Jacob Ereste.(ist)

PUNCAK dari gerakan reformasi, boleh saja ditandai dengan “Lender Keprabon” Presiden Soeharto, 21 May 1998, penguasa rezim Orde Baru (Orba) yang berkuasa selama 32 tahun di Indonesia.

Rezim penguasa yang represif ketika itu dapat ditumbangkan oleh rakyat yang terus mendesak dan melakukan perlawanan dengan berbagai kemampuan masing-masing yang dimiliki.

Kaum buruh dan mahasiswa sangat besar peranannya, meski ketika pesta dan prasmanan kemenangan berlangsung, keduanya seperti tidak menikmati apa-apa. Misalnya, jika dibanding dengan tokoh LSM bersama mereka yang datang dari bilik politik.

Akibatnya, ketika pemerintahan baru ditata kembali untuk melakukan tugas serta perannya, terus terjadi pemetaan dari arah kebijakan pembangunan yang diidealkan oleh eksponen para pelaku gerakan reformasi.

Hingga dalam perjalanan sejarahnya kemudian muncul gugatan rakyat terhadap para elit politik di Indonesia karena telah melakukan pengkhianatan terhadap keinginan rakyat pada cita-cita reformation untuk melanjutkan keinginan luhur dari Proklamasi Bangsa Indonesia untuk merdeka.

Itulah sebabnya pada era pemerintan rakyat kembali bergerak meminta mandat dikembalikan. Berikutnta terus berlanjut menggugat keculasan pemerintah dalam menjaga aset negara yang marak dijual pada bangsa asing.

BACA JUGA: https://sbsinews.id/alek-potang-balimau-budaya-yang-melenggenda-dan-banyak-cerita/

Pendek cerita, hingga kepemimpinan nasional silih berganti sampai sekarang, kemiskinan, langkanya lapangan kerja, semakin beratnya biaya hidup akibat harga sembako yang terus naik sedangkan tinggkat upah maupun gaji pegawai negeri sipil, militer Serra kepolisian tidak bisa mengikuti kenaikan harga dari berbagai kebutuhan hidup.

Maka yang terjadi, tingkat keresahan masyarakat naik ke ubun-ubun. Itulah ekspresi sesungguhnya yang hendak dikatakan oleh gerakan mereka yang semakin masif mengusung hastag ganti presiden pada Pemilu 2019.

Relevansi dari gerakan reformasi setelah 20 tahun berlaku erat kaitannya dengan keresahan kaum pergerakan yang ada pada hair ini mengacungkan #gantipresiden2019. Maksud dari hastag ini jelas ditujukan pada Presiden Joko Widodo yang sedang menjabat.

Apalagi kemudian mulai dilakukan lebih masif dan spektakuler kesannya sangat marak dikampanyekan langsung oleh warga masyarakat Solo di kota asal Presiden yang masih menjabat sekarang dan ditengarai masih berambisi untuk menjadi kandidat calon Pemilihan Presiden berikutnya pada hasil Pemilu 2019.

Deklarasi masyarakat Solo yang menyatakan dukungan mereka terhadap pemilihan Presiden baru, head artinya tidak hendak mendukung patahana sebagai kandidat calon presiden. Kendati mereka pun tidak menyatakan calon kandidat presiden yang mana kelak akan mereka dukung pada Pilpres 2019.

Aksentuasi suara rakyat yang ditandai oleh keberhasilan dari gerakan reformasi mendesak mundur rezim represif dan otoriter hingga menjadi sangat fenomenal dari rezim Orde Baru, sempat menjadi kecemasan bagi sebagian besar kaum pergerakan di Indonesia hari ini akan dijadikan cara dan model kembali dari penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia hari ini.

Karenanya, evaluasi Kurtis pada momentum peringatan 20 tahun gerakan reformasi di Indonesia pada think 1998 itu, pantut pula disidik atau ditelisik, sungguhkah bandul reformasi itu hari ini sedang berbalik arah menuju titik nol seperti dulu, sebelum reformasi menetapkan Soeharto lenser keprabon.

Banten, 1 Ramadhan 1439 H

Jacob Ereste (Atlantika Institut Nusantara)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here