Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sembilan kesalahan Impor Pangan Indonesia (Kompas.com) selama tahun 2015 hingga semester I 2017. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2017 yang dilaporkan kepada DPR RI pada hari, Selasa (3/4/2018), pemeriksaan terhadap pengelolaan tata niaga impor pangan adalah untuk menilai efektivitas Sistem Pengendalian Internal (SPI).
Lima jenis komoditas impor itu diantara gula, beras, sapi dan daging sapi, kedelai, serta garam. Hasil pemeriksaan terhadap Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) dilaporkan oleh BPK terkait pada pengelolaan tata niaga impor pangan, mulai dari izin impor beras 70.195 ton tidak memenuhi dokumen persyaratan. Dan importasi ini juga melampaui batas berlaku dan bernomor ganda.
Berikutnya adalah impor beras kukus sebesar 200 ton tidak memiliki rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan). Pada tahun 2016, impor sebanyak 9.370 ekor dan daging sapi sebanyak 86.567,01 ton serta impor garam sebanyak 3,35 juta ton tidak memenuhi syarat dokumen.
BPK menyatakan Kemendag tidak memiliki sistem untuk memantau realisasi impor dan kepatuhan pelaporan oleh importir. Semua alokasi impor komoditas gula kristal putih, beras, sapi dan daging sapi tidak sesuai kebutuhan dan produksi dalam negeri.
Misalnya untuk impor gula sebanyak 1,69 juta ton tidak melalui rapat koordinasi. Bahkan impor gula kristal merah oleh PT Adikarya Gemilang terbilang 108.000 ton tidak ada data analisis kebutuhan.
Yang runyam adalah penerbitan prinsip impor sapi oleh Perum Bulog tahun 2015 sebanyak 50.000 ekor tidak melalui rapat koordinasi. Begitu juga prinsip impor untuk daging sapi sebanyak 97.000 ton dan realisasi sebanyak 19.012,91 ton senilai Rp 737,65 miliar tidak sesuai atau tanpa rapat koordinasi atau tanpa ada rekomendasi Kementan.
Pada dasarnya Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, BPK merekomendasikan agar Kemendag mengembangkan Portal Inatrade dan mengintegrasikan dengan portal milik instansi atau lain yang menyediakan data dokumentasi hasil koordinasi dan data rekomendasi.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mempersoalkan masalah impor beras terkait dengan Mafia Impor serta Ketahanan Negara.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) secara gamblang dan terbuka menolak impor beras, karena stok beras yang dimiliki Bulog sangat cukup. Stok beras Bulog 2,4 Juta ton, kata Budi Waseso. Dan Buas pun menolak impor beras diteruskan. Karena Bulog pun tidak mau dibuat bingung hanya karena harus menyediakan gudang. (finance.detik.com) Namun pihak Menteri Perdagangan ngotot akan tetap impor beras. Pemerintah sebut Impor Beras Tetap Jalan Meski Ditolak Bulog (cnnindonesia.com). Pemerintah-sebut impor beras tetap jalan. meski sudah tegas ditolak oleh Bulog. Gaduhnya antar
Satu hal yg harus dicatat, menurut Fahri Hamzah dalam twiternya bahwa sejarah telah mengajarkan sejak era kerajaan hingga era republik, beras bukan hanya sekedar produk pertanian, tapi ia juga stabilisator politik kekuasaan. Beras adalah soal politik dan daya tahan, stamina rakyat dan kekuasaan. Oleh karenanya beras tidak hanya komoditas ekonomi tapi juga komoditas politik, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu. Bahkan ruang abu-abu impor ada, karena adanya kewajiban cadangan pangan pemerintah. Baik pusat maupun daerah, disinilah data dimainkan.
Syarat untuk impor pangan sudah ada. Syarat impor menurut UU impor pangan, diizinkan apabila kecukupan produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang. Perbedaan antara Kementerian Pertanian, Bulog dengan Kementerian Perdagangan, seharusnya dikoordinasikan oleh Menko.
Yang menjaga stabilitas produksi (Mentan), dan otoritas yang bertugas untuk membeli hasil dari produksi masyarakat (Bulog), dan menteri yg berdagang (Mendag). Semua pihak intinya bertugas dengan segenap akal sehat dengan pertimbangan kepentingan nasional, kata Fahri Hamzah.
Ini bukan soal angka statistik tapi ini adalah politik ekonomi pangan, dan lebih dari ekonomi politik. Masalah komoditi pangan utamanya beras, bisa sangat besar pengaruhnya bagi pertahanan negara. Seperti tidak adanya kepastian untuk beras, maka bisa berakibat pada ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional. Pangan memang sangat berpotensi menjadi ancaman non tradisional dan non kovensional bagi pertahanan negara. Bukan hanya dalam masalah ketersediaan. Tapi juga dalam perang dagang komoditas.
Mafia Import ini kata Fahri Hamzah bisa dikategorikan sebagai isu keamanan nasional. Pemaksaan pembukaan kran impor pangan jelas akan membawa kenaikan inflasi, keresahan petani dan runtuhnya kedaulatan pangan. Ini menunjukan rapuhnya kedaulatan nasional akibat bolongnya pertahanan negara nir militer. Entahlah kita sedang bertahan? Menyerang atau bunuh diri. (Media Umat Islam)
Pada acara pra kongres Kaum Bhoemiputra ke – 4 di Surabaya, 20/09/2018, kesimpulannya bahwa Bangsa Indonesia sudah tidak lagi berdaulat. Ini artinya Bangsa Indonesia saat ini sudah kembali terjajah oleh kekuatan asing melalui berbagai Proxy.
Wallahu’alam bi sawab. Karena mungkin yang tersisa bagi bangsa Indonesia sekarang cuma do’a saja adanya. (Jacob Ereste)