihalal melainkan Halal biharam. Halal acaranya tetapi haram cara dan tujuannya, inilah yang saya sebut HALAL BIHARAM.
Tidak pernah ada Peringatan halal bihalal yang demontratif namun terindikasi destruktif. Halal bihalal bukan untuk menolak sebuah keputusan KPU atau putusan hukum apalagi putusan konstitusional.
Halal bihalal adalah demontrasi rekonsiliasi bangsa demi menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.
Saya mengucapkan terimakasih kepada POLRI khususnya Polda Metro Jaya yang secara tegas menolak permohonan ijin kegiatan halal bihalal yang diusulkan Novel Bamukmin dan kawan-kawan. Sikap Novel Bamukmin dan kawan – kawan tidak menunjukkan sikap yang sejuk bahkan terlihat memaksakan kehendak.
Kita tidak ingin ada yang merusak substansi halal bihalal hanya karena kepentingan politiknya apalagi karena kepentingan ideologinya tertentu.
Halal bihalal dihadirkan Bung Karno Karna bersama Syeikh KH Wahab Abdullah adalah upaya riil mengawal Keutuhan NKRI, PANCASILA dan UUD 1945 dan HARAM Hukumnya jika keluar dari Substansinya.
Halal bihalal adalah sebuah ijtihad yang agung dan mulia dari para pendahulu dan pendiri bangsa dan POLRI memiliki kewenangan besar untuk mempertahankan dan mengawal IJTIHAD Bangsa yg bernama HALAL BIHAL ini.