SBSINews – Demikian Rusdianto Sumawa melaporkan melaui realase yang disampaikan dan diterima oleh SBSINews.com kemarin.
Industri Maritim: Kelautan dan Perikanan Hancur Lebur. Apa saja industrinya yakni industri pengolahan ikan, industri galangan kapal, industri lobster, industri alat tangkap, industri akuakultur, industri manufaktur perikanan, dan industri lainnya di bidang kelautan dan perikanan hancur.
Judul di atas respon Menteri KKP atas kritik Prof. Rokhmin Dahuri. Rupanya Menteri KKP belum bisa menerima kritikan, masukan dan saran. Sejak awal pemerintahan Jokowi – JK, Menteri KKP selalu tampil monoton dan kaku dalam pengambilan kebijakan. Terutama kalau di Dunia twitterland tindakannya selalu berujung pemblokiran karena tak bisa menerima kritik.
Beberapa orang yang mengalami pemblokiran twiternya, seperti Akun @Chalistarano, @AffanArfandia, @FaezalAssegaf dan banyak lagi akun-akun nelayan lainnya yang mengalami pemblokiran, kalau dihitung ada puluhan diblokir. Menurut para psikolog, orang yang menutup diri atas evaluasi terhadap dirinya sendiri dengan membenarkan tindakan seolah sudah benar, maka orang itu komunikasinya searah dan tindakannya cenderung refresif.
Sesuai dengan pendapat para psikolog, tentu tindakan pemblokiran atas twiter para pengamat, aktivis nelayan dan para ahli perikanan kelautan merupakan tidak menutup diri dari rasa tak percaya diri. Ya, tindakan Menteri sebagai pejabat publik seperti ini tentu mengurangi nilai-nilai dialog, apresiasi, dan demokrasi. Masak ingin dipuji terus. Menteri itu pejabat publik yang dipercaya Presiden untuk menyelsaikan amanat rakyat.
Kritik Prof. Rokhmin Dahuri atas kebijakan Menteri KKP selama kurang lebih lima tahun ini telah membuat: “Industri Perikanan Hancur Lebur.” Ya, sangat objektif dan memenuhi unsur ilmiah dalam kritiknya. Karena lontaran kritik Rokhmin Dahuri soal kebijakan, bukan masalah pribadi. Namun, Menteri KKP selalu menyerang identitas pribadi para pengkritiknya, bahkan saya sendiri mengalami kriminalisasi hingga saat ini.
Masalah hukum sudah dua tahun lebih, saya sendiri menyatakan banding. Tapi bagi saya, perjuangan nelayan: tangkap dan budidaya yang paling penting. Apapun gelombang hidup ini, hadapi saja. Karakter monoton dan gaya komunikasi Menteri KKP seperti ini tak akan menyelsaikan masalah dan akan menambah khasanah ketidaksukaan terhadap para pengkritiknya.
Ya, bukti monoton itu sangat nyata sekali. Metode dan cara menteri Kelautan dan Perikanan menanggapi pernyataan tentang keterpurukan perekonomian nasional yang salah satunya disebabkan oleh sektor kelautan dan perikanan yang dipimpinnya dalam lima tahun terakhir. Secara fakta itu benar. Silahkan lihat Industri dan manufacturing perikanan collapse alias hancur.
Walaupun dalam klarifikasinya ada benarnya, menyatakan bukan karena kinerja sektor kelautan dan perikanan yang buruk, melainkan karena industri perikanan illegal alias tidak dilaporkan dalam kegiatan ekonomi. Kondisi itu sudah berlangsung sejak lama hingga sekarang. Kami mendukung menertibkan Industri Perikanan yang tidak bayar pajak. Apakah tak bisa menertibkan sistem pajaknya saja dengan menggunakan lembaga penagih pajak ?. Kan bisa. Tinggal dikomunikasikan dan dibicarakan dengan menteri keuangan. Tetapi tak pantas Menteri KKP juga ikut mematikan usaha nelayan yang ada dibawah korporasi tersebut. Misalnya di Provinsi Bali, nelayan Long Line penangkap Tuna sekitar 10ribu beroperasi tahun 2014 – 2015 terpaksa tersendat -sendat.
Nelayan di Provinsi Bali hadapi tiga bentuk ancamannya, yakni: Pertama, Pembekuan struktur industri perikanan: melalui instrumen evaluasi dan monitoring pajak melalui auditor professional. Sehingga dapat diketahui bahwa Industri perikanan tersebut tidak bayar pajak. Maka seharusnya hanya soal pajak yang dicarikan solusinya. Nelayan tetap melaut.
Kedua: Pelarangan melalui Peraturan Menteri No. 56 Tahun 2016, Peraturan Menteri No. 01 Tahun 2015, Peraturan Menteri No. 71 tahun 2016.
Rusdianto Sumawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
(tokohkita.co/Jacob Ereste)