SBSINews – Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menuturkan pihaknya akan melakukan audit bersama satgas (satuan tugas) atas semakin derasnya produk impor tekstil Cina yang masuk ke pasar Indonesia.
Satgas sendiri, akan beranggotakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Bea Cukai, Kemendag, hingga pengusaha tekstil sendiri yaitu Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
“Kita akan audit kapasitas industri dan berapa kebutuhanya,” tuturnya di Malang, Jawa Timur, Kamis malam (3/9/2019).
Enggar menjelaskan, potensi kebocoran produk impor asal negeri tirai bambu tersebut disebabkan masih banyaknya industri yang tak jujur mengenai kapasitas industrinya.
Seperti diketahui, industri hulu domestik yang memproduksi serat dan benang tengah digempur produk impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor: 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
Kondisi ini pun menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor karena tak banyak diserap oleh industri garmen di hilir.
“Untuk tekstil audit tetap di pusat logistik berikat (PLB), tapi hanya kapan ini dari PLB keluar, siapa yang akan berikan izin keluar gitu, siapa yang meriksa. Sedangkan pilihan kedua adalah on behalf pemeriksaan oleh Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia,” ujarnya.
“Tetapi, dengan segala hormat bukan nggak percaya kepada lembaga survei, hanya pengetahuan mengenai sekarang HS code itu dari 12 digit menjadi 8 digit. 8 digit artinya terjadi penggabungan yang menjadi satu. Dan yang lebih punya kemampuan berdasarkan pengalaman itu adalah bea cukai. So kita balikin ke bea cukai,” lanjut dia.
Dipicu Bea Masuk Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) semakin tertekan akibat gempuran produk impor dari China.
Asal tahu saja, selain impor, masalah yang menimpa industri tekstil juga dipicu bea masuk industri TPT yang tidak harmonis. Ia menuturkan industri hulu tekstil mendapatkan bea masuk lebih tinggi ketimbang hilir.
Contohnya, produk serat dan benang filamen dikenaikan bea masuk 5 persen ditambah bea masuk anti dumping sebesar 9-15 persen. Dengan kata lain, total bea masuk yang mereka tanggung mencapai 14 – 20 persen.
Namun di sisi lain, industri hilir seperti garmen mendapatkan fasilitas bea masuk 0 persen.
Atas masalah itu, ia meminta pemerintah melakukan langkah safeguard sementara berupa harmonisasi bea masuk. Bentuk bea masuk yang ideal seharusnya piramida artinya makin ke hulu makin besar. (Sumber: Liputan 6/Hillary)