Proses pendaftaran PKB dan PP via e-PKB dan e-PP adalah sebuah terobosan bagus untuk merespon kondisi pandemi Covid19 dan kemajuan teknologi. Kalau pun pandemi sudah berlalu, pendaftaran PKB dan PP via online tetap digalakkan untuk membuat kemudahan bagi pelaku hubungan industrial.
Tentunya proses pendaftaran online ini juga harus mampu menjawab segala prosedural pendaftaran PKB dan PP yang selama ini dilakukan secara offline (langsung datang ke kantor Kemnaker atau pun disnaker di daerah) sehingga pendaftaran online tidak menghilangkan substansi pendaftaran secara langsung.
Salah satu persyaratan pendaftaran PKB dan PP adalah memperlihatkan Struktur dan Skala Upah (SUSU). Mengingat SUSU masih dianggap dokumen rahasia oleh perusahaan sehingga SUSU hanya diperlihatkan ketika mendaftarkan PP dan PKB, maka pendaftaran PKB dan PP via online harus bisa menjawab persyaratan utk memperlihatkan SUSU kepada petugas kementerian atau disnaker. Bagaimana implementasi SUSU hanya diperlihatkan ketika pendaftaran via online, apakah SUSU juga ikut dikirim bersama PP dan PKB, dan setelah dilihat oleh petugas langsung dihapus?
Kehadiran pembuatan SUSU yang bersifat WAJIB juga dimuat di UU no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, seharusnya bisa dipastikan dibuat oleh seluruh perusahaan sehingga ada kepastian ttg pengupahan di perusahaan, tidak ada lagi pekerja yang sudah bekerja 1 tahun lebih masih mendapatkan upah sebatas upah minimum atau di bawah upah minimum.
Untuk memastikan seluruh perusahaan memiliki SUSU maka persyaratan hanya “diperlihatkan” seharusnya diubah dengan benar benar melampirkan SUSU ketika mendaftarkan PP atau PKB. Tentunya pihak kementerian dan disnaker akan menjaga kerahasiaan dokumen SUSU tsb sehingga perusahaan menjadi nyaman dgn diserahkannya SUSU sebagai lampiran PP atau PKB.
Pendaftaran PKB dan PP via online ini tentunya juga harus disertai dengan kepastian seluruh PKB atau PP yang didaftarkan ke disnaker kabupaten/kota atau propinsi dan di Kemnaker bisa diakses oleh seluruh dinas dan kementerian. Hal ini penting, salah satu contohnya, untuk memastikan pihak kementerian tahu ttg PP dan PKB yang didaftarkan ke disnaker. Demikian juga pihak pengawasan pusat dapat megetahui ttg PP atau PKB yang didaftar di disnaker.
Salah satu kealfaan proses pembuatan UU cipta Kerja adalah dilepaskannya pengawas ketenagakerjaan sehingga tidak menjadi bagian yang ikut diatur kembali dalam UU cipta kerja. Persoalan utama hubungan industrial (HI) sejak dulu hingga saat ini adalah lemahnya peran pengawas ketenagakerjaan sehingga penegakkan hukum menjadi rendah. UU cipta kerja yang berwajah konflik karena isi klaster ketenagaakerjaan tidak mampu menurunkan potensi konflik yang ada di UU 13 tahun 2003, akan menjadi lebih berwajah konflik ketika sistem dan kualitas pengawasan ketenagakerjaan tidak dipebaiki. Persoalan klasik jumlah pengawas ketenagakerjaan serta siatem pengawasan atas kinerja pengawas tidak bisa diselesaikan dari menaker ke menaker hingga saat ini.
Kalau pun Menaker telah melakukan sosialisasi atas UU cipta Kerja kepada pengawas ketenagakerjaan, saya menilai sosialisasi tersebut akan sekadar basa basi bila persoalan klasik pengawas ketenagakerjaan tidak diselesaikan. Lalu, sosialisasi UU Cipta kerja pun akan terkesan kurang efektif karena aturan tentang norma baru dominan ada di Peraturan Pemerintah (PP) yang hingga kini belum selesai dibuat. Tunggu saja dulu PP nya, toh saat ini kan masih berlaku isi UU 13 tahun 2003 sampai hadirnya PP-nya UU Cipta Kerja.
Kembali terkait PKB, tentunya saat ini sudah ada beberapa SP SB yg punya PKB khawatir akan turunnya nilai PKBnya mengingat managemen sudah mengajak berunding lagi, walaupun PKB belum jatuh tempo.
Managemen berasumsi hadirnya UU cipta kerja dan PP berelasi dengan diaturnya kembali isi PKB sesuai ketentuan yang ada di UU cipta kerja dan isi PP yang sedang dalam proses pembuatan.
Menurut saya, kehadiran UU Cipta Kerja dan PP nantinya tidak otomatis mengubah isi PKB, yang merupakan produk perjanjian yang disepakati dan mengikat kedua belah pihak. Isi PKB yang nilainya lebih baik dari isi UU cipta Kerja dan PP bukanlah hal yang salah, tetapi adalah hal wajar karena isi PKB semestinya memang lebih baik dari isi uu atau regulasi turunannya. Itulah nilai tambah sebuah perundingan.
Menurut teori hukum, perikatan itu muncul karena adanya regulasi dan perjanjian, dan oleh karenanya PKB sebagai sebuah produk perjanjian menjadi dasar yang mengikat antara SP SB dan manajemen yang menandatangani PKB tersebut.
Saya berharap pengawas ketenagakerjaan mengawal masalah ini sehingga PKB yang eksisting tetap berjalan seperti biasa, walaupun UU cipta kerja sudah disahkan dan PP nya nanti sudah selesai dibuat.
Bila Pemerintah tidak tegas atas pelaksanaan PKB ini maka konflik akan semakin bertambah dan meluas, dan ini menjadi kontraproduktif bagi pelaksanaan HI.
Konflik HI yang meningkat, baik kualitas dan kuantitas, akan menjadi kendala masuknya investasi di Indonesia. Semangat dan tujuan UU Cipta Kerja membuka lapangan kerja untuk mengatasi defisit angkatan kerja dan menurunkan tingkat pengangguran terbuka hanya akan menjadi cita-cita semata tanpa bisa direalisasikan.
Belajar dari pengesahan UU 13 tahun 2003 yang memang juga berwajah konflik karena isi dan rendahnya peran pengawasan untuk penegakkan hukum, yang memang tidak mampu menciptakan HI yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sehingga cita-cita membuka lapangan kerja hanya sebatan harapan tanpa terealisasi, akan terulang lagi di UU cipta kerja.
Faktanya UU Cipta Kerja sudah ada (walaupun masih dalam proses JR di MK) dan PP nya lagi diproses, yang lebih urgen saat ini bukan sosialisasi Bu Menaker tetapi bagaimana Bu Menaker bisa memastikan sistem pengawasan berkualitas dengan menyelesaikan seluruh persoalan pengawasan yang selama ini terjadi. Lalu memastikan PKB yang ada saat ini tidak menjadi persoalan sehingga SP SB dan managemen bersama sama menghormati dan tetap menjalankan isi PKB.
Pinang Ranti, 21 November 2020
Tabik
Timboel Siregar