Key word ” Hidup nggak pernah humor/guyon itu nggak lentur akan kaku kering dan mudah patah bahkan jatuh, laksana daun jika lentur aerodimas saat diterpa berkali oleh angin maka akan bertahan didahan, tapi jika kaku daun itu maka satu kali terpaan angin akan patah bahkan jatuh berguguran. “Abduloh Faizin”
Seseorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan meminta agar membantunya mencari unta untuk memindahkan barang-barangnya. Rasulullah berkata: “Kalau begitu kamu pindahkan barang-barangmu itu ke anak unta di seberang sana”. Sahabat itu bingung bagaimana mungkin seekor anak unta dapat memikul beban yang berat. “Ya Rasulullah, apakah tidak ada unta dewasa yang sekiranya sanggup memikul barang-barangku ini?”
Rasulullah pun menjawab, “Aku tidak bilang anak unta itu masih kecil, yang jelas dia adalah anak unta. Tidak mungkin seekor anak unta lahir dari ibu selain unta,”. Sahabat tersenyum dan dia-pun mengerti canda Rasulullah. ( Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi ). Relaksasi guyonan Rasulullah itu penting harus menjadi titik bagian dari implementasi kehidupan agar hidup tidak susah bikin hidup lebih hidup.
Manusia itu butuh relaksasi hidup salah satu bangunan relaksasi hidup adalah bersikap humoristik atau goyanan ringan. Ada kaidah arab menyatakan bahwa guyonan ringan mampu menjernihkan otak dan hanya dilakukan orang orang cerdas. Guyonan merupakan sebuah alat natural melentur gemulaikan hidup. Alhasil hidup menjadi bertahan lebih lama karena bersifat aerodinamis. Seperti daun yang diterpa angin semakin bergoyang dengan aerodinamis lentur semakin kuat dan tak jatuh. Namun jika sebaliknya kaku lurus tidak santai dibuat serius apa serius maka hidup ini akan terasa patah rapuh dan berguguran saat belum waktunya. Begitulah ekspositif gambaran hidup.
Similesasi metaforis singkat di atas konsederan dengsn relaksasi bercanda atau guyon itu menjadi kebutuhan hidup. Sehubungan dengan setiap istilah yang kita dengar seperti pernyataan guyonan PBNU “NU cabang Nasrani” saat berkunjung ke PBNU dianggap serius formal dan sankral serius kemudian dijustifikasi dan divonis salah sesat sampai ngamuk kepanasan! padahal itu guyonan ala gusdur yang sudah lama menjadi bertahun tahun yang lalu untuk mencairkan suasana. dan juga tak perlu dibuat hati dipersoalkan menjadi hal yang serius ! apalagi digoreng dan digaungkan oleh profokator seakan sebuah kesesatan organisasi. Itu bagi yang berfikir kaku rigit bahkan bagi penghasut menjadi bahan gorengan gurih dan menfitnah PBNU.
Mengapa mereka berfikir kaku dan bertindak dungu ? karena mereka tidak memahami seni dan artikulasi keindaahan hidup dan hanya berpijak pada Nash dan tekstulitas berfikir ekstrim, merasa benar dengan interpretasinya sendiri hidupnya hanya lurus tanpa fariasi tak memahami diafragma istilah guyon dan bahasa pragmatis Maksim kualitas dan kuantitas makna dalam kondisi serta situasi apapun apakah serius atau bercanda semua dianggap sama. Mereka tidak paham saat kelakar NU cabang Nasrani di ungkapkan di majlis silaturahmi itu dianggap serius dan berpotensi bahaya padahal hanya kembang majlis. tak perlu dibesarkan layaknya ketakutan.
Agar tidak kagetan dan terjebak pada pikiran kering serta super serius lalu menghujat dan ngamuk ngamuk terus ke PBNU Cobalah pandang nikmati simak kembali sampai selesai video silaturahmi bagaima gestur movement dan ekspresi canda tawa PBNU-POLRI. Dengan menarik nafas tiga kali sambil ngudud dan ngopi dengan santai. Anda akan menemukan kedamaian yang hebat saat melihat canda damai dan suasana indah di kantor PBNU. Hanya Pendengki dan agitator dan anti NU saja yang sensitif dengan keindahan persatuan yang artististik itu. “Aslinya di NU tidak ada apa apa dengan istilah itu hanya pikiran mereka saja yang ada apa apa” Alhasil mungkin mereka ngopinya kurang jauh serta kurang kental mungkin.
Paling akhir jika anda benar benar meneladi kanjeng nabi tidak akan sering sensitif. Maka dalam kondisi tertentu harus meluangkan diri bercandalah untuk sesama.alif
كان له مهابة، فلذا كان ينبسط مع الناس بالمداعبة والطلاقة والبشاشة.
“Rasulullah mempunyai wibawa yang agung, maka dari itu beliau bergaul kepada manusia (para shohabat) dengan senda gurau, kegembiraan dan keceriaan.”
Penulis.
Khadim Ma,had Al Balagh Bulutigo Laren Lamongan
Lamongan 29-21