Andi Naja FP.Paraga

Jika Konsistensi persyaratan ketat untuk menjadi peserta Kongres Serikat Buruh Sejahtera Indonesia(SBSI) yang ke-6 tetap dipertahankan maka dapatkan dipastikan peserta Kongres SBSI kali ini akan diwakili utusan-utusan yang terpilih. Dewan Pengurus Cabang (DPC) yang berhak ikut serta dalam Kongres pastilah yang memiliki anggota yang ril, Pengurus Komisariat (PK) yang tercatat dan terdaftar di Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten dan Kota serta pro aktif membayar iuran keanggotaan setiap bulan.

Pertimbangan lain selain 3 (tiga) poin tersebut diatas sudah harus dikubur dalam-dalam atau dibuang jauh-jauh. Sudah saatnya tidak memberi ruang pada Nepotisme apalagi membukakan pintu selebar-lebarnya jika ingin SBSI lebih baik dimasa mendatang. Jadi kita wajib sepakat bahwa Kongres SBSI ke VI adalah Kongres yang menfilter, menyeleksi dan menyaring siapakah yang tepat menjadi pengurus di daerah pada Periode 2018-2022. Demikian pula terhadap Koordinator Wilayah (Korwil) SBSI yang sejak 2014 hingga 2018 ternyata tak berhasil membuktikan hasil konsolidasinya selama 4 (empat) tahun kepengurusannya harus serius diremajakan.

Pertimbangan ini harus dikedepankan didalam Kongres VI SBSI karena pemilihan dan pengangkatan Korwil dilakukan pada Kongres. SBSI harus belajar dari sejarah bahwa keruntuhan sebuah bangsa disebakan ketidak konsistenan berpegang pada konstitusi yang sudah disepakati bersama, begitupula didalam berserikat buruh. Sekali tidak konsisten akan melahirkan berkali-kali sikap tidak konsisten.

Karena akibat inkonsistensi yang sudah parah membuat rasa dan sikap tersebut seolah bukan lagi kesalahan. Seperti bunyi sebuah kalimat dari orang bijak “Jika kesalahan dan berbuat salah sudah dianggap biasa maka kesalahan dan berbuat salah akan dianggap sebagai kebinasan,”

Organisasi yang bergerak didasari pada kepatuhan terhadap komitmen yang dibangun bersama atau lumrahnya dinamakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) sebagai konstitusi organisasi pasti akan menjadi organisasi yang kuat. Secara internal kepatuhan kepada AD-ART akan menghasilkan kepengurusan yang teguh dalam pendirian tidak mudah dikalahkan oleh rayuan kejahatan menjadikan organisasi hanya sekedar tempat bertahan bila menguntungkan dirinya pribadi tetapi merugikan anggota dan organisasi itu sendiri.

Kejahatan dalam berorganisasi bisa saja karena beberapa hal seperti, merekrut anggota ditingkat PK dan cabang tetapi tidak dilaporkan kepada pengurus pusat sehingga tercatat dalam daftar database SBSI siapa saja yang sudah direkrut dan berapa banyak sehingga batu diketahui ternyata seseorang atau sekumpulan orang sudah menjadi anggota SBSI ketika menghadapi masalah Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dimana DPP SBSI diminta atau tidak diminta harus memberikan bantuan hukum bagi anggota tersebut.

Kejahatan seperti ini bukan kejahatan baru di Serikat Buruh-Serikat Pekerja diluar SBSI. Tentu kita berharap kejadian serupa tidak terjadi di SBSI. Aturan yang sama dan ketat pun harus dihadirkan di dalam memilih dan menentukan pengurus pusat SBSI. Seiring dengan semakin terlihatnya figur-figur calon pengurus pusat yang memiliki visi serta misi besar untuk pengembangan SBSI bahkan terlihat kinerja yang baik maka terhadap mereka-mereka itu perlu diberi amanat yang lebih besar.

Posisi strategis seperti Sekretaris Jendral (Sekjen), Ketua Program, Ketua Konsolidasi, Sekretaris Wilayah, Ketua atau Sektif Departemen dan lemgaga sudah sangat pantas bagi mereka. Hal ini pula berlaku terhadap pengurus-pengurus DPP Federasi SBSI. Rasanya bagi siapapun yang berjiwa besar pasti mampu menilai dirinya sendiri apakah ia masih pantas berada dan menduduki tempatnya semula atau segera menarik diri demi terjadinya pergantian kepemimpinan yang tanpa hiruk pikuk.

SBSI tidak butuh juru kampanye seperti di partai politik, tetapi Juru rekrut, konsolidasi, fasilitasi dan mediasi organisasi. SBSI memerlukan orang yang tidak menutupi ketidak mampuan atau kegagalannya tetapi senantiasa ingin tetap diposisinya dengan cara-cara memuja dan memuji sesama manusia agar tetap menjadi bahagian dari masa depan SBSI. Hal terpenting selain hal termaktub diatas adalah bagaimana solidaritas menjadi karakter pengurus dan anggota SBSI.

Lupakan Godaan yang mengesankan tanpa uang tidak ada solidaritas. Rasa solidaritas seharusnya menjadi ruh SBSI dan dengan demikian badan SBSI berpacu mewujudkan Visi dan Misi SBSI. Tanpa solidaritas maka anggota akan terlantar dan tak terurus hak-haknya. Ingatlah Serikat Buruh dan Serikat Pekerja yang sesungguhnya adalah SB – SP selalu hadir mengurusi anggotanya. Jangam ambangkan keluh kesah dan kasus-kasus yang mereka hadapi yang telah diamanatkan penyelesaiannya kepada kita, segera bergerak dan segera tuntaskan karena anggota keluarga mereka menunggu terlalu lama.

Ingatlah anggota adalah kita dan kita adalah anggota. Salam Solidaritas dan mari menyambut Kongres ke-6 SBSI dengan penuh Suka cita.

Ditulis Oleh: Andi Naja FP Paraga (Sekjen DPP SBSI)

Baca Juga: http://sbsinews.id/suara-honorer-salam-buruh-sejahtera-honorer-kapan/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here