Watson Institute for International and Public Affairs dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa biaya perang AS di Afghanistan yang dimulai sejak musim gugur 2001 dan akan berakhir dalam beberapa hari mendatang mencapai $ 2,26 triliun. Proyek yang didanai oleh Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri AS menewaskan secara langsung setidaknya 241.000 orang.
Laporan baru ini dirilis di saat kasus perang AS di Afghanistan sedang ditutup dengan cara terburuk. Langkah Presiden AS, Joe Biden memerintahkan penarikan tergesa-gesa pasukan AS dari Afghanistan telah membuka halaman lain skandal Washington dalam perang di negara kawasan Asia selatan itu.
Pemerintahan Biden telah mengumumkan bahwa proses itu akan berakhir pada 11 September 2021, tetapi AS dan pasukan lainnya mundur dari Afghanistan jauh lebih cepat.
Amerika Serikat menginvasi Afghanistan pada 11 September 2001, dengan dalih memerangi terorisme dan menggulingkan pemerintah Taliban yang dituduh bekerja sama dengan al-Qaeda.
Menurut statistik, ribuan warga sipil Afghanistan kehilangan nyawa mereka dalam pendudukan militer in. Sebanyak 2.448 tentara AS tewas dan 1.144 tentara NATO tewas dalam perang selama 20 tahun terakhir di Afghanistan.
Sebanyak 69.000 orang tentara Afghanistan dan 72 wartawan serta 444 pekerja bantuan kemanusiaan tewas dalam perang yang telah berlangsung selama dua dekade tersebut.
Kehadiran militer AS dan NATO di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa selain pembunuhan, peningkatan ketidakamanan, dan produksi narkotika yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara yang dilanda perang itu.
Naiknya Taliban ke tampuk kekuasaan setelah 20 tahun terakhir, dan kesepakatan damai antara pemerintahan Trump dengan Taliban di Doha memaksa Biden untuk mengakhiri pendudukan, yang jauh lebih buruk daripada Perang Vietnam, tanpa keuntungan.
Mengikuti perintah Biden untuk penarikan segera pasukan AS dan NATO, para ahli dan beberapa pejabat senior Afghanistan memperingatkan kekosongan kekuasaan di negara itu. Peristiwa-peristiwa berikutnya, khususnya kemajuan pesat Taliban, serta keruntuhan yang tak terduga dari tentara Afghanistan dan pemerintah pusat serta larinya Presiden Ashraf Ghani menyebabkan Taliban dengan mudah mengambil alih Kabul.
Nicholas Gvosdev, seorang pakar politik mengatakan, “Dominasi Taliban di Afghanistan menandai akhir dari 20 tahun upaya Amerika Serikat dan sekutu Baratnya untuk membangun kembali Afghanistan dalam bentuk demokrasi modern. Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan semacam ini adalah garis hitam terhadap negara-negara seperti Ukraina, Georgia, dan Moldova. Gelar sekutu AS di luar NATO tidak berpengaruh di Afghanistan, bahkan memperburuk situasi di negara itu,”.
Buntut dari perang sia-sia di Afghanistan kini telah mempertanyakan seluruh pendekatan kontraterorisme AS yang menginvasi Afghanistan pada tahun 2001 dengan dalih ini. Dalam pidatonya baru-baru ini, Biden mengklaim bahwa tujuan pendudukan 20 tahun di Afghanistan untuk memerangi terorisme. Namun, keberhasilan Washington dalam hal ini telah dipertanyakan bahkan oleh pejabat tertinggi militer AS. Jenderal Mark Milley, Kepala Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS mengatakan pengambilalihan cepat Afghanistan oleh Taliban dapat segera menyebabkan peningkatan signifikan dalam ancaman teroris di seluruh kawasan.
Jadi, setelah 20 tahun pendudukan, Amerika Serikat meninggalkan Afghanistan dengan biaya triliunan dolar dan ratusan ribu orang terbunuh tanpa hasil, bahkan dalam mengurangi ancaman teroris.
(SBSINEWS)