Kunjungan Sri Paus ke Irak diawal bulan Maret 2021 dengan misi “Melawan teror dan kebencian antar agama,” telah mencengangkan dunia.
Paus Fransiskus berkunjung dengan pernyataan bahwa ia adalah seorang peziarah yang bertobat dan memohon pengampunan.
Dan kedatangan beliau ke Irak disaat pandemi corona masih berlangsung dan mengancam setiap nyawa.
Sekalipun demikian Sri Paus bergeming, dan di usianya yang lanjut tetap bersemangat karena ia yakin bahwa manusia tetap hidup karena ada Kasih Tuhan didalamnya.
Keinginan dan kekagumannya yang menggebu atas dua hal, yaitu atas sosok sederhana dan sepuh yang teguh menjaga integritas kemanusiaannya (Sayyid Ali al Sistani) yang mengajak dan meminta mayoritas Islam Syiah untuk bangkit angkat senjata dan membela saudara-saudaranya seiman dari mahzab Ahlu sunnah dan saudara-saudara setanah airnya yang beragama Kristen.
Hal yang kedua, undangan iman dari Ur, negeri Nabi Ibrahim as.
Untuk itu semua, Sri Paus tetap melangkah, ditengah kekhawatiran banyak pihak.
Adapun agenda kunjungan beliau ada dua poin dan beliau tidak ingin ditunda maupun dibatalkan.
Yaitu, pertama berjumpa dengan Grand Ayatullah Sayyid Ali Sistani, ulama besar mahzab Islam Syiah di kota suci Najaf (tempat peristirahatan terakhir Imam Ali as).
Yang kedua, berziarah ke kota Ur, kampung halaman Nabi Ibrahim atau agama2 Abrahamik berasal, ini seperti perjalanan kembali ke masa lampau.
Kunjungan ke Irak ini adalah yang pertama kali bagi Sri Paus dan menjumpai seorang ulama besar Islam Syiah pun adalah yang pertama kalinya juga.
Tujuannya, tentu selain mengucapkan terima kasih kepada Sayyid Ali al Sistani atas pertolongan umat Islam Syiah dalam membela dan menolong saudara-saudara mereka yang berbeda agama maupun mahzab dari teror yang dilaksanakan secara sistemik dan massif oleh teroris wahabi (daesh/isis), sejak 2013 hingga 2017.
Juga beliau berkeinginan memperteguh ikatan kerjasama antar iman, dalam penolakannya terhadap terorisme yang memakai jubah agama.
Perlu diketahui bahwa, teroris wahabi yang berkedok Ahlu sunnah Wal jamaah ini, digerakan dari kerajaan bani saud dan atas dukungan Amerika Serikat,
Kehadirannya di Irak bertujuan membantai umat Islam (Syiah & Sunnah) dan umat Kristiani (Katolik, Ortodoks, Yazidi dll), serta menghancurkan masjid2 dan gereja2.
Teror terhadap kemanusiaan atas nama agama ini, mendapatkan pembenaran dan dukungan dari pusat-pusat kekuasaan agama dunia.
Kita lihat bagaimana “atas nama agama yahudi”, tangan jahat israel membunuhi manusia setiap hari.
Juga bagaimana kerajaan saud “atas nama agama islam,” melakukan pembantaian di Irak, Suriah dan Yaman, dan berbagai belahan dunia lainnya.
Dibelakang semua itu, “atas nama agama kristen,” rezim gedung putih melakukan program penghancuran kemanusiaan diseluruh dunia.
Mereka mengklaim sedang menjalankan titah tuhan dan agama mereka.
Mereka menjalankan agama dengan teror dan kebencian terhadap siapa saja yang menolak kekerasan atas nama agama.
Dan, apa lacur, Irak sebagai kampung halaman dari ketiga agama luhur tersebut, kemudiah menjadi ladang umbar kebencian yang dilakukan oleh negara-negara yang mengaku bahwa agama yang mereka sedang tegakkan, berasal dari Irak.
Oleh sebab itu Paus Fransiskus melakukan satu gerakan besar, yaitu menyodorkan tangan persaudaraan dalam iman, kepada kaum yang melihat bahwa setiap manusia adalah bersaudara.
Dan harga yang dibayarkan pun menjadi sangat mahal, yaitu menghadapi kemurkaan ketiga negara pemilik agama, yang tidak ingin melihat Irak memamerkan tindakan heroiknya dalam menjaga nilai-nilai keimanan, persaudaraan dan keadilan.
Atas dasar itu, Paus Fransiskus datang ke Irak untuk berterima kasih kepada penduduknya yang telah berhasil menggagalkan agenda internasional dalam menghancurkan “kampung halaman Ibrahim as.”
Dan mengajak dunia untuk kembali menapaktilasi jalan kesucian Ibrahim as dalam menghadapi kekerasan, kebencian dan pengingkaran akan nilai kemanusiaan dan kuasa Ilahiah.
Untuk semua yang sedang dan telah dikerjakan atas nama keadilan dan kemanusiaan, dengan bahasa cinta, semua agama dapat bergandengan tangan dan mewujudkan perdamaian bersama.
Maka saya melihat bahwa ada ungkapan baru yang terlahir dari pertemuan dua orang mulia ini.
“Banyak jalan menuju Ur, dan itu dimulai dari Roma dan Najaf.”
Semoga bahasa cinta antar umat beragama kembali di aktualisasikan dari Ur, Mesopotamia.