Pemantau pemilu International dari Asian Network for Free Election (ANFREL) Lestari Nurhayati menilai, tanda pagar (tagar) Indonesia Calls Observer atau INA election Observer SOS yang ramai digulirkan di jagad media sosial dalam beberapa hari terakhir adalah suatu hal yang berlebihan.
Dosen London School of Public Relation (LSPR) itu menganggap tagar tersebut kurang tepat karena seolah-olah Indonesia sedang dalam keadaan darurat dan meminta bantuan internasional.
“Sebetulnya kan selama ini teman-temen internasional observers sudah datang, selalu datang di setiap pemilu di negara-negara sahabat, karena pengalaman saya sejak 2008, saya pertama kali diundang ke Nepal untuk mengawasi pemilu di sana,” kata Lestari
Menurut Lestari, Indonesia saat ini tidak sedang dalam keadaan darurat, ia menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah bekerja secara profesional karena telah mengundang 33 negara untuk memonitoring pada Pemilu 2019 nanti.
“Dan selama ini memang sudah wajar intenasional observers datang dan meninjau. Tidak perlu teriak-teriak seolah-olah kita ini dalam keadaan gawat, genting,” terangnya.
Kendati demikian, Lestari tetap menekankan perlu adanya kritik terhadap lembaga penyelenggara pemilu, “KPU, Bawaslu harus diawasi. Saya ini banyak melakukan kritik. Bukan berarti kita tidak percaya (terhadap KPU dan Bawaslu), mengkritisi iya, tapi bukan berarti kita mesti teriak-teriak meminta bantuan asing,” demikian Lestari.
(Sumber: Liputan6.com)