JAKARTA SBSINEWS – Senin (15/10) Kelanjutan sidang TUN perkara Nomor :152/G/2018/PTUN-Jakarta dengan agenda saksi ahli dari Para Penggugat yaitu para guru honorer dari Propinsi Jambi yang menggugat Badan Kepegawaian Nasional. Saksi ahli yang dihadirkan Para penggugat adalah Prof. DR. Muchtar Pakpahan. SH.,MA. sebagai ahli tata Usaha Negara.
Pada sidang sebelumnya yaitu Senin (15/10) Para Penggugat menghadirkan saksi fakta mantan Gubernur Jambi (2010-2015) Hasan Basri Agus (HBA) dan Sekda Kabupaten Tanjung Jabung Barat Ambo Tuo yang juga mantan Kepala BKD Provinsi Jambi 2013-2016.
Baca SBSINEWS: MANTAN GUBERNUR JAMBI DAN SEKDA TANJUNG JABUNG BARAT SAKSI FAKTA DALAM KELANJUTAN SIDANG TUN
Setelah pengambilan sumpah Muktar Pakpahan mulai memberikan keterangan terkait kasus honorer Jambi yaitu tidak diangkatnya 34 orang honorer Propinsi Jambi yang merupakan para penggugat.
Dalam keterangannya di dalam persidangan Muchtar menerangkan bahwa berdasarkan Konvensi ILO seharusnya 34 tersebut harus ikut di angkat, ini terkait diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan. Selain itu dalam hal kepastian hukum berdasarkan.
“Pemerintah daerah mempekerjakan honorer itu landasannya adalah kebutuhan. Sebelum mereka -mereka ini di angkat menjadi PNS artinya mereka dibutuhkan daerah dan dijadikan honorer, ditempatkan oleh pemerintah daerah pada tempat yang dibutuhkan tersebut. Jadi yang lebih tahu dibutuhkan atau tidak honorer tersebut adalah Gubernur selaku kepala daerah,” jelas Muchtar dalam persidangan.
Honorer yang bekerja di luar instansi pemerintah harus disamakan dengan yang bekerja secara langsung pada instansi pemerintah. Acuan permasalahan honorer Jambi ini adalah, PP 43 Tahun 2007. Di sana disebutkan klasifikasi Instansi pemerintah, karena perlakuan berbeda timbulah permasalahan ini. Dalam UU ASN itu juga terdapat diskriminatif. Pada pasal 6 ada dua pembagian. PNS itu anak kandung, dan PPPK anak tiri.
Di konvensi ILO tidak boleh bekerja lebih dari tiga tahun dengan sistem kontrak . Sementara di UU ASN tidak mengatur pembatan berapa lama ASN ini dikontrak (PPPK). Honorer itu dipekerjakan dibeberapa daerah dengan upah di bawah UMP dan bekerja dengan masa bakti puluhan tahun.
“ Menurut saya dengan kontrak yang mereka tandatangani mereka sudah bisa dikatakan PPPK, tapi pemenuhan kebutuhan belum bisa dikatakan PPPK,” lanjut Muchtar di hadapan Hakim.
“ Ada yang di angkat, ada yang tidak diangkat. Pada hal mereka satu SK. BKN tidak serta merta mengatakan honorer yang bersangkutan tidak dibutuhkan sebagaimana sebagaimana alasan penolakan pengangkatan oleh BKN. Sebab yang tahu kebutuhan adalah Gubernur Jambi bukan BKN regional Palembang. Demi hukum dan azas keadilan para penggugat tidak terabaikan, ” tutup Muktar dalam kesaksiannya.
Sidang akan dilanjutkan pada dua minggu yang akan dating yaitu Senin (5/11) dengan agenda keterangn saksi Tergugat . (Yolis Suhadi)