SBSINews – Beberapa waktu lalu beredar draf RUU Omnibus Law di media sosial, banyak kalangan menganggap itu dari pemeritah. Draf tersebut isinya banyak mengadopsi isi UU No. 13/2003.
Pemerintah kemudian membantah melalui Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono dalam keterangan resmi pada Selasa (21/01) bahwa pemerintah belum merampungkan draf rancangan undang-undang atau RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Adapun draf RUU yang saat ini beredar tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Apabila ada draf RUU yang beredar dan dijadikan sumber pemberitaan, bisa dipastikan bukan draf dari pemerintah,” ujar Susiwijono.
Draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja masih difinalisasi oleh pemerintah. Draf tersebut juga belum disebarluaskan karena pembahasan belum sepenuhnya selesai, terangnya lebih lanjut.
Pemerintah baru mengusulkannya kepada Badan Legislasi DPR setelah merampungkan substansi RUU tersebut untuk masuk dalam prolegnas prioritas 2020.
Banyak pemberitaan yang beredar mengenai materi muatan dalam RUU Omnibus Law, seperti sistem pengupahan akan diubah dari sistem upah minimum menjadi upah perjam. Oleh pemerintah melalui menko perekonomian dan juga oleh Ketua APINDO bahwa itu hanya berlaku pada jenis pekerjaan tertentu seperti manufaktur dan jasa.
Hal lain lagi yang menyedot perhatian yaitu mengenai jaminan PHK, Menteri Tenaga Kerja dalam beberapa forum menyatakan bahwa ada jaminan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan (unemployment benefit) melalui sistem jaminan sosial selama enam bulan dan sistem ini tidak meniadakan pesangon. Demikian juga isu mengenai status kerja (PKWTT) dan Outsourcing yang akan menghambat perkembangan serikat buruh.
Meski ada aturan lama yang direvisi, Susiwijono mengatakan bahwa pemerintah tetap memperhatikan masukan dari masyarakat terkait RUU Cipta Lapangan Kerja dan ini merupakan terobosan regulasi untuk menjaga keseimbangan antara perluasan lapangan kerja dan perlindungan bagi buruh/pekerja.
Apapun itu isu atau wacana yang berkembang mengebai RUU itu khususnya Cipta Lapangan Kerja sangat meresahkan buruh. Semua ini karena peraturan perundangan – undangan perburuhan yang ada saat ini tidak maksimal memberikan jaminan kesejahteraan bagi buruh, disisi lain pengusaha atau asosiasi pengusaha menganggap aturan yang ada merugikan pengusaha. Lalu pertanyaannya, untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan buruh pemerintah akan membuat aturan seperti apa lagi. (SM)