Demi Keadilan Kemanusiaan di Indonesia DPR RI diharapkan merespon harapan Presiden RI. agar RUU -TPKS DIsahkan.
Waktu P21 dalam RUU-TPKS Lebih Cepat dari Sebelumnya.
Jayapura Papua 13 January 2022 – Hampir 75 orang anak korban kekerasan seksual Tahun 2021 Kasus Kekerasan Seksual bagi anak di bawah umur, yang dapat terlihat bahwa mereka Kehilanggan Prikemanusiaan yang mana, tidak mendapatkan bagian secara khusus hukum yang mampu memeberikan jaminan masa depan yang secara khusus menghapus atau mengobati luka batingnya dari kasus kekerasan seksual yang mereka mengalami dalam derap langkanya menuju kebahagian seperti yang selalu di indam indamkan kaum wanita.
Demikian yang di uraikan Mahrit Kaway, SH Selaku Kepala Sub Kline Anak BAPAS Kelas II Jayapura Kementrian Hukum dan HAM Papua di Jayapura.
Wanita Kelahiran 19 Mei Tahun 1976, pada Tanggal. 1 Desember 2001 mulai melaksanakan tugasnya Sebagai CPNS hingga 1 April 2003 Menjadi PNS mengapdi pada Negara Melalui Kementrian Hukum dan HAM Papua, Mulai Tahun 2001 s/d tahun 2012 Sebagai Penjaga Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Abepura, Pada Tahun 2009 diangkat menjadi ajudan Kalapas (Dr. L.iberti Sintinjak.MM,Msi) Abepura, Tahun 2010 selaku staf registrasi Lapas Abepura Sampai Tahun 2012, lalu Tahun 2012 di Tugaskan Ke lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Jayapura sebagai Staf Registrasi Pada Tahun 2013 diangkat sebagai Kepala Sub Registrasi Lapas Narkotika Kelas IIA dengan Jabatan yang sama di pindah Tugaskan Tahun 2018 pada Kantor balai Pemasyarakatan Kelas II Jayapura Sebagai Kepala Sub Kline Anak hingga saat ini.
Perempuan yang selalu di sapa ibu Megy berdasarkan Pengalamannya pada kemerian hukum dan HAM Papua di atas sangat Mengharapkan agar DPR RI di bantu pakar hukum dapat memberikan perhatian dan jaminan Pisikologis Korban Kekerasan Seksual anak di bawah umur untuk mampu mendapatkan jaminan bebas berbaur dan menjalankan aktifitasnya di muka umum, hal itu demi memberikan jaminan dan efek bagi pihak lain yang selalu menjadikan gosip hal ini sangat tidak manusiawi, ia membandingkan bagi orang dewasa berpendapat hal ini biasa namun bagi para korban di bawah umur itu adalah diskriminasi dan penekanan batin maka sangat berharap agar desakan aksi demo dan kerinduan kepala negara bapak Presiden kita, harus di respon Demi Keadilan Kemanusiaan bagi seluruh warga negara.
Ditambahkan selain ibu Megy menjalankan Tugas Kenegaraan ia juga memiliki aktifitas lain di luar jam kerja melanjutkan study Magister Hukum di Uncen Jayapura, juga sebagai Ketua Sasana Sentani Boxing Camp Kabupaten Jayapura Serta Sekertaris Pada Rumah Rehap Pencandu Narkotika Papua. Apa yang dilakukan di luar jam kerja semua demi mendalami dan memberikan keadilan bagi seluruh Warga Negara sebagai korban agar mampu untuk bangkit berjalan kearah yang lebih baik.
Sementara itu Sekertaris Forum Peduli Kemanusiaan Papua Jhon Mauridz Suebu, Mantan Kordinator Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Papua Regional Pergunungan Tegah Papua yang juga Wakil Ketua Kaderisasi Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN DPC Kab. Jayapura) melalui henpond seluler Kepada SBSINEWS, ia sangat sangat sependapat dengan sejumlah aktifis yang telah melakukan aksi unjuk rasa agar lahirnya RUU-TPKS sayapun sangat mengharapkan agar Ketua DPR.RI dan Seluruh Perwakilan Rakyat yang berada di kursi DPR.RI seusai RESES harus Melahirkan RUU-TPKS, hal ini sangat penting jika sebab perempuan indonesia juga warga negara yang memiliki hak yang sama yang harus di lindungi hak-hak mereka, jangan di sepelehkan persolan ini, jika tidak ada ketegasan melalui sangsi hukum yang tegas terhadap tindakan pidana kekerasan seksual, maka akan banyak wanita menjadi korban atas kerakusan para pria hidung belang di negara ini, dan juga saya berharap kepada pihak eksekutif dan legislatif di bangsa ini, jangan biasakan menjadi pribadi yang buta dan tuli atas sejumlah hal yang terjadi ditingkat masyarakat akar rumput, mengapa karena hemat dan kacat mata saya melihat bahwa kedua lembaga ini, akan bergerak jika adanya aksi demontrasi lalu adanya upaya dan pergerakan, jika gunakan dengan metode tersebut, itu nampaklah lahirnya prokontra ada yang respon secara positif ada yang negatif, sebab kedua lembaga tersebut untuk mencapai ke kursi tersebut melalui prosedur demokrasi, jika tetap dengan mode tersebut, maka UU dan Peraturan lain tidak memiliki hak dalam kebijakan.
Saya berharap melalui media ini aspirasi kami dari papua walaupun tidak semua tapi harus di akomodir dalam RUU-TPKS ialah Waktu P21 dalam kasus Kekerasan Seksual ini harus di ubah lebih cepat dari kasus yang lainnya, mengapa hal ini saya tegaskan berdasarkan beberapa kasus di papua secara khusunya di wilayah Polres Kabupaten Jayapura, Melalui Kasus ini ada dua pihak yang di rugikan oleh Pelaku Kekerasan Seksual Tersebut.
Pihak Kepolisian dapat di rugikan waktu dan tegah mereka, bahkan harta bendah dan lain, kerugian kedua ialah korban itu sendiri, bagaiman kerugian itu terjadi ialah dengan waktu memenuhi P21 sesuai UU yang berlama-lama Pelaku melakukan upaya damai, yang berkompromi dengan keluarga korban tanpa melibatkan korban, pelaku menebus dengan sejumlah uang lalu keluarga korban datang kepihak kepolisian untuk mencabut masala dengan dali kami melepaskan pengampunan atau kami berdamai.
tindakan tersebut juga harus dimuat dalam RUU-TPKS agar Pelaku yang berkompromi untuk mencabut pun dapat di berikan sangsi hukum, mengapa hal ini bagi saya beranggapan penting karena pelaku dan keluarga korban tidak memiliki etikat baik terhadap lembaga kepolisian yang telah menerima laporan dan melaksanakan tugas Kenegaraan mereka serta tidak memikirkan beban pisiologisnya anak yang menjadi korban seumur hidup. Oleh sebab itu saya berharap Waktu P21nya untuk TPKS tidak di batasi dan harus di ubah.
(ANFPPM)