Sumber daya yang ada di dalam laut menjadi salah satu andalan perekonomian, ketahanan pangan, dan kesejahteraan negara – negara yang daerahnya di kelilingi oleh laut.
Namun, Transnational Organization Crime (TOC – kejahatan lintas negara terorganisir) di industri perikanan menjadi ancaman serius bagi perekonomian negara – negara itu.
TOC terdapat pada seluruh rantai bisnis perikanan, meliputi penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), korupsi, penghindaran pajak, tindak pidana kepabeanan, pencucian uang, pemalsuan dokumen, serta perdagangan orang.
Kejahatan ini telah menyebar ke seluruh dunia, sehingga diperlukan kerja sama antara negara di dunia untuk menanganinya. Kejahatan lintas negara ini tidak bisa diatasi dengan solusi dalam negeri.
Kejahatan lintas negara yang terorganizir tidak mungkin ditangani di level dalam negeri dalam suatu negara. Prasyarat keberhasilannya adalah melalui international corporation, kata Mas Achmad Santosa.
Hal tersebut dikatakan oleh Koordinator Staf Khusus Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan itu di sela – sela acara Simposium Internasional Kejahatan Perikanan ke – 4 di UN City, Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).
Menurut Mas Achmad, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga sudah meminta Satgas 115 melalui International fishforce Academy of Indonesia (IFFAI) untuk mengembangkan sayapke tingkat ASEAN bahkan Pacific islands untuk pengembangan kapasitas aparat penegak hukum di kawasan tersebut.
Menurut Mas Achmad, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan sudah meminta Satgas 115 melalui International Fishforce Academy of Indonesia (IFFAI) untuk mengembangkan sayap ke tingkat ASEAN bahkan Kepulauan Pasifik untuk pengembangan kapasitas penegak hukum di kawasan tersebut.
Atas dasari itu juga, dalam simposium internasional Kejahatan Perikanan di Kopenhagen, Indonesia bersama delapan negara lainnya mendeklarasikan upaya untuk melawan TOC ini.
Deklarasi itu dilakukan oleh Kepulauan Faroe, Ghana, Indonesia, Kiribati, Namibia, Norwegia, Palau, Kepulauan Solomon, dan Sri Lanka.
Berikut isi deklarasi tersebut:
Diberikan kebutuhan dari komunitas dunia untuk mengakui kesalahan antar negara terorganisir (kejahatan terorganisasi transnasional / TOC) dalam industri perikanan global mengingat maraknya kejahatan yang menimbulkan dampak serius terhadap ekonomi, pasar, lingkungan hidup serta dampak hak-hak asasi manusia. Pentingnya kerjasama antar lembaga dengan lembaga pemerintah yang relevan pada tingkat nasional, regional dan internasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TOC dalam industri perikanan global. Negara-negara kepulauan kecil (Pulau Kecil Negara Berkembang / SIDS) dan negara yang memiliki laut lebih luas dari daratan (negara laut besar) memiliki pengetahuan tentang TOC pada industri perikanan global. Kegiatan-kegiatan yang penting dalam TOC di dalam industri perikanan global melalui forum-forum, termasuk namun tidak terbatas pada International FishCRIME Symposium.
Sebelum deklarasi ini, pada 28 Juni 2017, menteri pada negara-negara telah menyumbangkan masalah lintas negara dalam industri perikanan melalui Pernyataan Menteri Nordik tentang Kejahatan Perikanan Terorganisir Transnasional di Alesund, Norwegia.
Negara-negara yang tergabung dalam deklarasi ini adalah Denmark, Kepulauan Faroe, Finlandia, Greenland, Norwegia, Swedia, dan Kepulauan åland. Dengan demikian sampai saat ini sudah ada 14 negara (termasuk kelompok negara-negara nordic) yang mengakui dan memperjuangkan kejahatan perikanan terorganisir transnasional.
Indonesia menegaskan akan tetap melakukan pengakuan TOC dalam sektor perikanan ini, sehingga PBB mengeluarkan resolusinya dan Konferensi Negara Pihak (COSP) dari konvensi Palermo (SM)
Sumber: Kompas News.com