Oleh : Morus Sianipar
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Kalimat di atas sudah tidak asing lagi bagi kita semua, merupakan sila ke-4 Pancasila, sebagai dasar lembaga perwakilan berdasarkan kedaulatan rakyat dan demokrasi. Apakah yang dimaksud dengan rakyat ?
Sesuai dengan definisi dalam kamus bahasa Indonesia Badudu-Zain, rakyat adalah penduduk suatu negara. Rakyat merupakan salah unsur dari negara. Menurut J.J. Rousseau, pelopor teori kedaulatan rakyat, yang dimaksud dengan rakyat adalah bukanlah penjumlahan daripada individu-individu dalam suatu negara, melainkan adalah suatu kesatuan yang dibentuk individu-individu tersebut, yang mempunyai kehendak, yang diperoleh dari perjanjian masyarakat (volonté genéralé).
Kehendak tersebut oleh Rousseau disebut kehendak umum. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, kehendak umum ini di tahun 1928, telah diikrarkan oleh putra putri Indonesia untuk bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia.
Teori kedaulatan intinya berkaitan dengan kekuasaan tertinggi dalam menyelenggarakan negara. Munculnya teori kedaulatan rakyat adalah sebagai reaksi atas kekuasaan absolutisme raja yang kebanyakan menimbulkan tirani dan kesengsaraan bagi rakyat. Rakyat secara hukum alam mempunyai hak-hak dasar.
Di zaman modern kekuasaan rakyat tidak dapat dilaksanakan secara langsung tetapi dilaksanakan melalui lembaga perwakilan yang dibentuk melalui pemilihan umum sebagai realisasi dari sistem demokrasi.
Kedaulatan rakyat yang membentuk lembaga perwakilan yang dalam sistem ketatanegaraan disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
Apakah hikmat kebijaksanaan itu ? Hikmat dalam bahasa Inggris disebut wisdom. Menurut Dictionary of Current English, AS Hornby, wisdom adalah quality of being wise (kualitas menjadi bijak). Wise (bijak) adalah having or showing experience, knowledge, good judgment, prudence, etc (memiliki atau menunjukkan pengalaman, pengetahuan, penilaian yang baik, kehati-hatian, dll).
Pengertian lebih konkrit dapat kita lihat dalam Amsal 2 : 6, Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.
Dari perikop tersebut hikmat dapat diartikan sebagai pengetahuan (knowledge) dan kepandaian (intelligence) yang datang dari Tuhan, bukan yang datang dari dunia dan penguasa-penguasa dunia yang akan ditiadakan, sehingga langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan adalah takut akan Tuhan (the fear of the Lord is the beginning of knowledge). Takut akan Tuhan adalah yang menyukai kepada segala perintah-Nya.
Degan hikmat yang datang dari Tuhan, orang bijak dan berbudi melakukan perbuatan yang baik yang datang dari kelemah-lembutan. Perasaan iri hati, mementingkan diri sendiri, memegahkan diri dan berdusta melawan kebenaran, bukan lah hikmat yang datang dari atas (Tuhan), tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan.
Dimana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas (Tuhan) adalah (1) murni, (2) pendamai, (3) peramah, (4) penurut, (5) penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, (6) tidak memihak dan (7) tidak munafik. Dan buah kebenaran yang ditaburkan dalam damai diberikan kepada mereka yang mengadakan damai (Yakobus 13: 13-18).
Kualitas lembaga perwakilan yang akan kita bentuk melalui Pemilu Legislatif dan Presiden/Wakil Presiden tanggal 17 April 2019 ditentukan oleh kualitas rakyat dan demokrasi Indonesia.
Rakyat/kehendak umum dan demokrasi yang beroleh hikmat kebijaksanaan dari atas (Tuhan) akan memperoleh kebenaran dan kedamaian, mempertahankan Sumpah Pemuda sebagai nilai kebangsaan, yang telah dijabarkan dalam empat pilar ketatanegaraan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Lembaga Perwakilan yang berkualitas akan menghasilkan policy making dan policy executing yang berkualitas yang menjunjung moral dan etika.
28 Januari 2019