Soal debat, ada kisah menarik dulu di Konstituante. Lembaga pengganti sementara DPR RI di era tahun 1950an.

Ada dua politikus yang paling sering berdebat di sidang. Pertama adalah Mohammad Natsir, Ketua Partai Masyumi yang selalu menyampaikan ide-ide pemerintahan berdasarkan Agama Islam. Lawannya adalah Dipa Nusantara Aidit, Ketua Comite Central Partai Komunis Indonesia.

Keduanya sama kerasnya jika berdebat. Dalam sebuah sidang, wajah Natsir dan Aidit sama-sama sudah memerah.

Ketika jeda sidang itulah Aidit beranjak membuat kopi dua cangkir. Satu cangkir diberikannya pada Natsir. Lawan debatnya yang tadi hampir saling lempar kursi.

Aidit menanyakan kabar istri Natsir yang sedang sakit. Keduanya berbincang dengan akrab. Tak ada kata-kata kasar atau permusuhan di antara mereka.

Ketika sidang dimulai kembali, mereka kembali berdebat keras. Masing masing kembali menyampaikan argumennya dengan ideologi yang mereka yakini.

Namun berkali-kali pula Natsir pulang dibonceng sepeda oleh Aidit. Kebetulan rumah mereka tak berjauhan.

“Berdebat boleh keras, tapi tak boleh kasar,” pesan Natsir.

Tak cuma dengan Aidit, begitu pula hubungan Natsir dengan Ignatius Joseph Kasimo, Ketua Partai Katolik Indonesia.

Jika Natsir selalu berbicara mengutip Al-Qur’an, maka IJ Kasimo selalu menggunakan Alkitab. Keduanya selalu berdebat di Konstituante. Di luar itu, mereka sahabat.

IJ Kasimo berpendapat kepentingan rakyat adalah hal utama dalam politik. Natsir dan IJ Kasimo mencontohkan bagaimana teladan memimpin dengan sederhana dan antikorupsi.

Semoga semangat mereka bisa ditiru oleh kita saat ini.

Redaksi SBSINEWS
17 Juni 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here